Jakarta, Gatra.com – Kuasa hukum Hendrew Sastra Husnandar (HSW), Benny Wullur, meminta penegak hukum mengusut dugaan kriminalisasi terhadap kliennya dan pencabutan putusan inkracht terkait perkara tanah di Menteng, Jakarta Pusat (Jakpus).
“Kami minta kepada para pihak yang berwenang untuk mengusut,” kata Benny dalam konferensi pers di kantornya di Citra Towers, Kemayoran, Jakpus, Kamis (14/3).
Selain itu, lanjut dia, pihaknya juga meminta perlindungan kepada Presiden, Menkopolhukam, Ketua Mahkamah Agung (MA) RI, Badan Pengawas (Bawas) MA RI, Komisi Yudisial (KY), dan Ombudsman.
Ia menyampaikan, menduga kliennya dikriminalisasi dengan dilaporkan oleh salah satu petinggi perusahaan pada sekitar tahun 2020 di Polda Metro Jaya (PMJ) sehingga menjadi tersangka.
Namun penyidikan perkara ini kemudian dihentikan dengan dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Nomor: B/7729/V/RES.1.9/2020/Direskrimum tertanggal 30 April 2020 karena tidak cukup bukti.
Selepas itu, kata Benny, pada tahun 2023, kliennya kembali dilaporkan di SPKT Bareskrim Polri berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/96/V/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI tertanggal 12 Mei 2023. Kali ini, laporan dilakukan petinggi perusahaan lainnya dan komisisari di perusahaan yang melaporkan sebelumnya. “Bapak Hendrew diduga telah dikriminalisasi sehingga menjadi tersangka,” ujarnya.
Atas status tersebut, Benny mengatakan, kliennya mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dengan nomor perkara: 21/Pid.Pra/2024/PN Jkt.Sel.
Hakim tunggal PN Jaksel pada 27 Februari 2024 memutuskan, menerima dan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor: SP.Sidik/825/X/RES.1.9./2023/Dittipideksus, tanggal 11 Oktober 2023 adalah tidak sah.
“Menyatakan Surat Ketetapan Nomor: S.Tap/01/I/RES.1.9./2024/Dittipideksus tanggal 11 Januari 2024 terhadap diri pemohon sebagai tersangka oleh termohon yang diajukan dalam Praperadilan ini adalah tidak sah,” ujarnya.
Pengadilan juga menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap Hendrew Sastra Husnandar oleh pihak Polri.
“Kriminalisasi terhadap klien saya yang mana klien saya sudah terima SP3 di Polda Metro Jaya, bisa diulang lagi pelaporan di Mabes Polri,” katanya.
Selain itu, Benny mempersoalkan bagaimana mungkin suatu putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht, bisa dicabut atau dibatalkan begitu saja.
Benny menjelaskan, perkara demi perkara kriminalisasi yang menimpa kliennya ini diduga terkait pembelian tanah di Menteng. Hendrew Sastra Husnandar merupakan pemilik sah dari tanah dengan alas hak berupa Hak Guna Bangunan (HGB) bekas Eigendom Nomor: 19766.
Adapun kronologi pembelian tanah hingga lahir sengketa, yakni awalnya Hendrew membeli sebidang tanah dari Ikatan Wanita Kristen Indonesia (IWKI) dengan alas hak berupa HGB bekas Eigendom Nomor: 19766.
Benny menyampaikan, bukti kepemilikan IWKI atas objek terperkara adalah berdasarkan bukti, yaitu Putusan No: 838 PK/Pdt/2001/MA.RI jo Putusan No: 2165K/Pdt/1998 jo Putusan No: 767/PDT/1996/PT.DKI jo Putusan No: 279/PDT.G/1995/PN.JKT. PST, dan Fatwah MA-RI No: KMA/132/II/2003 tanggal 28 februari 2003; Fatwah MA-RI No: KMA/224/IV/2004 tanggal 8 April 2004.
Jual-beli objek terperkara antara Hendrew Sastra Husnandar dengan IWKI adalah sebagaimana Akta Pengikatan Jual Beli No. 02 tanggal 12 Juli 2007 dan Akta Kuasa Menjual No. 03 tanggal 12 Juli 2007 yang dibuat oleh dan di hadapan Marijke Rooselien Sophaleuwakan.
