Jakarta, Gatra.com - Pakar Hukum Tata Negara & Konstitusi UGM, Zainal Arifin Mochtar, mendorong DPR untuk membatasi Presiden Joko Widodo di akhir masa jabatannya. Pembatasan ini merupakan langkah konstitusional yang dapat dilakukan untuk mencegah Presiden cawe-cawe dalam Pilpres.
"Sebetulnya, jumlah kursi partai-partai koalisi 01 dan 03 sudah memadai untuk melakukan 'pemincangan', tapi langkah ini tergantung niat partai-partai itu," ungkap Zainal dalam sebuah Focus Group Discussion (FGD), dikutip selasa (6/2).
Baca Juga: Prabu Revolusi Angkat Bicara Soal Mensesneg Pratikno Dituding Sebagai Operator Politik Jokowi
Zainal mengungkapkan, beberapa negara presidensial di dunia seperti Amerika Serikat, Ghana,Nigeria, Meksiko, dan Philipina telah membatasi kekuasaan presiden ketika hendak memasuki akhir masa jabatan.
Di Filipina misalnya, konstitusi melarang presiden mengangkat jabatan di departemen atau lembaga pemerintah dalam waktu dua bulan, sebelum pemilihan presiden dan sampai berakhirnya masa jabatan presiden.
"Dan undang-undang pemilu Filipina juga melarang Presiden (pemerintah) untuk melakukan sejumlah tindakan atau keputusan baru dalam kurun waktu 45 hari sebelum pemilu nasional," tutur Zainal.
Baca Juga: Disindir Kaesang Soal Korupsi Bansos, Hasto Tantang Balik PSI Ungkap Aliran Dana
Ia pun menegaskan pelanggaran hukum dan konstitusi yang dilakukan oleh Presiden Jokowi sebagaimana tampak dalam keputusan Mahkamah Konstitusi telah mengarah ke arah otoritarianisme karena terlalu disokong oleh semua kekuatan politik.
"Selama ini, kita terlalu tinggi 'kadar keimanan' nya pada pemerintahan Jokowi, hingga pemerintahan ini mengarah pada otoritarianisme," tegas Zainal.
Zainal menegaskan, banyak pihak terlambat menyadari munculnya penyelewengan kekuasaan serta penindasan oleh Pemerintahan Presiden Jokowi.
"Maka penting untuk memikirkan pengawasan dan pembatasan yang mungkin terhadap Presiden Jokowi, melalui 'pemincangan' oleh DPR, hal ini untuk menjaga demokrasi dan melindungi kepentingan publik," tambahnya.