Jakarta, Gatra.com - Indonesia merupakan salah satu negara yang menggantungkan beras sebagai bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduknya. Nasi seolah-olah menjadi satu satunya makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Bahkan belum dikatakan makan, kalau belum makan nasi, walaupun sudah makan makanan jenis karbohidrat yang lain.
Demikian sentralnya beras bagi masyarakat Indonesia membuat beras menjadi komoditi yang sangat penting bahkan seringkali menjadi komoditi politik. Pergerakan harga beras harus benar-benar terkontrol oleh pemerintah. Kenaikan harga beras sedikit saja akan membuat masalah bagi semua pemangku kepentingan di negeri ini. Bahkan Presiden Soekarno saat berpidato pada peletakan batu pertama pembangunan Gedung Fakultas Pertanian Universitas Indonesia di Bogor pada 27 April 1952 melontarkan pernyataan profetik bahwa ”urusan pangan adalah hidup-matinya sebuah bangsa”. Pernyataan itu kemudian terlegitimasi oleh hasil penelitian Food and Agriculture Organization (FAO) pada 2000.
Kebutuhan dan hasil produksi beras di Indonesia
Kebutuhan adalah segala sesuatu yang diperlukan manusia dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup guna mencapai taraf hidup sejahtera. Pada prinsipnya, kebutuhan setiap orang berbeda-beda dan terus berkembang sejalan bertambahnya usia. Kebutuhan manusia terhadap benda atau jasa dapat memberikan kepuasaan kepada manusia itu sendiri, baik kepuasaan jasmani maupun kepuasaan rohani.
Beras merupakan makanan pokok bagi hampir seluruh masyarakat inonesia, oleh krena itu beras merupakan komoditas pangan strategis yang harus dijamin ketersediaannya karena sangat mempengaruhi kondisi ekonomi, sosial dan pembangunan nasional, bahkan mengingat beras merupakan komditas strategis, untuk pengaturannya diperlukan intervensi dari pemerintah. Hal ini menunjukan bahwa ketersediaan beras merupakan aspek penting dalam pembangunan ketahanan pangan nasional, sehingga ketersediaannya perlu untuk diperhatikan.
Mengenai harga beras, seperti normalnya komuditas yang lain, faktor utama yang menyebabkan kenaikan dan atau penurunan harga beras, adalah tentang ketersediaan beras yang ada di masyarakat. Sementara untuk bisa mengetahui kelebihan atau kekurangan ketersediaan beras yang ada di masyarakat kita harus membandingkan antara jumlah ketersediaan beras dalam negeri (produksi beras dalam negeri) dibandingkan dengan jumlah kebutuhan beras dalam negeri. Data historis selama ini menunjukkan bahwa produksi beras dalam negeri masih belum bisa mencukupi kebutuhan beras dalam negeri, sehingga Indonesia masih harus import beras dari negara lain.
Menurut grafik dibawah ini, perbandingan antara jumlah produksi beras dan kebutuhan konsumsi beras di Indonesia tahun 2020 – 2023. Bisa dilihat bahwa posisi antara produksi dan konsumsi masih terjadi defisit, sehingga diperlukan import untuk mencukupi kekurangannya.
Menurut Rudi Purwanto ahli agronomi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), mengatakan setiap orang Indonesia membutuhkan rata-rata 130 kilogram beras per tahun, sehingga utk memenuhi jumalh penduduk sekitar 270 juta, diperlukan beras lebih dari 35 juta ton per tahun, hal ini telah membuat rakyat Indonesia menjadi konsumen beras terbesar di dunia. Sehingga meskipun produktivitas lahan pertanian di Indonesia relative tinggi, namun mengingat besarnya konsumsi penduduk Indonesia membuat produksi pangan, khususnya beras sampai sekarang masih belum bisa mencukupi.
Sementara menurut data dari BPS, Total produksi padi di Indonesia selama 2022 sekitar 54,75 juta ton GKG, atau meningkat sebesar 333,68 ribu ton (0,61 persen) dibandingkan 2021. Jika dilihat lebih rinci, peningkatan produksi padi tertinggi terjadi pada bulan November 2022, yaitu lebih tinggi sekitar 0,39 juta ton dibandingkan November 2021. Sementara itu, penurunan produksi padi yang cukup signifikan terjadi pada bulan Juli 2022, yaitu sebesar 0,80 juta ton dibandingkan produksi padi pada Juli 2021.
Produksi padi tertinggi pada 2022 terjadi pada Maret, yaitu mencapai 9,54 juta ton dan produksi terendah terjadi pada Desember, yaitu sebesar 1,93 juta ton GKG. Hal ini sejalan dengan kondisi 2021, di mana produksi padi tertinggi juga terjadi pada bulan Maret, yaitu sebesar 9,67 juta ton, sedangkan produksi terendah terjadi pada bulan Desember, yaitu sebesar 2,04 juta ton.
Jika produksi padi tersebut diatas dikonversikan menjadi produksi beras untuk konsumsi pangan penduduk, produksi padi pada 2022 setara dengan 34,54 juta ton beras, atau meningkat sebesar 184,50 ribu ton (0,59%) dibandingkan dengan produksi beras pada 2021. Sejalan dengan produksi padi, produksi beras terbesar pada 2022 terjadi di Maret, yaitu sekitar 5,49 juta ton beras.
Dengan demikian, produksi beras sebesar sekitar 34,54 juta ton, dimana kebutuhan beras untuk Indonesia jumlahnya sebesar sekitar 35 juta ton, sehingga antara kebutuhan beras dalam negeri dengan keampuan produksi beras dalam negeri masih terjadi defisit peresediaan beras yang harus ditutup melalui Import.
Mengapa harga beras tinggi ?
Harga beras seperti juga harga komoditi yang lainnya akan mengikuti hukum supply and demand. Apabila demand lebih tinggi dari supply, maka harga akan cenderung naik, sebaliknya jika demand lebih rendah dari supply harga akan cenderung turun. Kenaikan harga yang tinggi dan tidak wajar akan terjadi apabila terjadi kelangkaan akan barang tersebut.
Kenaikan harga beras yang terjadi kali ini bukan hanya monopoli untuk beras premium saja, tetapi terjadi baik untuk beras premium maupun beras medium, harga rata rata naik dan semakin tidak terkendali. Kenaikan harga beras termasuk pada jenis beras hitam, beras coklat, meras merah dan beras putih, semua secara kompak harganya naik.
Perlu dijelaskan bahwa beras hitam adalah kumpulan berbagai jenis beras dari spesies Oryza sativa L., termasuk beberapa di antaranya yakni beras ketan. Nasi hitam memiliki tekstur lengket dan rasa gurih seperti kacang sehingga cocok untuk diolah menjadi bubur, makanan penutup, dan kue beras hitam tradisional. Pada Januari 2023 hampir semua jenis beras mengalami knaikan harga yang tinggi sekali, terutama beras hitam mengalami kenikan yang paling tinggi yaitu 38%, sedikit menurun kenaikannya di Februari.
Beras putih dan coklat berasal dari varietas yang sama, tetapi pengolahan pasca panennya yang berbeda. Setelah dipanen, beras ditumbuk dengan lesung atau digiling untuk mengupas sekam (kulit terluar beras) untuk menghasilkan beras coklat. Berbeda dengan beras putih, beras coklat masih mengandung bekatul (bran) dan germ yang kaya akan nutrisi. Beras putih, yang merupakan beras yang paling banyak di konsumsi masyarakat Indonesia mengalami kenaikan yang juga tinggi sekitar 22% di Januari dan sedikit menurun pada Februari. Disusul kenaikan berikutnya pada beras merah dan beras cokelat, sebesar 16% dan 6% pada Januari dan 12% dan 7% di Februari 2023.
Selengkapnya tentang prosentase kenaikan harga beras bisa dilihat dalam grafik dibawah ini :
Seperti yang disampaikan oleh Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Bidang Perekonomian Edy Priyono, membeberkan alasan harga beras mahal saat ini terjadi karena suplai yang menurun. Edy menjelaskan produksi beras tergantung pada musim. Pada Januari - Februari produksi memang cenderung kecil, sehingga harga beras pada awal 2024 ini cenderung relatif tinggi. Selain itu juga ada faktor fenomena cuaca El Nino yang terjadi dari tahun lalu, membuat masa tanam padi turun, bahkan ada yang sampai gagal tanam di sejumlah daerah.
Edy menjelaskan rendahnya produksi juga sudah diproyeksikan BPS sejak November lalu, di bawah 2,5 juta ton. Artinya ada kekurangan suplai yang akan terjadi yang membuat harga beras akan melonjak. Sayangnya pemerintah kurang antisipasi atas prediksi kekuarngan supply beras saat ini, sehingga mengakibatkan kurangnya supply dan oleh karenanya harga beras menjadi naik.
Sebagai informasi, sebenarnya berdasarkan Peraturan Badan Pangan Nasional No 7/2023, HET beras berlaku sejak Maret 2023 adalah Rp10.900/kg medium, sedangkan beras premium Rp13.900/kg untuk Zona 1 yang meliputi Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi. Sementara, HET beras di Zona 2 meliputi Sumatra selain Lampung dan Sumsel, NTT, dan Kalimantan dipatok Rp11.500/kg medium dan beras premium Rp 14.400/kg. Sementara di zona ke-3 meliputi Maluku dan Papua, HET beras medium sebesar Rp11.800/kg, dan untuk beras premium sebesar Rp14.800/kg. Patokan HET seperti itu saat ini sudah terlampaui pada semua zona, dengan kenaikan harga beras yang rata rata mencapai lebih dari 20%, Sebagian besar di akibatkan oleh kurangnya pasokan beras di dalam negeri.
Apakah kenaikan harga beras karena beredarnya beras bansos ?
Banyak Masyarakat berspekulasi dan berkembang narasi bahwa tingginya harga beras akhir akhir ini diakibatkan oleh Bantuan Sosial (BANSOS) besar besaran yang dilakukan oleh pemerintah, yang diserahkan langsung oleh Presiden Republik Indonesia, di akhir 2022 dan awal 2023.
Namun spekulasi atau tersebut kurang berdasarkan teori dan fakta yang ada. Secara teori, pemberian bansos pada dasarnya tidak menggeser kurva permintaan ke kanan atau menambah permintaan beras oleh masyarakat. Tanpa bansospun, masyarakat tetap akan mengkonsumsi beras itu dengan membeli sendiri. Dengan adanya bansos uang masyarakat penerima bansos tetap utuh, uang tersebut dipergunakan untuk membeli keperluan yang lain.
Jadi yang bergeser karena adanya bansos adalah pendapatan disposable rakyat, bukannya kurva permintaan beras. Jika permintaan beras tidak bergeser, cateris paribus, harga tidak akan berubah, sehingga kenaikan harga itu diakibatkan oleh sebab yang lain.
Ditambah dengan pengakuan Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi, tidak ada kertekaitan antara bantuan pangan beras dengan distribusi beras program stabilisasi harga dan pasokan pangan (SPHP). Pasalnya, Bulog telah mengalokasikan volume beras secara terpisah untuk kedua program populis tersebut. "Jadi tidak ada alasan bantuan pangan bikin stok atau penyaluran SPHP jadi sulit," kata Bayu di Kantor Perum Bulog, Selasa (13/2/2024).
Bayu menjelaskan, program bantuan beras maupun penyaluran SPHP sama-sama menggunakan beras impor yang didatangkan oleh Bulog. Adapun pemerintah telah menetapkan kuota impor beras tahun ini sebanyak 2 juta ton. Pemerintah mengalokasikan sekitar 220.000 ton beras impor untuk bantuan pangan beras yang dibagikan kepada 22 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) setiap bulannya. Sementara SPHP dialokasikan sekitar 100.000 ton per bulan. Namun, aturan SPHP terbaru telah diubah untuk penyaluran sampai Maret 2024.
Secara fakta, harga beras dunia memang sedang naik tinggi. Melihat data Organisasi Pangan dan Pertanian PBB yaitu FAO, yang bisa dilihat dari indeks harga beras yg disebut FARPI, atau the FAO All Rice Price Index, pada Januari 2024 angka FARPI adalah 142,8, dimana pada Januari 2023 angkanya 126,4. Artinya, harga beras dunia secara rerata memang naik sebesar 13 % sejak Januari 2023-Januari 2024. Angka FARPI Januari 2024 itu bahkan merupakan angka tertinggi sejak 2008.
Kenaikan harga beras yang drastis ini, dipicu antara lain oleh, pertama, larangan ekspor beras varietas non-basmati oleh India per 21 Juli 2023. Larangan ini ditambah dengan restriksi ekspor lain yaitu penerapan harga dasar ekspor US$950 per metrik ton (MT) terhadap beras basmati dan 20% tarif terhadap ekspor beras setengah matang. India saat ini merupakan eksportir beras terbesar dunia dengan menguasai lebih dari 40% pasar. India bahkan menyalip Thailand sebagai eksportir terbesar mulai 2011. Dengan adanya restriksi ekspor India membuat 9 juta MT beras menghilang dari pasar global sehingga harga melonjak.
Kedua, terjadi El Nino sehingga produksi beras di berbagai negara turun. S&P memperkirakan produksi India turun dari 135,5 juta MT tahun lalu menjadi 128 juta MT. Pemerintah Thailand memroyeksikan penurunan produksi 6% selama 2023-2024. Dengan demikian, wajar jika harga beras di Indonesia juga melonjak. Untuk mengurangi dampak buruk kenaikan beras ini bagi rakyat, pemerintah perlu segera menggelontor pasar dengan cadangan beras Bulog. Operasi pasar ini bisa mengurangi skala kenaikan harga. Spekulasi dan narasi tentang kenaikan harga beras karena pemberian bansos itu bertentangan dengan teori dan fakta yang ada,
Atas terjadinya kelangkaan beras yang terjadi saat ini yang mengakibatkan naiknya harga beras, yang disebabkab oleh kurangnya ketersediaan beras di masyarakat, pemerintah sedang berusaha untuk menjamin pasokan beras di dalam negeri tercukupi sesuai kebutuhan. Berdasarkan hasil rapat bersama Presiden Jokowi dan sejumlah menteri lainnya pada Senin (12/2/2024), telah diputuskan bahwa beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) akan diperbanyak peredarannya untuk membantu mengisi kekurangan stok di pasar, swalayan dan ritel modern. “SPHP ditingkatkan. Dari biasanya sekitar 150 ribu ton, dinaikkan jadi ke 250 ribu ton. Kemudian distribusinya diper¬mudah,” ujarnya.
Bahkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, demi mempermudah distribusi, beras tersebut akan di-repacking ke dalam kemasan 5 kilogram (kg). Sesuai dengan kemasan SPHP yang biasanya masuk ke ritel-ritel. Untuk beberapa wilayah, didistribusi, silakan pakai kiloan yang lebih besar dan di lapangan diberi kesempatan untuk dilakukan repacking.
Masalah harga beras yang terus melambung ini harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah mengingat bahwa tinggal dalam hitungan hari, akan memasuki bulan Ramadhan dan dilanjut dengan Hari Raya Idul Fitri, semua bahan pokok harus tersedia secara cukup dengan harga yang wajar.
Budi Wiyono, pemerhati masalah ekonomi dan sosial, tinggal di Jakarta