“Pada 12 September 2007, objek tanah telah dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dari penguasaan Persekutuan Gereja Gereja di Indonesia (PGI),” katanya.
Tanah tersebut diserahkan kepada IWKI sebagaimana Penetapan No: 025/2003.Eks tanggal 7 September 2007, Berita Acara Eksekusi Pengosongan No: 025/2003.Eks tanggal 12 September 2007, dan Berita Acara Penyerahan No: 025/2003.Eks tanggal 12 September 2007.
“Dengan demikian pelaksanaan eksekusi tersebut memiliki kekuatan hukum yang mutlak dan mengikat,” katanya.
Kemudian, pada 30 Agustus 2007, IWKI mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) agar dilakukan eksekusi pengosongan terhadap objek terperkara, sehingga berdasarkan permohonan tersebut maka pada tanggal 7 September 2007, PN Jakpus telah menerbitkan Penetapan No: 025/2003.Eks guna melaksanakan eksekusi pengosongan terhadap objek tanah dari penguasaan PGI selaku termohon eksekusi.
Bahwa pada tanggal 12 September 2007, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengeksekusi dan mengosongkan objek terperkara sebagaimana Berita Acara Eksekusi Pengosongan No: 025/2003.Eks tanggal 12 September 2007.
“Selanjutnya, objek eksekusi tersebut telah diserahkan kepada IWKI sebagaimana Berita Acara Penyerahan No: 025/2003.Eks tanggal 12 September 2007,” ucapnya.
Benny mengungkapkan, tiba-tiba PT WWR mengklaim mempunyai hak atas tanah itu disertai oleh masuknya seseorang berinisial JSS dan menguasai tanah itu. PT WWR berdalih telah membeli tanah dari PT NHT melalui proses yang dianggapnya sebagai proses lelang sebagaimana Risalah Lelang No:RL-023/PL.II.12/2007 tanggal 13 September 2007 dan Surat Keterangan No:S.Ket.122/WPL. 03/PL-II.12/2007 tanggal 14 September 2007, sehingga PT WWR merasa memiliki tanah.
PT NHT mengaku membeli tanah tersebut dari PGI, yang mana PGI mendasarkan bahwa telah terjadi perdamaian dengan IWKI. Namun, sebetulnya surat perdamaian tersebut telah dinyatakan harus dikesampingkan oleh Fatwa MA, yang menyatakan bahwa yang lebih kuat adalah putusan hukum tetap (inkracht).
Menurut Benny, lelang tersebut sangat janggal karena pemegang saham PT WWR sebagai pemenang lelang. Adapun pemegang saham mayoritas WWR sama dengan yang ada di PT NHT. Perlu diketahui pula, PT WWR telah pula mengalihkan tanahnya kepada PT BIA. Pemegang saham PT BIA merupakan sebagaian besar pemegang saham di PT WW dan PT HHT.
“Proses lelang berjalan janggal karena atas tanah tersebut tidak pernah dipasang hak tanggungan dan terjadinya lelang melalui lelang sukarela dan terjadi dalam satu hari,” ujarnya.
Benny menyampaikan, Hendrew sebagai pembeli beritikad baik telah melakukan gugatan PMH terhadap IWKI, PGI, PT NHT, PT WWR, dan PT BIA. Gutatan a quo telah dikabulkan dan jual beli yang terjadi, baik dari awal sampai lelang telah dibatalkan oleh PN Jaksel dengan Nomor Perkara 754/Pdt.G/2021/PN Jkt.Pst Jo. No. 882/Pdt/2023/PT DKI dan telah pula dikeluarkan Surat Keterangan Telah Berkekuatan Hukum Tetap (Inkracht).
“Dengan dasar tersebut, telah dilakukan permohonan eksekusi dalam tahap aanmaning yang mana saat ini aanmaning belum diberitahukan kepada para pihak (di-pending) karena ada protes dari pihak tergugat yang menyatakan bahwa pemberitahuan secara offline belum dilakukan.
“Pihak yang protes mengaku sebagai pengacara baru dari pihak tergugat. Padahal, pemberitahuan telah diberitahukan melalui online kepada seluruh pihak,” ujarnya.
