Home Ekonomi Kementerian ESDM Tepis Kabar HGBT untuk Pendapatan Negara Hilang

Kementerian ESDM Tepis Kabar HGBT untuk Pendapatan Negara Hilang

Jakarta, Gatra.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) buka suara terkait kabar adanya potensi kehilangan penerimaan negara akibat kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang diperkirakan mencapai US$1 miliar.

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menyangkal terkait kabar hilangnya penerimaan negara tersebut. Hal itu ia sampaikan usai menghadiri acara Rembuk Nasional Transisi Energi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, hari ini, Rabu (6/3).

Baca juga: Jamin Keberlanjutan Bisnis dan Tingkatkan Pemanfaatan Gas Domestik, Ini Tiga Strategi Prioritas PGN

“Tidak tidak ada yang hilang," ujar Dadan. Namun ia tak menapik bahwa adanya penurunan penerimaan negara akibat dari kebijkan HGBT. Menurutnya, kebijakan HGBT memang untuk dimanfaakan oleh industri sehingga daya saing industri di tanah air dapat meningkat dan tumbuh.

Terlebih kata Dadan, Pemerintah menginginkan industri maju sehingga dukungan melalui kebijakan HGBT sesuai dengan pengalokasian anggaran. Ia juga menambahkan bahwa, kebijakan tersebut juga dapat dimanfaatkan oleh industri sehingga daya saing industri terus tumbuh dan tidak adanya badai pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Kita ingin industri maju kita ingin juga nanti sesuai dengan yang dialokasikan, kan memang betul terjadi penurunan penerimaan dari sisi pemerintah memang betul dari sisi itu. Bukan hilang artinya,” imbuhnya.

Baca juga: Pemerintah Komitmen Tingkatkan Produksi Migas dan Stabilkan Pasokan BBM

Sebagaimana diketahui, beberapa waktu lalu SKK Migas mengungkapkan bahwa ada lebih dari US$1 miliar atau sekitar Rp15,67 triliun (asumsi kurs Rp15.667 per dolar AS) potensi penerimaan negara yang hilang akibat kebijakan harga gas bumi tertentu atau HGBT sepanjang 2023.

Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Chairi mengatakan, potensi hilangnya pendapatan negara itu masih dalam hitung-hitungan awal dan perlu rekonsiliasi lanjutan.

82