Kuala Lumpur, Gatra.com - Mata Uang Ringgit Malaysia mencapai level terendah sejak krisis keuangan Asia karena mata uang negara berkembang Asia terpuruk terhadap dolar, sejak 26 tahun lalu, pada Selasa (20/2).
Pada perdagangan hari Selasa, ringgit Malaysia turun hampir 0,3 persen menjadi hampir 4,8 terhadap greenback, angka terburuk sejak Januari 1998 selama krisis keuangan Asia.
Mata uang tersebut telah mengalami penurunan lebih dari 4 persen pada tahun ini, sebagian disebabkan oleh kinerja ekspor yang buruk dan kenaikan suku bunga AS.
Singdollar diperdagangkan pada RM3.568 pada jam 7 malam tanggal 20 Februari.
Gubernur bank sentral Malaysia Datuk Abdul Rasheed Ghaffour mengatakan pada hari Selasa bahwa kinerja mata uang tersebut dipengaruhi oleh "faktor eksternal" seperti kenaikan suku bunga AS, kekhawatiran geopolitik dan ketidakpastian mengenai prospek ekonomi Tiongkok.
“Tingkat ringgit saat ini tidak mencerminkan prospek positif perekonomian Malaysia ke depan,” katanya dalam sebuah pernyataan, dikutip AFP, Selasa (20/2).
Dia mengatakan perkiraan pertumbuhan perdagangan global dan ekspor Malaysia akan berdampak positif pada mata uang tahun ini.
Ringgit sebelumnya mencapai titik terendah sejak krisis keuangan Asia pada tahun 2016, ketika mata uang negara-negara berkembang terpukul oleh pelarian modal yang dipicu oleh perkiraan kenaikan suku bunga AS.
Menteri Keuangan Malaysia yang kedua, Amir Hamzah Azizan, mengatakan kepada kantor berita Bernama pada hari Senin bahwa ia memperkirakan mata uang tersebut akan menguat terhadap dolar setelah pemerintah AS mengisyaratkan diakhirinya kenaikan suku bunga.
“Selain itu, semua kerja keras yang dilakukan perdana menteri dan menteri keuangan… untuk mendatangkan investasi asing langsung juga akan berperan dalam memperkuat perekonomian lokal,” katanya.
"Ini pasti akan meningkatkan ringgit," katanya.