Jakarta, Gatra.com - Chief Operating Officer (COO) Miss Universe Indonesia, Andaria Sarah Dewia alias Sarah Hendra Praja divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap sejumlah finalis Miss Universe Indonesia 2023.
Majelis hakim meyakini, Sarah telah melanggar pasal 14 ayat 1 huruf a juncto pasal 15 ayat 1 huruf e UU no 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Hal ini dibuktikan dengan kesaksian dari para korban dan Provincial Director Miss Universe Indonesia Bali, Sally Giovanny yang menyatakan keberatannya setelah Sarah mengaku telah mendapat izin untuk mengambil gambar saat “body checking”.
“Menimbang bahwa atas keberatan yang dimaksud dan terdakwa juga telah melakukan penghapusan foto yang sebelumnya disimpan dalam handphone miliknya. Karena, terdakwa juga meminta maaf akan perbuatannya pada para finalis Miss Universe Indonesia 2023 dan para provincial director,” ucap hakim saat membacakan pertimbangan putusan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (8/3).
Atas rangkaian pertimbangan di atas, majelis hakim meyakini perbuatan Sarah telah memenuhi unsur perbuatan di luar kehendak tanpa persetujuan orang yang menjadi objek perekaman atau gambar atau tangkapan layar telah terbukti.
Majelis hakim menyatakan Sarah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pelecehan seksual berbasis elektronik kepada para korban. Perbuatannya ini dinilai telah mengakibatkan trauma pada korban. Dan, selama persidangan, hakim menilai Sarah tidak mengakui kesalahannya. Kedua ini menjadi hal memberatkan untuknya.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 4 bulan dan denda sebesar Rp100 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” ucap hakim membacakan amar putusan.
Selain itu, Sarah juga dijatuhkan pidana tambahan untuk membayarkan restitusi senilai Rp 738.877.500,00. Jika jumlah ini tidak bisa dibayarkan, Sarah divonis tambahan pidana berupa 3 bulan penjara. Sementara, sisa uang restitusi yang belum terbayarkan akan dipenuhi oleh negara.
Usai persidangan, penasehat hukum para korban, Mellisa Anggraini menyampaikan kekecewaannya terhadap putusan vonis hakim. Menurutnya, vonis yang diterima Sarah terlalu rendah padahal semua unsur materiil telah terbukti.
Mellisa juga menyampaikan, persidangan ini masih belum menghilangkan kekhawatiran para korban.
“Satu hal lagi yang fatal dan ini sebenarnya alasan para korban melaporkan hal ini bahwa ada kekhawatiran video atau foto-foto yang diambil itu akan tersebar luas,” ucap Mellisa Anggraini usai persidangan.
Ia menyampaikan, kekhawatiran ini tetap tidak terjawab meskipun jaksa penuntut umum sempat menghadirkan ahli digital forensik dalam persidangan.
“Pada saat dihadirkan ahli digital forensik, itu dia hanya menyampaikan oh benar ada foto 17 itu diambil di kamera tersebut. Namun, dia tidak menjelaskan apakah tertransmisikan atau tidak,” jelas Mellisa.
Ia pun menyayangkan sikap jaksa yang tidak mempertanyakan soal transmisi foto kepada ahli. Lalu, usai persidangan saat itu, Mellisa mengaku menghampiri saksi ahli tersebut untuk bertanya langsung.
“Jawaban dari ahli digital forensik adalah bahwa Polda memberikan ruang lingkup tidak sejauh itu. Jadi, dia hanya memeriksa foto itu ada atau tidak, tapi tidak memeriksa foto itu sudah tertransmisikan atau tidak,” ungkap Mellisa.
Berdasarkan proses persidangan yang telah berlangsung, Mellisa menilai aparat hukum belum memiliki komitmen yang kuat dan tegas untuk menegakkan keadilan sesuai yang diamankan UU TPKS.