Home Pemilu 2024 Pakar UGM: Masyarakat Sipil Gagal Mengontrol, Jokowi Jadi Ingin Terus Berkuasa

Pakar UGM: Masyarakat Sipil Gagal Mengontrol, Jokowi Jadi Ingin Terus Berkuasa

Yogyakarta, Gatra.com -Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar menilai kalangan masyarakat sipil turut menyumbang peran dalam melahirkan keinginan Presiden Joko Widodo untuk terus berkuasa.

Hal itu disampaikan dalam diskusi Mimbar Demokrasi bertajuk "Kajian Hukum Politik Dinasti dan Cawe-Cawe Presiden Jokowi dalam Pilpres 2024" di kampus Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Senin (5/2) gelaran Forum Cik Di Tiro.

"Saya harus mengakui bahwa Jokowi jadi seperti ini separuhnya disumbangkan oleh kita. Karena kita gagal membangun kekuatan sipil untuk mengontrol Jokowi. Begitu oposisi mati, keinginan untuk terus berkuasa itu muncul," kata dia.

Keinginan berkuasa itu tampak saat Jokowi menyatakan boleh memihak dan berkampanye untuk salah satu pasangan capres. Saat ini, anak Jokowi, Gibran Rakabuking Raka berlaga di pilpres sebagai calon wakil presiden.

Menurut dia, Jokowi salah dalam menerjemahkan pasal 299 UU Pemilu tentang keikutsertaan pejabat negara dalam kontestasi pemilu.

"Pasal 299 itu untuk pelaksana, jika presiden maju lagi sebagai capres. Pasal itu untuk incumbent," kata Zainal.

Menurut dia, cawe-cawe Jokowi dalam Pilpres 2024 melengkapi sikapnya yang tidak demokratis, melakukan kebohongan publik, dan melanggengkan politik dinasti.

Menurut Zainal, sudah saatnya demokrasi dikembalikan kepada pemiliknya, yaitu masyarakat sipil. Selama ini, elit terlalu banyak mengambil peran dalam menentukan arah demokrasi Indonesia.

Adapun dosen Fakultas Hukum UGM Yance Arizona memaparkan tiga indikator matinya demokrasi di Indonesia saat ini. Pertama, pemerintah bersikap otoriter dengan mengontrol lembaga pengawas.

"KPK dikendalikan, sudah berubah dari yang dahulu kita kenal. Hakim MK tiba-tiba diganti di tengah jalan. Ketua MK jadi adik ipar Presiden Jokowi. Hal seperti itu tidak pernah kita bayangkan," kata Yance.

Kedua, menurut Yance, pejabat negara sering menggunakan pasal karet di UU ITE untuk membungkam kritik dan oposisi.

Ketiga, peraturan dalam UU Pemilu diubah di tengah jalan hanya untuk mengakomodasi anak presiden maju sebagai cawapres. "Itu adalah skandal dalam putusan MK," kata Yance.

Penggagas Forum Cik Di Tiro, Masduki, menjelaskan diskusi tersebut digelar karena kondisi demokrasi dan politik Indonesia yang makin mengkhawatirkan.

Oleh sebab itu, Forum Cik Di Tiro menyerukan agar pemerintah menegakkan prinsip demokrasi dan melaksanakan pemilu yang jujur, adil, bebas nepotisme.

"Atas nama demokrasi melalui prinsip regenerasi kepemimpinan yang adil dan bebas nepotisme, tidak sepantasnya Jokowi dan keluarganya turut berkontestasi," kata Masduki.

Forum Cik Di Tiro pun mengajak semua elemen masyarakat sipil untuk bersatu melawan tirani oligarki politik Jokowi yang melawan akal sehat publik. Forum ini telah diisi sejumlah lembaga dan akademisi di Yogyakarta.

"Menyerukan agar tokoh publik, pimpinan ormas, akademisi yang waras, dan aktivis lintas sektor untuk bersama-sama menghentikan rezim yang tamak kekuasaan, melanggar HAM, dan menerapkan politik dinasti," tandasnya.

89