Sleman, Gatra.com - Badan Pengawas Pemilhan Umum (Bawaslu) Daerah Istimewa Yogyakarta mengungkap modus praktik politik uang makin beragam dan canggih di Pemilu 2024. Mulai dari pemberian voucher hingga hadiah umroh gratis.
Hal itu mengemuka dalam diskusi "Mewaspadai Jurus-jurus Baru Money Politics" gelaran Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM), di kampus tersebut, Sleman, DIY, Selasa (13/2).
Umi Illiyina, salah satu pimpinan Bawaslu DIY, menjelaskan bentuk-bentuk pemberian jelang pemilu kali ini lebih beragam, seperti lewat hadiah atau doorprize di suatu acara yang digelar peserta pemilu.
Untuk menjaring dukungan, bahkan suara, mereka membagikan hadiah dalam berbagai bentuk misalnya hadiah cincin, mobil, hewan ternak, hingga paket ibadah seperti umroh.
"Apalagi Peraturan KPU sekarang tidak mengatur besaran hadiah doorprize. Kalau dulu ada aturannya, maksimal Rp1 juta," kata Umi.
Dengan ketiadaan jumlah dalam aturan, Bawaslu DIY mengaku punya tantangan tersendiri dalam menindak politik uang berkedok hadiah, terutama dalam menentukan batas kewajaran yang menjadi acuan.
"Menurut masyarakat, cincin dan umroh itu barang mewah, tapi bagi caleg atau peserta pemilu nilainya wajar dan tidak besar," kata Umi.
Selain kaburnya batas nilai kewajaran, politik uang juga ditopang perkembangan teknologi keuangan dengan adanya pemberian dalam bentuk voucher yang disamarkan sebagai uang transport. "Ini sulit diidentifiksi karena nilai voucher tidak diketahui besarannya dan dicairkan tidak secara langsung," katanya.
Namun, dibanding daerah-daerah lain, menurut Umi, peserta pemilu di DIY relatif dapat diberi pemahaman atas ketentuan itu. "Melalui pendekatan persuasif, peserta pemilu akhirnya mau memberi kan doorprize sesuai nilai kewajaran," katanya.
Ia menjelaskan, pelaku pelanggaran pemilu bukan hanya peserta pemilu, melainkan juga dari tim sukses, aparatur negara, penyelenggara, hingga simpatisan peserta pemilu.
Untuk kasus penyelenggara pemilu, pihaknya bahlan menemukan petugas pemilu di Kulonprogo menjadi timses salah satu parpol. "Waktu harlah partai, dia mengarahkan dan menjadi panitia," katanya.
Adapun pelanggaran peserta pemilu dan aparat negara ditemukan di Bantul, yakni saat adanya suatu program kesehatan dengan mengumpulkan masyarakat. "Tiba-tiba ada caleg yang memberikan bantuanya. Kami cegah itu karena menjadi kampanye tidak langsung.
Dosen ilmu politik Fisipol UGM Mada Sukmajati menjelaskan hari-hari ini kita diperlihatkan penggunaan bantuan sosial (bansos) yang diduga sarat kepentingan untuk pemenangan calon tertentu menjelang pemilu.
Untuk itu, ia meminta untuk terus mengawal jalannya pemilu terutama di tahapan pemungutan, perhitungan, hingga rekapitulasi suara di tingkat kecamatan.
"Pemungutan, perhitungan, dan rekapitulasi suara ini adalah muara dan garda terdepan pemilu. TPS hingga proses rekapitulasi di tingkat kecamatan menjadi titik krusial karena menjadi ruang gelap yang berpotensi adanya manipulasi dan praktik politik uang. Berbeda dari tingkat provinsi hingga nasional, di tingkat itu belum banyak pihak yang memelototi," ujarnya.