Jakarta, Gatra.com – Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia dan Pergerakan Advokat (DPDI dan Perekat) Nusantara, Petrus Selestinus, menyatakan, pihaknya akan kembali menggugat Presiden Joko Widodo (Jokowi) beserta keluarganya soal dugaan membangun dinasti politik.
“Kami tidak berhenti, kami akan ajukan [gugatan] lagi sesuai dengan tuntutan dan harapan ketua [PTUN] tadi bahwa yang digugat itu harus dalam jabatannya. Kami akan ikuti itu, lusa kami daftar lagi,” kata Petrus di PTUN Jakarta, Selasa (13/2).
Peturus menjelaskan, pihaknya akan mengajukan gugatan baru setelah PTUN menyatakan bahwa gugatan pihaknya tidak diterima karena TPDI dan Perekat Nusantara itu menggugat pribadi Jokowi dan keluarganya, bukan Jokowi sebagai presiden.
“Gugatan para penggugat tidak bisa diterima dengan alasan yang digugat pribadi, ini menunjukkan bahwa ketua PTUN tidak membaca secara lengkap gugatan yang diajukan,” ujarnya.
Pasalnya, lanjut Petrus, dalam gugatan ini TPDI dan Perekat Nusantara menggugat Jokowi sebagai pribadi dan presiden. Begitupun terhadap Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka, Bobby Nasution, dan semua tergugat lainnya.
“Semu kaitannya dengan kaitan mereka sebagai pejabat pemerintahan, itu kita sebutkan [di gugatan],” ujarnya.
Petrus menjelaskan, gugatan perbuatan melawan hukum oleh pejabat pemerintah, saat ini masuk dalam wewenang tata usaha negara. Ini merupakan perluasan wewenang dari Pengadilan Tata Usaha Negra (PTUN).
“Sebelumnya, gugatan mengenai perbuatan melawan hukum terhadap pemerintah dalam kaitan tindakan faktual itu wewenang pengadilan negeri,” ujarnya.
Ia menjelaskan, selama puluhan tahun atau bahkan mungkin seratusan tahun, setiap gugatan perbuatan melawan hukum terhadap pemerintah itu selalu disatukan, baik sebagai pribadi maupun sebagai pejabat pemerintah.
“Dia menyalahgunakan wewenangnya dalam jabatannya, itu kan ada kaitannya dengan kepentingan pribadi dia,” katanya.
Hanya saja, ujar Petrus, kadang-kadang hakim kalau penggugat hanya mencantumkan jabatan atau hanya pribadi pejabat yang digugat, majelis hakim akan menggunakan dalih tersebut.
“Gugatan [terhadap] pejabat pemerintah tanpa menyertakan pribadinya juga kadang-kadang hakim gunakan kenapa pribadinya tidak digugat atau kenapa hanya pribadinya yang digugat, jabatannya tidak. Gugatan kami menyertakan dua-duanya,” kata dia.
Petrus menyampaikan, pihaknya menilai majelis hakim bukan hanya keliru membaca gugatan yang diajukan pihaknya, tetapi juga tidak punya nyali. “Apalagi diputus pada hari ini [Selasa] yang besok [Rabu] akan ada pemilu,” ujarnya.
Lebih lanjut Petrus menyampaikan, awalnya TPDI dan Perekat Nusantara menilai bahwa dengan Mahkamah Konstitusi (MK) sudah tidak mandiri dalam memeriksa dan memutus perkara, maka PTUN harus memberikan jawaban yang pasti atas perkara ini.
“Selama persidangan ini berjalan, ketua PTUN tidak pernah muncul, selalu didelegasikan kepada wakilnya. Itu yang kami menilai PTUN ini sangat kerdil, tidak mempunyai keberanian untuk menyidngkan perkara-perkara yang menjadi perhatian publik,” katanya.
Petrus meyakini bahwa rakyat Indonesia mulai dari pejabat tinggi sampai dengan petani selalu bicara dinasti politik dan nepotisme yang saat ini dialamatkan kepada Presiden Jokowi.
“Kalau pengadilan TUN juga menjadi kerdil, ke mana lagi rakyat mengadu. Tapi bagi kami, kami tidak akan berhenti,” ujarnya.