Benny mengungkapkan, pengacara lama pihak tergugat belum pernah ada pencabutan kuasa dan belum pernah ditunjukan adanya bukti asli adanya pencabutan kuasa terhadap kuasa lama, sehingga sudah seharusnya perkara ini tetap inkracht.
“Pihak tergugat PT BIA telah pula mengajukan gugatan di Bandung berkaitan dengan adanya gugatan di Jakarta tersebut, dengan perkara Nomor 322/Pdt.G/2022/PN Bdg,” katanya.
PN Bandung memutuskan bahwa Hendrew Sastra Husnandar adalah penggugat yang beritikad baik, sehingga gugatan PT BIA tersebut telah ditolak seluruhnya. Putusan ini telah dikuatkan di Pengadilan Tinggi Bandung dengan Register Nomor 352/Pdt/2023/PT Bdg dan telah diputus pada tanggal 06 Juli 2023, sehingga tidak ada upaya hukum lagi dan telah inkracht.
Selepas itu, pada 2020 Hendrew dilaporkan ke PMJ dan kasusnya di-SP3. Lantas pada 2023 dilaporkan lagi di Bareskrim Polri. PN Jaksel menyatakan penyidikan terhadap tersangka Hendrew tidak sah.
Bahwa pada tanggal 30 Januari 2024, kami menerima surat dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 948/PAN/W10.U1/HT2.4/1/2024, perihal Pencabutan Surat Keterangan Berkekuatan Hukum Tetap terhadap Putusan Nomor: 882.PDT/2023/PT DKI Jo. Nomor: 754/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst.
“Alasan pencabutan putusan a quo belum dilaksanakan secara patut adalah tidak mendasar karena sudah sangat jelas dan nyata akun e-Court Kuasa tingkat banding telah terdaftar dan tercatat dalam sistem e-Court Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” katanya.
Selanjutnya, atas isi putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 882/PDT/2023/PT DKI Jo. Nomor: 754/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst. telah diberitahukan dengan patut kepada para pihak pada tanggal 11 Oktober 2023 melalui e-Court para pihak.
“Bahwa sampai tenggang waktu dalam Undang-Undang yang berlaku, pihak lawan tidak mengajukan upaya hukum kasasi. Maka berdasarkan hal tersebut, perkara sudah benar dinyatakan inkracht,” katanya.
PN Jakspu telah mengeluarkan Surat Keterangan Berkekuatan Hukum Tetap (inkracht) Nomor: W10.U1/8490/HT.02/XI/2023/03, tertanggal 13 November 2023, atas Putusan Perkara Nomor: 882.PDT/2023/PT DKI Jo. Nomor: 754/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst.
“Bahwa setelah kami menerima Surat Keterangan Berkekuatan Hukum Tetap (inkracht) terhadap Putusan Nomor : 882.PDT/2023/PT DKI Jo. Nomor : 754/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst., maka selanjutnya kami mengajukan permohonan eksekusi dan dalam tahap awal yaitu permohonan Aanmaning,” katanya.
Sedangkan terhadap Surat dari PN Jakpus Nomor: 948/PAN/W10.U1/HT2.4/1/2024, perihal Pencabutan Surat Keterangan Berkekuatan Hukum Tetap, kata Benny, pihaknya telah mengajukan keberatan dan pengaduan secara tertulis berdasarkan surat Nomor: 008.11/BWA/I/2024 tanggal 30 Januari 2024 kepada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Cq. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Selain itu, pihaknya telah mengajukan pengaduan berdasarkan surat nomor: 012.11/BWA/II/2024 tanggal 28 Februari 2024 perihal: Pengaduan Terhadap Pencabutan Surat Keterangan Berkekuatan Hukum Tetap (Inkracht) kepada Badan Pengawas Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Selanjutnya, Surat Pengaduan Nomor: 012.11/BWA/II/2024 tanggal 28 Februari 2024 kepada Ketua Komisi Yudisial, dan Surat Pengaduan Nomor: 013.11/BWA/II/2024 tanggal 28 Februari 2024 kepada Ketua Panitera Muda Perdata MA RI.
“Bagaimana mungkun suatu putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap, inkracht, keterangannya bisa dicabut atau dibatalkan begitu saja,” tandasnya. Terkait ini, Gatra.com masih berupaya mengonfirmasi pihak terkait.