Home Nasional Akademisi UGM: Presiden 2024-2029 Susah Wujudkan Indonesia Emas, Tapi Lahirkan Indonesia Cemas

Akademisi UGM: Presiden 2024-2029 Susah Wujudkan Indonesia Emas, Tapi Lahirkan Indonesia Cemas

Sleman, Gatra.com – Sejumlah akademisi perguruan tinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta menilai pemimpin yang dihasilkan dari Pemilu 2024 akan sulit mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045 dan justru yang terbayang adalah kondisi Indonesia cemas.

Pernyataan sikap ini disampaikan akademisi dalam aksi ‘Kampus Menggugat: Tegakkan Etika dan Konstitusi, Perkuat Demokrasi’ yang digelar di Balairung Universitas Gadjah Mada (UGM), Selasa (12/3) siang.

Pernyataan dibacakan Guru Besar Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol, Wahyudi Kumorotomo. Selain UGM, civitas akademika dan alumni sejumlah kampus dan elemen masyarakat sipil berharap kembalinya penegakan etika dan konstitusi yang dinilai terkoyak selama lima tahun terakhir.

“Universitas adalah benteng etika dan akademisi adalah insan ilmu pengetahuan yang bertanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, menjaga keadaban (civility), dan mewujudkan keadilan dan kesejahteraan,” ucap Wahyudi.

Menurutnya, pendulum Reformasi berbalik arah sejak 17 Oktober 2019 saat munculnya revisi UU KPK dan diikuti pengesahan beberapa UU yang dipandang kontroversial, seperti UU Minerba dan UU Cipta Kerja.

“Pelanggaran etika dan konstitusi meningkat drastis menjelang Pemilu 2024 dan memperburuk kualitas kelembagaan formal maupun informal,” tegasnya.

Kemunduran kualitas kelembagaan ini dinilai menciptakan kendala pembangunan bagi siapapun Presiden Indonesia 2024-2029 dan periode selanjutnya. Konsekuensinya, Indonesia semakin sulit mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045 dan yang terbayang justru adalah Indonesia cemas.

Akademisi juga meminta pemegang kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif memegang teguh prinsip-prinsip demokrasi secara substansial dan menjunjung tinggi amanah konstitusi dalam menjalankan kekuasaan demi mewujudkan cita-cita Proklamasi dan janji Reformasi.

“Politik dinasti tidak boleh diberi ruang dalam sistem demokrasi. Berantas segala macam bentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tanpa mentolerir pelanggaran hukum, etika, dan moral dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara,” ujarnya.

Di akhir pernyataannya, Wahyudi menyatakan sebagai akademisi yang memahami hak dan tanggung jawab konstitusional, pihaknya mengetuk nurani segenap elemen masyarakat untuk bersinergi membangun kembali etika dan norma yang terkoyak dan mengembalikan marwah konstitusi.

Adapun Rektor Universitas Widya Mataram (UWM) Edy Suandi Hamid menyatakan lembaga pendidikan tinggi dan akademisi berperan dan bertanggung jawab bukan hanya dalam transfer ilmu pengetahuan.

“Tetapi juga untuk membangun peradaban untuk semua masyarakat, dan bahkan umat manusia. Karenanya, kampus dan akademisi tidak boleh eksklusif, berada di balik tirai atau tembok, harus terlibat dalam persoalan-persoalan kemasyarakatan dan kebangsaan yang terjadi di lingkungannya, bahkan global,” katanya.

Orasi juga disampaikan Wakil Rektor UGM Arie Sudjito dan sejumlah dosen UGM seperti Koentjoro, Zainal Arifin Mochtar, Amalinda Savirani, dan Ketua BEM UGM Nugroho Prasetyo Aditama, serta eks Ketua KPK Busyro Muqoddas.

112