Jakarta, Gatra.com - Mantan Dirut Pertamina Galaila Karen Agustiawan mengaku kecewa dengan keputusan majelis hakim yang menolak nota keberatan yang diajukannya, pada persidangan kasus dugaan korupsi pembelian liquefied natural gas (LNG) atau gas alam cair.
"Yang namanya eksepsi ditolak, ya pasti ada kecewa," kata Karen seusai persidangan di PN Tipikor Jakarta, Senin (4/3).
Karen juga mengaku kecewa karena seharusnya dia mendapatkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kerugian negara dalam kasus tersebut. Padahal sebagai terdakwa seharusnya dia dapat memperoleh laporan tersebut.
"Saya agak kaget waktu kami seolah-olah kok tidak boleh mendapatkan laporan BPK, padahal itu merupakan barang bukti dakwaan. Dan, saya pikir kalau misalnya laporan BPK atas kerugian negara itu saya sebagai terdakwa harus mendapatkannya, karena ini kan bagaimana cara menghitungnya," kata Karen.
"Dan seperti yang tadi, Pak penasehat hukum sampaikan bahwa ini harus fair trial ya, jadi yang saya harapkan ini juga fair trial, dan saya juga ingin mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya. Cuman saya tadi tersenyum aja kan," tambahnya.
Dia berharap mendapat keadilan dalam kasus tersebut. Dia menyebutkan kalau saat itu posisinya sebagai CEO Pertamina merupakan wanita pertama, yang dijadikan tersangka atas kontrak yang sudah tak berlaku.
"Kalau dulu mungkin waktu saya diangkat menjadi Dirut, saya ini adalah sampai masuk ke MURI, wanita pertama menjadi CEO di dunia migas. Dan sekarang saya juga ketawa, ini bisa-bisanya nanti saya adalah CEO pertama, wanita, yang dijadikan tersangka atas kontrak yang sudah tidak berlaku. Jadi ada conflicting nih, bahwa ada orang menjadi tersangka atas kontrak ya sudah tidak berlaku," tambahnya.
Karen mengaku keberatan dengan dakwaan jaksa karena merasa didakwa dalam kasus sebuah kontrak yang sudah dirubah dan dituduh menyalahgunakan kontrak.
Karen justru mempertanyakan tuduhan posisinya yang disebutkan akibat kontrak tersebut merugikan. Menurutnya, kontrak itu justru telah meraup keuntungan sekitar US$92 juta pada akhir Desember 2023, dan pada 2030 prognosa keuntungannya sekitar US$218 juta. Sedangkan masa kontrak masih akan berlangsung hingga 2040.
Baca Juga: Pakar Hukum Nilai Perkara LNG Karen Agustiawan adalah Perdata dan Prematur
Karen juga mengaku diperlakukan tidak adil ketika perusahaan (pertamina) disebutkan rugi akibat kontrak tersebut, justru dipersalahkan dan saat ini menjalani persidangan. Namun ketika saat ini kontraknya justru menguntungkan, tapi kontrak tidak mau dibatalkan dan malah tetap dijadikan sebagai terdakwa.
“Sekarang (ketika) saya masuk rugi, katanya gara-gara saya. Nah, sekarang untung dan saya masih di dalam (ditahan). Mestinya konsekuen, kalau rugi saya di tahan, kalau untung ya dikasih ke saya gitu, loh (dikeluarkan),” katanya.
Sebelumnya, ketua majelis hakim Maryono memerintahkan jaksa untuk menghadirkan saksi dalam sidang selanjutnya. Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi akan digelar Senin (18/3) depan.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menolak nota keberatan atau eksepsi yang diajukan mantan Dirut Pertamina Galaila Karen Agustiawan.
Sidang kasus dugaan korupsi terkait pembelian liquefied natural gas (LNG) atau gas alam cair itu lanjut ke tahap pembuktian.
"Mengadili, satu, menyatakan nota keberatan Terdakwa Galaila Karen Agustiawan dan dari tim penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima," Kata ketua majelis hakim Maryono, dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Senin (4/3).
Hakim menyatakan surat dakwaan yang dibuat jaksa KPK terhadap Karen telah cermat dan lengkap. Hakim memerintahkan jaksa menghadirkan saksi dan membuktikan dakwaannya dalam persidangan selanjutnya.
"Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi nomor 12/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt.Pst atas nama Terdakwa Galaila Karen Agustiawan berdasarkan surat dakwaan penuntut umum tersebut," ujar hakim.