Gaza, Gatra.com - Serangan udara Israel menewaskan sedikitnya 44 warga Palestina – termasuk puluhan anak-anak – di kota Rafah di Gaza selatan pada hari Sabtu. Serangan ini beberapa jam setelah perdana menteri Israel mengatakan jika dia telah meminta militer untuk merencanakan evakuasi ratusan ribu orang di sana sebelum serangan invasi darat.
AP, Sabtu (10/2) melaporkan, Benjamin Netanyahu tidak memberikan rincian atau batas waktunya, namun pengumuman tersebut memicu kepanikan dan peringatan dari sejumlah diplomat.
Lebih dari separuh dari 2,3 juta penduduk Gaza mengungsi ke Rafah, sebagian besar setelah mengikuti perintah evakuasi Israel yang kini mencakup dua pertiga wilayah tersebut.
Tidak jelas ke mana mereka bisa lari selanjutnya.
Israel mengatakan bahwa Rafah, yang berbatasan dengan Mesir, adalah benteng terakhir kelompok militan Hamas di Gaza setelah lebih dari empat bulan perang yang dipicu oleh serangan Hamas pada 7 Oktober.
Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry mengatakan setiap serangan darat Israel di Rafah akan menimbulkan “konsekuensi yang menghancurkan,” dan menegaskan bahwa Israel bertujuan untuk memaksa warga Palestina keluar dari tanah mereka.
Mediator lainnya, Qatar, memperingatkan akan adanya bencana jika Israel melancarkan serangan di Rafah, dan Arab Saudi memperingatkan “dampak yang sangat serius.” Bahkan terdapat peningkatan perselisihan antara Netanyahu dan Amerika Serikat, yang para pejabatnya mengatakan bahwa invasi Rafah tanpa rencana terhadap penduduk sipil akan menyebabkan bencana.
Israel telah melakukan serangan udara di Rafah hampir setiap hari, bahkan setelah meminta warga sipil dalam beberapa pekan terakhir untuk mencari perlindungan di sana dari pertempuran darat yang terjadi di Khan Younis di utara.
Menurut seorang pejabat kesehatan dan jurnalis Associated Press yang melihat mayat-mayat tersebut tiba di rumah sakit, emalam hingga Sabtu, tiga serangan udara terhadap rumah-rumah di daerah Rafah menewaskan 28 orang. Setiap serangan menewaskan beberapa anggota dari tiga keluarga, termasuk 10 anak, yang termuda berusia 3 bulan.
Salah satu warga, Fadel Al-Ghannam mengatakan satu serangan mencabik-cabik tubuh orang yang dicintainya. Dia kehilangan putra, menantu perempuan, dan empat cucunya.
Ia khawatir hal yang lebih buruk akan terjadi dengan adanya invasi darat ke Rafah, dan mengatakan bahwa sikap diam dunia telah memungkinkan Israel untuk melanjutkan tindakannya.
Menurut Ahmed Al-Soufi, kepala kotamadya Rafah, pada Sabtu malam, serangan udara Israel terhadap sebuah rumah di Rafah menewaskan sedikitnya 11 orang, termasuk tiga anak-anak.
“Korban tewas dibawa ke rumah sakit Abu Youssef Al-Najjar,” kata jurnalis AP di sana.
“Inilah yang menjadi sasaran Netanyahu – yaitu warga sipil,” kata seorang tetangga, Samir Abu Loulya.
Menurut pejabat kota, dua serangan lainnya menewaskan dua polisi dan tiga perwira senior di polisi sipil.
Menurut badan amal medis Doctors Without Borders, di Khan Younis, pasukan Israel melepaskan tembakan ke Rumah Sakit Nasser, yang terbesar di kawasan itu, menewaskan sedikitnya dua orang dan melukai lima lainnya.
Tank-tank Israel mencapai gerbang rumah sakit pada Sabtu pagi, kata Ahmed Maghrabi, seorang dokter di rumah sakit tersebut, dalam sebuah postingan di Facebook.
