Jakarta, Gatra.com – Kejasaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) menahan Kepala Dinas Kesehatan (Kadiskes) Provinsi Sumut, Alwi Mujahit (AMH); dan pihak swasta Robby Messa Nura (RMN). Mereka terancam hukuman mati.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sumut, Yos A. Tarigian, pada Rabu (13/3), menyampaikan, mereka ditahan dalam kasus dugaan korupsi Pengadaan Penyediaan Sarana, Prasarana Bahan, dan Peralatan Pendukung Covid-19 berupa Alat Perlindungan Diri (APD).
Kasus dugaan korupsi berupa penyelewengan dan penggelembungan (markup) harga APD itu pada Dinas Kesehatan (Diskes) Provinsi Sumut Tahun Anggaran 2020.
Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sumut menahan Alwi Mujahit dan Robby Messa Nura setelah menetapkan mereka sebagai tersangka dalam kasus korupsi APD Covid-19 tersebut.
“Kejati Sumut pada Rabu, 13 Maret 2024, telah menetapkan tersangka sekaligus melakukan penahanan terhadap dua orang,” ujarnya.
Penetapan Alwi Mujahit dan Robby Messa Nura masing-masing selaku pengguna anggaran dan rekanan pada proyek pengadaan APD Covid-19 tersebut setelah penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup.
Bukti permulaan yang cukup itu, lanjut Yos, di antaranya dari keterangan sejumlah saksi yang diperiksa oleh Tim Jaksa Penyidik Pidsus Kejati Sumut. Kasus ini sebelumnya dinaikkan ke tahap penyidikan.
Yos menyampaikan, Tim Jaksa Penyidik Pidsus Kejati Sumut langsung menahan tersangka Alwi Mujahit dan Robby Messa Nura demi efektivitas penyidikan serta berdasarkan pertimbangan objektif dan subjektif sebagaimana diatur dalam Pasal 21 KUHAP.
Kejati Sumut menahan kedua tersangka selama 20 hari ke depan. Kedua tersangka ditahan di dua tempat berbeda, yaitu Rumah Tahanan (Rutan) Pancur Batu dan di Rutan Labuhan Deli.
“Penahanan dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Tingkat Penyidikan,” katanya.
Yos menjelaskan, kronologi kasus dugaan korupsi pengadaan APD Covid-19 itu awalnya pada tahun 2020 dilakukan pengadaan APD dengan nilai kontrak sebesar Rp39.978.000.000 (Rp39,9 miliar).
Salah satu rangkaian dalam proses pengadaan tersebut, adalah penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB). Tersangka Alwi Muhajahit selaku Kadiskes Provinsi Sumut dan pengguna anggaran proyek tersebut menandatangani RAB.
“RAB diduga tidak disusun sesuai dengan ketentuan, sehingga nilai dalam RAB tersebut terjadi pemahalan harga/mark up yang cukup signifikan. Dalam pelaksanaannya, RAB tersebut diduga diberikan kepada tersangka RMN [Robby Messa Nura],” ujarnya.
Berdasarkan RAB yang diberikan tersangka Alwi Muhajit, tersangka Robby Messa Nura kemudian membuat penawaran harga yang tidak jauh berbeda dari RAB. Di samping itu, dalam pelaksanaan pengadaan tersebut diduga selain terjadi mark up, juga ada indikasi fiktif.
“Tidak sesuai spesifikasi serta tidak memiliki izin edar atau rekomendasi dari BNPB dan tidak dilaksanakannya ketentuan Perka LKPP Nomor 3 Tahun 2020 poin 5,” katanya.
Akibat perbuatan tersebut, berdasarkan hasil perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh tim auditor telah terjadi kerugian negara sebesar Rp24.007.295.676,80 (Rp24 miliar).
Kejati Sumut menyangka Alwi Mujahit dan Robby Messa Nura melanggar Pasal 2 Ayat (1) subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
“Mengingat Pasal 2 Ayat (2) UU Tipikor menegaskan bahwa dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan kepada tersangka,” katanya.
Yos menjelaskan, yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi.
Pemberatannya yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.
“Dalam hal ini, dugaan korupsi APD di Provinsi Sumatera Utara tahun 2020 dilakukan pada saat pandemi [Covid-19] global,” katanya.
Sedangkan untuk menelusuri dan membongkar aliran dana dari kasus dugaan korupsi APD Covid-19 itu ke sejumlah pihak, Tim Jaksa Penyidik Pidsus Kejati Sumut telah melakukan kerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK).