Ungaran, Gatra.com - Pengadilan Negeri (PN) Ungaran menggelar sidang gugatan praperadilan sah tidaknya penetapan tersangka terhadap Slamet, seorang pedagang kelontong dan bensin eceran, warga Desa Jatirunggo, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (26/2).
Dalam sidang ini, pihak termohon dari Polres Semarang juga nampak hadir mengikuti proses persidangan hingga selesai.
Sidang tersebut digelar pukul 10.00 WIB di ruang sidang PN Ungaran dipimpin Hakim tunggal Dr. Nur Kholis, SH, MH,. Hadir dalam persidangan tim pengacara pemohon dari Kantor Hukum Khaerul Umam & Rekan.
Ditemui usai sidang, Kuasa Hukum terdakwa, Khaerul Umam, SHI, MH mengatakan, kliennya ditetapkan tersangka oleh penyidik Polres Semarang pada Selasa 16 Januari 2024 dengan tuduhan penyalahgunaan BBM bersubdi sebagaimana diatur dalam pasal 40 UU RI No.6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta kerja menjadi Undang undang, atas perubahan pasal 55 Undang undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi.
Menurutnya, penetapan tersangka merupakan kewenangan dari penyidik, akan tetapi secara prosedural dengan disiplin hukum acara pidana, dua alat bukti dalam kasus ini belum terpenuhi, sehingga penetapan tersangka terhadap kliennya adalah tidak sah.
Khaerul mengungkapkan, kliennya berjualan bensin (pertalite) eceran untuk menambah ekonomi keluarga yang dibeli dari SPBU menggunakan mobil Carry tua secara normal dan tidak dimodifikasi.
"Keluarga mengajukan penangguhan penahanan tidak dikabulkan, artinya ini adalah kriminalisasi terhadap masyarakat kecil yang notabene pedagang pertalite itu adalah hukum atau budaya yang sudah menjadi lazim ditengah masyarakat,” ujarnya.
Dengan berjualan pertalite tersebut, kata Khaerul, masyarakat dan pemerintah sebenarnya terbantu dengan pendistribusian BBM, artinya tidak ada keresahan, gangguan atau apapun yang timbul ditengah masyarakat.
"Artinya ini adalah upaya kriminalisasi terhadap lemahnya penegakan hukum, ringkihnya supermasi hukum yang ada, yang seharusnya mafia migas itu yang ditangkap, tetapi hari ini masyarakat kecil yang menjadi korban," ucap Khaerul yang juga Ketua Lembaga Bantuan Hukum Gerakan Satu Ibu Pertiwi (LBH GSIP) Semarang.
Menurut Ketua Lembaga Hukum LBH Sidorejo Law Budi Purnomo SH, di Indonesia, tentunya sudah tidak asing lagi dengan istilah hukum yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah atau hukum tebang pilih.
“Kejadian ini sering terjadi di depan mata kita, bahkan lebih parahnya sering ditayangkan di Media televisi dan beberapa media cetak dan online,” katanya.
Dia berharap, upaya praperadilan yang dilakukan bisa dikabulkan, sehingga kliennya bisa dibebaskan dari tahanan karena merupakan tulang punggung keluarga.
“Sehingga kasus tersebut tidak menjadi preseden buruk lagi terhadap penegakan hukum di masyarakat,” katanya.
Juru Bicara Pengadilan Negeri Ungaran, Raden Anggara Kurniawan menyampaikan, sidang praperadilan kali ini merupakan sidang ketiga dan sudah masuk ke tahap pembuktian dengan menghadirkan saksi dari pihak pemohon.
"Jadi ini ada pengajuan praperadilan atas nama pemohon Slamet yang dalam ini diwakili pak Khaerul Umam dan Ibu Uni melawan Polres Semarang dalam hal sah tidaknya penangkapan penahanan dan penetapan tersangka daripada Slamet bin Almarhum Sumidi. Ini sudah sidang ketiga, putusannya akan dilangsungkan pada hari Rabu 28 Februari 2024 jam 10.00 WIB," terangnya.