Jakarta, Gatra.com - Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, seruan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri yang meminta TNI Polri untuk tidak mengintimidasi rakyat ternyata adalah bentuk kasih sayang Mega pada para prajurit aparat penegak hukum kedua instansi tersebut.
Dalam agenda kampanye akbar Ganjar-Mahfud yang bertajuk Konser Salam M3tal, Megawati sempat memberikan orasi. Saat itu, Mega sempat menyinggung beberapa kasus dugaan intimidasi yang dirasakan oleh relawan 03.
Misalnya, kasus kekerasan di Boyolali dan proses hukum yang tengah dijalani oleh Juru Bicara Utama Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Aiman Witjaksono.
“Tapi, mengapa Bu Mega menyampaikan hal itu? Sebenarnya, karena rasa sayang terhadap institusi TNI dan Polri,” ucap Hasto Kristiyanto saat konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Senin (5/2).
Hasto mengatakan, Mega tidak ingin prajurit-prajurit TNI dan Polri kembali dikorbankan oleh pimpinan mereka yang haus kekuasaan dan jabatan.
Sekjen PDIP menegaskan, kasus di mana prajurit dikorbankan hanya demi kepentingan salah satu pihak sudah pernah terjadi dan tercatat dalam sejarah Bangsa Indonesia.
“Kita lihat di masa lalu, Peristiwa Semanggi, penculikan mahasiswa melalui Tim Mawar yang bukti-bukti autentik mengarah kepada Pak Prabowo sehingga sampai beliau diberhentikan, serangan terhadap Kantor DPP PDIP ini, itu kan pengerahan aparat,” jelas Hasto.
Ia menegaskan, pengerahan aparat merupakan satu hal yang sangat dimungkinkan mengingat semua elemen TNI dan Polri harus loyal pada presiden selaku panglima tertinggi. Sementara itu, saat ini anak presiden tengah mencalonkan diri sebagai cawapres. Konflik kepentingan tentu sangat rentan terjadi.
Hasto menegaskan, Mega sangat sayang pada TNI dan Polri karena kedua instansi ini punya rekam jejak yang luar biasa.
“Di masa-masa krisis seperti era revolusi fisik, TNI menyatu dengan rakyat. Maka pesan Ibu Mega, sebenarnya TNI Polri itu berasal dari rakyat,” lanjut Hasto.
Ia menjelaskan, Mega tidak ingin nama baik TNI Polri tercoreng oleh pemimpin yang gelap mata.