Sleman, Gatra.com – Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria menyebut Indonesia akan memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara pada 2030. Keberadaan sembilan juta talenta digital saat itu menjadikan Indonesia menyumbang 30 persen pertumbuhan ekonomi digital ASEAN.
“Indonesia menjadi negara satu-satunya dengan populasi penduduk paling besar dengan pertumbuhan angkatan muda yang luar biasa. Sehingga pertumbuhan ekonomi digital Indonesia pada 2030 akan mencapai 366 juta USD,” kata Nezar di Universitas Gadjah Mada (UGM), Jumat (8/3) siang.
Di UGM, Nezar menjadi pembicara kunci dalam acara ‘Artificial Intelligence Publik Discussion: Moving Ethical AI from Voluntary Commitments to Binding Regulations’. Di diskusi ini, Fakultas Filsafat UGM dan Kemkominfo membahas etika dalam penggunaan dan pengembangan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) di masa depan.
Nezar menyatakan pertumbuhan ekonomi digital negara-negara di Asia Tenggara diprediksi akan tumbuh pesat hingga menembus 1 triliun USD. Dengan pertumbuhan ini, sumbangsih pertumbuhan ekonomi digital Indonesia sebesar 30 persen.
Jika melihat pertumbuhan ekonomi digital yang kini menyumbang 10 persen dari pendapatan domestik bruto (PDB) nasional, Nezar menegaskan capaian ini selaras dengan strategi ekonomi digital yang ditempuh pemerintah.
“Bicara tentang ekonomi digital, maka kita bicara tentang penggunaan AI di sektor teknologi. Sehingga di 2030 kita membutuhkan sekitar 9 juta talenta digital yang artinya dari level proses angkatan kerja kita sudah siap karena saat itu pertumbuhan angkatan muda kita mencapai 40 persen dari total populasi,” ujarnya.
Namun yang sekarang ini menjadi hal terpenting adalah penggunaan dan pengembangan teknologi AI harus berpijak pada etika. Ia berharap kecerdasan AI yang digunakan oleh sektor-sektor industri menghasilkan ketidakharmonisan dan menyebarkan diskriminasi di masyarakat.
Pada Desember 2023, Kemkominfo telah mengeluarkan surat edaran terkait penerapan etika dalam pengembangan AI. Hal ini akan menjadi panduan dalam penggunaan AI dari aspek etika, nilai, dan prinsip lokalitas sehingga tidak menghadirkan dampak negatif sosial ekonomi, budaya, serta politik.
“Kehadiran center of ethic di UGM ini bertujuan melakukan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu yang kaitannya meminimalisasi risiko-risiko yang merendahkan nilai-nilai dasar kemanusiaan oleh teknologi AI,” katanya.
Panduan etik di teknologi AI, menurut Nezar, sudah disepakati 180 negara yang dikumpulkan UNESCO di Slovenia. Kesepakatan ini diambil sebelum AI berkembang pesat hingga bisa berpikir dan bertindak sendiri.
Melalui langkah ini, UNESCO mengajak masyarakat dunia mengadopsi nilai-nilai dasar dan tata kelola di setiap negara dalam mengembangkan AI, termasuk bersumber dari nilai-nilai Pancasila.