Home Regional Petugas Pemilu di Sleman Disuguhi Snack Tak Layak: KPU Janji Tuntaskan, Vendor Bantah Sunat Anggaran

Petugas Pemilu di Sleman Disuguhi Snack Tak Layak: KPU Janji Tuntaskan, Vendor Bantah Sunat Anggaran

Yogyakarta, Gatra.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan akan menyelesaikan persoalan kudapan yang bermasalah di pelantikan KPPS di Sleman. Penyelesaian secara administratif akan ditempuh dengan melibatkan staf ahli Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

Dalam kasus ini, vendor PT Jujur Kinaryo Projo (JKP) menyatakan saat penunjukan oleh KPU pihaknya belum memiliki kontrak dan terdapat kesalahan informasi mengenai harga kudapan senilai Rp2.500.

Sekretaris KPU DIY Muhammad Hasyim, Senin (12/2), menerangkan, persoalan ini akan diselesaikan secara administratif. KPU Sleman didampingi KPU DIY sudah bersurat ke Inspektorat dan LKPP untuk meminta pendampingan.

“Pengadaannya melalui e-katalog, sehingga kita meminta bantuan tenaga ahli dari LKPP untuk menyelesaikan. Saat ini sanksi yang kita berikan kepada vendor adalah wanprestasi,” katanya.

Dalam proses penyelesaian ini, KPU telah mengundang vendor. Namun hingga undangan kedua, vendor berhalangan hadir karena menyiapkan dokumen administrasi.

Mengenai tambahan sanksi ke vendor, Hasyim menyatakan ada kemungkinan sanksi tidak dibayarkan, dibayar sesuai yang diberikan, atau dibayarkan namun diberi sanksi tambahan.

Sebelumnya, dalam acara pelantikan petugas pemilu di Sleman, terungkap mereka hanya diberi kudapan senilai Rp2.500 per orang oleh pihak vendor. Padahal anggaran untuk makanan ringan itu telah dialokasikan Rp12.000 per orang.

Dalam rilis yang diterima Gatra.com, Direktur Utama PT JKP, Ari Hadianto mengklarifikasi beberapa hal soal pengadaan kudapan tersebut.

“Tidak ada anggaran yang disunat. Kami belum menerima dana sepeserpun dari KPU Sleman,” ujar Ari.

Ari menyatakan telah mengingatkan PPK KPU Sleman melalui beberapa kali pesan WA dari pada 21, 22, dan 23 Januari 2024 agar pemesanan lewat e-katalog dipastikan. Sebab, setelah komunikasi awal, menurut dia, belum ada pemesanan yang masuk.

PPK KPU Sleman beralasan belum melakukan pemesanan karena belum mengetahui jumlah pasti paket makanan yang dipesan. Data masih terus berubah hingga terakhir data pasti yang diinformasikan pada hari pelaksanaan yakni Kamis, 25 Januari 2025 pukul 13.04 WIB.

KPU Sleman baru melakukan klik pemesanan pada 23 Januari 2024 pukul 15.11 WIB. PT JKP kemudian mengonfirmasi dan memprosesnya pada pukul 18.46. “PPK menyelesaikan negosiasi pada Jumat 26 Januari 2024 pukul 13.24 atau hari H + 1 dan menyetujui paket pada Jumat 26 Januari 2024 pukul 13.25 atau hari H+ 1,” jelas Ari.

Menurut Ari, pengadaan 25.000 paket snack untuk 17 kapanewon/kecamatan memerlukan waktu banyak untuk produksi dan distribusi.

“Sejujurnya sejak Senin 22 Januari 2023 (H-3), kami sudah mengatur distribusi dan memberikan uang muka pembayaran kepada supplier yang jumlahnya tidak sedikit. Ini sebagai bentuk keseriusan kami,” jelasnya.

Perkembangan berikutnya, informasi jumlah 25.231 pack baru diperoleh pada 23 Januari 2024 pukul 17.27. Menurutnya, PPK KPU Sleman menyetujui usulan PT JKP untuk bekerja sama dengan supplier Asosiasi Perusahaan Jasaboga Indonesia/Perkumpulan Penyelenggaraan Jasaboga Indonesia (APJI/PPJI) Sleman.

Namun, kata Ari, usai pelaksanaan, pada 26 Januari 2024 Ketua KPU Sleman Ahmad Baehaqi dalam sebuah konferensi pers menyatakan, menjatuhkan sanksi kepada vendor dengan memutus kontrak karena wanprestasi.

“Pernyataan itu patut diduga merupakan sebuah kebohongan. Sebab, antara PT JKP dengan KPU Sleman belum ada kontrak sama sekali. Dengan begitu, tidak ada kontrak yang diputus,” tegasnya.

Ari menilai pernyataan ketua KPU Sleman sangat buru-buru karena tanpa klarifikasi. Hal ini merugikan pihaknya secara institusi maupun pribadi. Dia juga menegaskan, terjadi kesalahan informasi yang menyebutkan isi snack hanya senilai Rp. 2.500.

PT JKP juga merasa lega setelah membaca pemberitaan dari Kejaksaan Tinggi DIY yang menjelaskan, belum ada indikasi ke arah penyimpangan dalam penggunaan keuangan negara.

106