Jakarta, Gatra.com- Wakil Presiden Eksekutif, Kepala Direktorat Group Advisory Indonesia Infrastructure Finance (IIF), Irman Boyle mengatakan, saat ini di lapangan setidaknya ada dua sikap investor berinvestasi di Ibu Kota Nusantara (IKN). Pertama, ingin melakukan proyek percontohan dengan harapan dapat diperluas ke proyek dengan keyakinan terhadap regulasi dan komitmen dari Pemerintah. Kedua, masih menunggu adanya kepastian jaminan (underwrite) dari Pemerintah.
“Mau nggak mau kunci untuk mendapatkan Rp600 triliun dalam 5 tahun dan mendapatkan 2 juta populasi, Pemerintah harus underwrite pembiayaan, modal utama politik harus komitmen 15 tahun berikutnya, bukan hanya 5 tahun,” ungkap Irman dalam Seminar Dentons HPRP Law and Regulations Outlook 2024: “Menuju Ibukota Baru Nusantara: Pembiayaan dan Kesiapan Infrastruktur” di Hotel Shangri-La Jakarta, Jakarta,
Senin (26/2).
Selain itu, menurutnya, kapasitas birokrasi harus sama, mulai dari Menteri, Direktur hingga Kasubdit untuk siap memberikan kemudahan fisik, perizinan sampai bisa mencapai financial close.
Baca juga: Mengenal Ibu Kota Nusantara Melalui Festival Nusantara Fair
Executive Director Center of Reform on Economics, Mohammad Faisal menyoroti soal realistis perencanaan dan roadmap pembangunan IKN. Dia mengatakan ada risiko yang harus dikalkulasi, terutama soal populasi yang sangat penting sebagai demand, konsumen dan
market.
Faisal mencontohkan tahun 2025, populasi IKN ditargetkan sebanyak 600 ribu – 800 ribu. Angka ini, jelasnya, hampir sama dengan jumlah penduduk Kota Samarinda yang mencapai 850 ribu – 900 ribu orang dan Kota Balikpapan sebanyak 700 ribu – 750 orang.
Kemudian, tahun 2035 akan mencapai 1,1 juta – 1,2 juta orang. Naik lagi menjadi 2,7 juta hingga 1,9 juta orang tahun 2045. Artinya, IKN akan menjadi 3 kali kota Balikpapan dan Samarinda.
“Artinya perlu kecepatan realisasi pembangunan infrastruktur dasar dan fasilitas pendukung karena dalam satu tahun ke depan sudah menjadi Samarinda dan Balikpapan baru dari populasi,” jelas Faisal.
Baca juga: Ditjen Imigrasi Hadirkan Golden Visa Bagi Investor IKN
Tantangan lain, disampaikan Berly Martawardaya, Research Director INDEF. Dia menilai IKN akan menjadi kota sepi seperti sejumlah Ibu Kota baru di beberapa negara, seperti Putrajaya di Malaysia, Canberra di Australia atau Washington DC di Amerika Serikat jika hanya berfungsi sebagai pusat administrasi negara.
Untuk itu, dia menganjurkan Pemerintah membuka cabang kampus terbaik di IKN, seperti ITB, UI ataupun UGM, sehingga mengundang populasi ke daerah itu sehingga menjadikan IKN sebagai kota
pendidikan atau education city. “Target 2025 ada 1,9 juta yang akan tinggal di sana, Putrajaya sampai sekarang 120.000 orang padahal hampir 30 tahun jadi ibu kota. Canberra 350 ribu. Washington masih 330 ribu setelah 230 tahun,” ujarnya.
Berly juga mengingatkan adanya tantangan pembangunan IKN melihat kondisi kemampuan APBN karena masih ada prioritas anggaran, seperti pendidikan minimal 20% dari APBN dan adanya proyeksi penurunan ekspor.
Baca juga:Menteri PANRB Beberkan Skenario Pemindahan ASN ke IKN
Sementara itu, Partner Dentons HPRP, Michael A. Kaihatu membahas peluang yang dapat diperoleh di IKN dibandingkan investasi di daerah lain. “Mengurus izin yang ada saat ini sering ada kendala antara pemerintah pusat dan daerah, dengan adanya otoritas IKN saya kira ke depan dalam rangka pengurusan perizinan ini lebih mudah karena satu pintu kelembagaan di sana. Ini satu peluang yang baik dari aspek hukum,” paparnya.
Sementara itu, Partner Dentons HPRP, Winda Tania menjelaskan perlu adanya creative funding karena tantangan investasi di IKN adalah belum adanya kepastian penjaminan pemerintah.
Kesiapan utilitas, status aset lahan, larangan penjaminan aset hasil kerja sama karena di lahan pemerintah maka aset tidak bisa dijaminkan, perlu solusi agar lender dapat menjaminkan proyek. Kemudian, kesesuain peraturan regulasi sektor dan IKN yang perlu diharmonisasi.