Home Lingkungan Air Mineral Terkenal Penyumbang Terbesar Pencemaran di Indonesia Selama 3 Tahun Berturut-turut

Air Mineral Terkenal Penyumbang Terbesar Pencemaran di Indonesia Selama 3 Tahun Berturut-turut

Jakarta, Gatra.com- Hasil penelitian Sungai Watch menyebutkan bahwa Air mineral merek terkenal merupakan  penyumbang terbesar pencemaran lingkungan di Indonesia selama tiga tahun berturut-turut hingga 2023.

Temuan itu berdasar analisa atas lebih dari 537.000 item sampah produk kemasan bermerek, mencakup saset, botol plastik, plastik keras, gelas sekali pakai, kaleng dan gelas kaca, yang dikumpulkan relawan organisasi nirlaba tersebut di kawasan perairan sungai dan laut di Bali dan Banyuwangi, Jawa Timur, sepanjang tahun 2023.

"Minuman merek terkenal adalah pencemar nomer wahid di Indonesia selama tiga tahun bertutur-turut," kata pendiri Sungai Watch, Gary Bencheghib dikutip dari keterangan tertulisnya, Senin (19/10).

Baca juga: Marak Air Galon Isi Ulang Palsu, Ini Saran YLKI

Dalam sebuah presentasi digital bertajuk 'Sungai Watch: Laporan Dampak 2023', lembaga merinci total sampah air mineral terkenal mencapai 39.118 item atau sekitar 7% dari total sampel.

Sebagian dari sampah tersebut berupa plastik air minum gelas sekali pakai (seperempat total sampah plastik gelas). Adapun sisanya adalah botol air minum kemasan (13% dari total sampah plastik botol air minum).

"Harus bertanggung jawab atas kemasan gelas plastik air minum ini, dan juga air mineral dalam kemasan botol," sambung Gary. Menurut laporan, audit sampah korporasi yang telah berjalan rutin sejak 2021 antara lain bertujuan lebih memahami problem sampah di perairan sungai di Bali dan banyak daerah lainnya.

"Kami terus memilah sampah yang kami kumpulkan dari sungai-sungai di Indonesia dengan teliti sehingga kami bisa mengidentifikasi dan meminta pertanggungjawaban perusahaan-perusahaan yang merupakan penyumbang terbesar terhadap pencemaran sungai," kata laporan.

Baca juga: YLKI Minta Produsen Responsif Akan Pemalsuan Galon Isi Ulang

Sungai Watch mempelopori gerakan bersih-bersih sampah plastik di sungai dan pantai dengan memasang jejaring sampah di ratusan lokasi di Bali dan, belakangan, di Banyuwangi, Jawa Timur. Pemasangan jejaring sampah itu bertujuan menahan sampah hanyut ke laut sekaligus memberi waktu bagi relawan lembaga untuk mengumpulkan dan menganalisanya.

Temuan Sungai Watch tersebut bermiripan dengan hasil riset Net Zero Waste Management Consortium, sebuah lembaga pengkajian lingkungan di Jakarta, atas sampah produk konsumen di Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar, Bali dan Samarinda.

Dirilis pada 23 November 2023, riset Net Zero menyebut sampah kemasan air minum, baik dalam bentuk botol maupun gelas plastik, termasuk yang paling membebani tempat penampungan sampah di berbagai kota, selain sampah plastik kresek dan kemasan saset berbagai merk.

"Sampah kemasan produk konsumen ukuran kecil memang selalu jadi masalah terbesar di setiap TPA," kata lead researcher Net Zero, Ahmad Syafrudin. "Meski secara tonase terlihat kalah dari sampah organik rumah tangga, faktanya sampah anorganik seperti kemasan plastik produk konsumen jauh lebih makan tempat dan volumenya selalu besar, mau itu gerobak pemulung, TPS, truk sampah, TPA, pinggir sungai dan sebagainya."

Baca juga: Pelarangan Angkutan Logistik Berpotensi Picu Kelangkaan Pasokan Air Minum

Laporan Net Zero menggambarkan bahwa berkebalikan dengan anggapan umum, sampah produk konsumen dengan kemasan besar justru lebih mudah dikelola dan lebih bernilai ekonomis ketimbang sampah produk konsumen yang ukuran kemasannya relatif kecil. Yang terakhir, oleh sebagian masyarakat, kerap dipandang sepele lantaran dianggap sebagai 'sampah kecil'.

208