Jakarta, Gatra.com – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Dr. Suhartoyo, S.H., M.H., menjelaskan, beberapa kewenangan MK, mulai dari pengujian pasal dari undang-undang terhadap UUD hingga Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden serta pihak yang berhak mengajukannya.
Suhartoyo dalam Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) Angkatan IX DPC Peradi Jakarta Barat (Jakbar)-STIH IBLAM secara daring pada Sabtu (15/3), mengatakan, pihak yang mempuyai kedudukan hukum atau legal standing mengajukan PHPU ini adalah calon presiden-wakil presiden (Capres-Cawapres).
“Para pihak dalam PHPU presiden dan wakil presiden adalah pasangan calon sebagai pemohon dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai termohon,” ujarnya.
Dengan demikian, tidak semua orang mempunyai legal standing untuk mengajukan permohonan PHPU di MK. “Ibu-Bapak sekalian tidak punya standing [mengajukan gugatan] karena bukan pasangan calon presiden dan wakil presiden,” ujarnya.
Selain para pihak, lanjut Suhartoyo selaku narasumber dalam PKPA yang dihelat dari Kantor DPC Peradi Jakbar ini, ada juga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan pihak terkait, yakni pasangan capres-cawapres yang dinyatakan sebagai pemenang Pilpres atau yang lolos ke putaran selanjutkan oleh KPU.
“Kalau Bawaslu sebagai pemberi keterangan yang akan menjelaskan hal-hal yang dipersoalkan oleh para pihak itu,” katanya.
Sedangkan pihak terkait, lanjut Suhartoyo, adalah capres-cawapres yang dinyatakan sebagai pemenang Pilpres atau yang lolos ke putan selanjutnya. Dia hadir karena merasa terganggu dengan adanya permohonan karena membahayakan kemenangannya.
Adapun objek yang menjadi sengketa dalam PHPU Pilpres adalah keputusan KPU atau penetapan perolehan suara hasil Pilpres yang dilakukan secara nasional oleh KPU.
“Tergugatnya sama selalu KPU, yang di-chalange selalu atau objeknya penetapan perolehan suara,” katanya.
Ia menjelaskan, penetapan atau keputusan KPU tersebut yang memengaruhi penetapan paslon presiden-wapres yang masuk ke putaran kedua jika terdapat tiga pasangan dan belum ada yang mendapatkan suara 50% plus 1 dalam Pilpres atau yang memenangkan Pilpres jika ada pasangan yang mendapat suara 50% plus 1.
“Kalau kemarin itu 3 pasang. Kalau tiga-tiganya belum ada 50% plus 1 bisa jadi KPU itu menetapkan 2 pasang yang masuk ke putaran kedua. Atau terpilihnya satu pasangan karena sudah melampaui 50% plus 1. Jadi ada dua yang bisa di-chalange,” katanya.
Ia menyampaikan, MK mempunyai empat kewenangan, yakni menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara, memutus pembubaran partai politik (Parpol), dan memutus perselisihan hasil Pemilu.
Sedangkan amar putusan MK adalah permohonan pemohon tidak dapat diterima (NO), permohonan dikabulkan untuk seluruhnya atau sebagian, permohonan ditolak untuk seluruhya, dan permohonan dikabulkan secara bersyarat termasuk menunda keberlakukan putusan.
Suhartoyo menyampaikan, sifat putusan MK bersifat final dan putusannya memperoleh kekuatan hukum (inkracht) tetap sejak selesai diucapkan (bukan dibacakan) dalam sidang pleno terbuka untuk umum.
“Putusan MK bersifat erga omnes atau berlaku secara umum. Putusan MA [Mahkamah Agung] itu hanya mengikat para pihak yang sengketa atau pengugat atau tergugat saja, sedangkan putusan MK dalam uji UU berlaku orga omnes,” katanya.