Juru bicara Kementerian Kesehatan Ashraf Al-Qidra mengatakan staf rumah sakit tidak lagi dapat berpindah antar gedung karena kebakaran hebat. Ia mengatakan 300 personel medis, 450 pasien, dan 10.000 pengungsi berlindung di sana.
Militer Israel mengatakan pasukannya saat ini tidak beroperasi di dalam rumah sakit dan menyebut daerah sekitarnya sebagai “zona tempur aktif”.
Panglima militer Israel, Letjen Herzl Halevi, mengatakan lebih dari 2.000 pejuang Hamas di Khan Younis tewas dalam serangan udara dan pertempuran darat namun serangan di kota itu masih jauh dari selesai.
Jumlah kematian di Gaza meningkat hingga lebih 28.000
Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan pada hari Sabtu bahwa 117 orang yang tewas dalam serangan udara Israel dibawa ke rumah sakit selama 24 jam terakhir. Angka itu meningkatkan jumlah korban tewas keseluruhan akibat serangan tersebut menjadi 28.064, yang sebagian besar adalah wanita dan anak-anak. Kementerian mengatakan lebih dari 67.000 orang terluka.
Israel menyatakan perang setelah beberapa ribu militan Hamas menyerbu melintasi perbatasan ke Israel selatan pada 7 Oktober, menewaskan 1.300 orang dan menyandera 250 lainnya. Tidak semuanya masih hidup.
Israel menganggap Hamas bertanggung jawab atas kematian warga sipil karena mereka berperang di wilayah sipil, namun para pejabat AS menyerukan lebih hindari korban warga sipil.
Presiden Joe Biden mengatakan minggu ini tanggapan atas Israel itu “berlebihan.”
Kantor Netanyahu mengatakan tidak mungkin melenyapkan Hamas jika meninggalkan empat batalyon Hamas di Rafah.
Mesir telah memperingatkan bahwa setiap perpindahan warga Palestina ke Mesir akan mengancam perjanjian perdamaian antara Israel dan Mesir yang telah berusia empat dekade.
Perlintasan perbatasan Rafah yang sebagian besar ditutup menjadi pintu masuk utama bantuan kemanusiaan.
Rafah memiliki populasi sebelum perang sekitar 280.000 jiwa.
PBB mengatakan negara itu sekarang menjadi tempat bagi sekitar 1,4 juta orang tambahan yang melarikan diri dari pertempuran di tempat lain. Sekitar 80 persen penduduk Gaza telah mengungsi, dan wilayah tersebut telah terjerumus ke dalam krisis kemanusiaan akibat kekurangan makanan dan layanan medis.
Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock memperingatkan bahwa serangan Israel terhadap Rafah akan menjadi “bencana kemanusiaan yang sedang terjadi,” dan menambahkan bahwa “penduduk di Gaza tidak bisa menghilang begitu saja.”
Tempat lain selain di Gaza
Pada hari Sabtu, militer Israel mengatakan mereka telah menemukan terowongan di bawah markas utama badan PBB untuk pengungsi Palestina di Kota Gaza, dan menuduh bahwa militan Hamas menggunakan ruang tersebut.
Menurut pejabat rumah sakit dan jurnalis AP, serangan udara Israel di pusat kota Deir Al-Balah menewaskan lima orang dan melukai sekitar 10 lainnya.
Di lingkungan Tel Al-Hawa di Kota Gaza, dua petugas medis dari Bulan Sabit Merah Palestina ditemukan tewas di dalam ambulans yang hancur setelah hilang 12 hari lalu. Mereka bergegas menyelamatkan Hind Rajab yang berusia 5 tahun, yang sedang bepergian bersama keluarganya untuk mengindahkan perintah evakuasi.
RRT sebelumnya merilis rekaman panggilan telepon dari sepupu Hind yang mengatakan bahwa mobil tersebut diserang dan hanya dia dan Hind yang selamat. Sepupunya terdiam di tengah panggilan.
RRT mengatakan misi penyelamatan tersebut dikoordinasikan dengan militer Israel, namun mereka tidak memberikan komentar.