Jakarta, Gatra.com – Ketua Umum (Ketum) Forum Corporate Social Responsibility (CSR), Dr. Mahir Bayasut, mengharapkan masyarakat Indonesia kian dewasa dalam berpolitik, khususnya jelang dan pascapencoblosan Pemilu 2024.
Mahir pada Senin (11/2), menyampaikan, semua elemen bangsa harus memahami bahwa dalam politik ini tidak ada kawan dan lawan abadi, karena yang ada hanya kepentingan abadi. “Hari ini menjadi lawan [politik], besok sudah berkawan, begitu sebaliknya,” kata dia.
Ia lantas mencontohkan beberapa pemilu sebelumnya, baik di Pilpres dan Pilkada. Capres-cawapres dan timsesnya yang awalnya bersatu di satu kubu, kemudian saling berhadapan di pemilu selanjutnya.
Karena itu, kata dia, seluruh rakyat harus memahami bahwa politik adalah 'permainan' yang sangat dinamis dan segala kemungkinan bisa terjadi. Karenanya, jangan sampai terjadi permusuhan karena saking terlalu loyalnya kepada paslon tertentu atau perbedaan pilihan.
Ia mengungkapkan, di alam demokrasi, perbedaan pendapat sejatinya adalah hal wajar. Tidak boleh dipaksa untuk selalu bersepakat dengan pilihannya. Yang utama, perbedaan pendapat jangan sampai menimbulkan permusuhan dan perpecahan di antara sesama anak bangsa.
Ia mengungkapkan, namun seringkali urusan dukung mendukung salah satu calon Presiden-Wakil Presiden membuat masyarakat jadi terbelah. Pun demikian untuk calon anggota legislatif. Perbedaan yang ada kadang sulit diterima dan menghasilkan gesekan.
“Terbangun polarisasi yang tajam di Pilkada DKI 2017, baik karena faktor identitas, politik maupun ideologi. Rakyat terbelah dan terjadi garis permusuhan, bahkan menembus lingkaran persahabatan yang sudah terbangun lama, pun sampai ke level keluarga,” ujarnya.
“Elit politik juga harus terus didorong menghentikan polarisasi dalam masyarakat sebagai dampak dari dukungan kepada salah satu calon. Yang terjadi selama ini, rakyat dibenturkan satu sama lain demi mendulang suara dari para kontestan,” ujar Mahir.
Menurutnya, rakyat tak jarang seperti diperalat untuk mendukung kepentingan politik tertentu, di mana dibangun fanatisme sempit yang menjurus pada pengkotak-kotakan.
“Lihat saja di media-media sosial. Pendukung satu paslon begitu bertubi-tubi menyerang calon lainnya dengan cacian, makian, bahkan hinaan yang melahirkan sakit hati bagi pendukung paslon lainnya,” kata dia.
Menurutnya, rakyat Indonesia harus terus diberi pencerahan bahwa berbeda dukungan hal lumrah, bukan sebuah fanatisme sempit sehingga harus saling jegal dan apriori dengan pendukung calon lainnya.
Mahir meminta masyarakat untuk tidak baper (bawa perasaan) dalam melihat dinamika politik, termasuk di tahun 2024 ini. Karena siapapun yang terpilih nanti, entah itu paslon nomor urut 01, 02, atau 03, para elit ini akan tetap bersatu.
Ia mengingatkan agar para elit juga terus menyuarakan persatuan, bukan mempertajam persaingan. Ini agar rakyat tidak terbelah akibat polarisasi politik, sementara di balik layar, para elit berkoalisi dan berbagi jatah.
“Yang lebih dikhawatirkan lagi, rakyat menjadi sasaran tipu daya sandiwara dan drama politik dari para elit politik. Rakyat bak terkena 'prank' atau 'kecele' karena politik itu sangat dinamis dan perubahannya sangat cepat,” ujarnya.
Lebih lanjut Mahir menyampaikan, tidak perlu terjadi permusuhan karena perbedaan pilihan dan siapapun yang menang adalah pemimpin bagi seluruh rakyat Indonesia mendatang.
Menurutnya, siapapun pemenang di Pilpres nanti itu adalah kepala negara bagi seluruh elemen bangsa tanpa ada pandang bulu. Bukan hanya pemimpin dari kelompok yang memilihnya saja, tetapi pemimpin di atas semua golongan.