Jakarta, Gatra.com – Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia mencatat 10 isu strategis nasional mengenai hukum adat dan masyarakat hukum adat, baik terkait dengan penerapan KUHP baru dan pidana adat maupun beberapa peraturan perundang-undangan lainnya.
Ketua Umum (Ketum) APHA Indonesia, Prof. Dr. Laksanto Utomo, S.H., M.Hum., di Mahkamah Agung (MA), Jakarta, Kamis (14/3), mengatakan, isu strategis nasional tersebut terkait masih termarginalisasinya masyarakat adat di bidang ekonomi, kemiskinan, kurangnya akses terhadap layanan sosial, dan diskriminasi.
Adapun ke-10 isu strategis nasional yang menjadi catatan APHA Indonesia, yakni:
1. Secara filosofis penyelesaian sengketa dilakukan pada lembaga yang bukan berasal dari masyarakat adat.
2. KUHP tidak memberikan batasan yang jelas mengenai hukum yang mana yang diterapkan.
3. Setiap masyarakat adat mempunyai hukum yang berbeda. Ini mengandung multi interpretasi sehingga penggunaan living law dapat dilakukan secara semena-mena.
4. Adanya hukum adat yang berbeda hingga apabila seseorang hidup sehari-hari di bawah hukum adat dari lingkungan hukum adat, kemudian mengadakan hubungan dengan orang dari lingkungan adat lain akan menimbulkan persoalan hukum antaradat.
5. Substansi hukum adat diatur dalam Perda, apabila daerah pemerintah tidak mau mengatur maka hukum adat sulit diterapkan.
6. Sistem penyelesaian perkara-perkara adat berbeda secara formal.
7. Daya berlakunya putusan dalam perkara delik adat.
8. Bagaimana bentuk pengakuan negara terhadap putusan delik adat.
9. Formulasi Hukum Adat yang dilakukan oleh hakim belum tentu sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat adat.
10. KUHP baru ini memberikan atau mengembalikan hukum yang bersumber pada kearifan lokal dan mengembalikan keseimbangan dengan mengangkat hukum adat namun masih relatif sangat kecil.