Jakarta, Gatra.com - Amnesty International Indonesia menyoroti sikap dan jawaban perwakilan Indonesia dalam pertemuan dengan Komite Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR) terkait pembunuhan di luar hukum yang terjadi di Indonesia, terutama di Papua.
Deputi Direktur Amnesty, Wirya Adiwena mengatakan jawaban yang diberikan oleh perwakilan Indonesia pada pertemuan yang berlangsung di Jenewa, Swiss pada 11-12 Maret 2024 lalu adalah jawaban yang tidak sepantasnya disampaikan oleh pemerintah atau negara.
Dalam pertemuan itu, perwakilan Indonesia mengatakan, pemerintah punya kebijakan tegas, yaitu nol impunitas atau zero impunity.
Namun, Wirya mengulang pernyataan lanjutan dari pihak Indonesia.
“Mereka (delegasi) menggarisbawahi bahwa sebenarnya ada jumlah yang relatif lebih sedikit pembunuhan di luar hukum yang dilakukan oleh pasukan keamanan Indonesia dibandingkan dengan kelompok bersenjata,” ucap Wirya Adiwena dalam konferensi pers melalui YouTube KontraS pada Senin (18/3).
Wirya mengatakan, pernyataan ini tidak pantas disampaikan oleh pemerintah yang punya tugas dan tanggung jawab untuk melindungi seluruh rakyatnya.
“Saat ada bagian dari pemerintahan yang diberi kepercayaan untuk memegang senjata dengan tujuan untuk melindungi rakyatnya, kalau hanya ada satu saja pembunuhan di luar hukum dilakukan oleh aparat keamanan, itu sudah salah yang sangat besar,” tegas Wirya.
Amnesty mencatat, sejak Januari 2018 hingga Mei 2023, terdapat 65 kasus pembunuhan di luar hukum yang memakan korban sebanyak 106 jiwa. Wirya menegaskan, sebelum tahun 2018, angka kasus ini juga sudah mencapai 100 lebih kasus.
Ia menegaskan, pernyataan dari delegasi Indonesia itu tidak layak diucapkan. Terutama, ketika Indonesia menegaskan punya kebijakan nol impunitas.
“Kalau pemerintah serius mengatakan bahwa Indonesia memiliki kebijakan zero impunity, nol impunitas, seriusin, tegaskan tanggapan kepada semua pembunuhan di luar hukum. Jangan malah dikerdilkan,” tegas Wirya lagi.
Selain itu, Amnesty juga menyoroti pernyataan delegasi Indonesia terkait kasus pengungsi di Papua. “Pemerintah Indonesia menyampaikan pengungsi internal di Papua itu dikarenakan tiga hal. Natural disaster yaitu kekeringan; konflik horizontal; dan ketiga adalah serangan dari kelompok kriminal bersenjata,” jelas Wirya.
Namun, jawaban ini dianggap tidak lengkap. Wirya mengatakan, pemerintah dengan sengaja tidak menyinggung isu-isu yang bersinggungan dengan operasi militer TNI/POLRI di Papua.
“Padahal, kita tahu laporan dari masyarakat sipil dan media, mensinyalkan ketakutan masyarakat pada operasi militer Operasi keamanan yang besar-besaran di Papua,” kata Wirya lagi.
Amnesty menilai, hilangnya aspek ini merupakan salah satu cara pemerintah untuk mengkerdilkan isu keamanan di Papua.