Gaza, Gatra.com - Hamas memperingatkan bahwa mungkin ada “puluhan ribu” warga sipil yang tewas dan terluka jika militer Israel menyerang Rafah, berada di ujung selatan Jalur Gaza.
AFP melaporkan, Sabtu (10/9), Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sebelumnya mengatakan dia telah memerintahkan pasukannya untuk bersiap memasuki kota tersebut, yang penuh dengan pengungsi Palestina, untuk memburu mereka yang bertanggung jawab atas serangan mematikan pada 7 Oktober di Israel selatan.
Pengumuman tersebut telah memicu kekhawatiran dari pemerintah asing termasuk Amerika Serikat dan lembaga bantuan yang bergulat dengan krisis kemanusiaan, yang semakin meningkat di Gaza akibat perang tersebut.
Hamas mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa tindakan militer apa pun akan menimbulkan dampak bencana yang “dapat menyebabkan puluhan ribu orang mati syahid dan terluka jika Rafah… diserbu.”
Kelompok militan Palestina yang menguasai Jalur Gaza mengatakan mereka akan meminta pertanggungjawaban pemerintah Amerika, komunitas internasional dan pendudukan Israel, jika hal itu terjadi.
Rafah, di perbatasan selatan Gaza dengan Mesir, telah menjadi tempat perlindungan terakhir bagi warga sipil yang melarikan diri dari kampanye pemboman Israel, yang tiada henti di wilayah lain di Jalur Gaza.
PBB mengatakan sekitar setengah dari 2,4 juta penduduk Gaza kini berlindung di kota tersebut. Banyak dari mereka yang tidur di luar tenda dan tempat penampungan sementara, serta meningkatnya kekhawatiran mengenai kekurangan makanan, air dan sanitasi.
Pada hari Jumat, kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA), Philippe Lazzarini, mengatakan serangan besar-besaran Israel di Rafah hanya dapat menyebabkan tragedi yang tak ada habisnya.
Netanyahu telah memerintahkan para pejabat militer menyusun rencana untuk “mengevakuasi” Rafah sekaligus “menghancurkan” pejuang Hamas di kota tersebut.
Para saksi mata melaporkan serangan baru di Rafah pada Sabtu pagi, meningkatkan ketakutan di kalangan warga Palestina akan adanya invasi darat.