Jakarta, Gatra.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) menahan General Manager (GM) PT Antam Tbk tahun 2018, AHA, karena diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam penjualan emas kepada crazy rich asal Surabaya, Budi Said (BS).
Direktur Penyidikan Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung, Kuntadi, dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Kamis (1/2), menyampaikan, AHA ditahan karena diduga menyalahgunakan kewenangannya dalam penjualan logam mulia di Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01 Antam.
Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung, lanjut Kuntadi, menahan AHA selama 20 hari ke depan terhitung mulai 1 Februari sampai dengan 20 Februari 2024 di Rumah Tahanan (Rutan) Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel). “[Penahanan] guna kepentingan penyidikan,” ujarnya.
Kejagung menahan AHA setelah menetapkannya sebagai tersangka. Dia ditetapkan sebagai tersangka setelah menjalani pemeriksaan sebagai saksi bersama dua orang lainnya, yakni Retail Manager Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) tahun 2017–2019, NSW; dan Trading and Service Antam tahun 2017–2021, YH.
Tim Jaksa Penyidik Pidsus Kejagung menetapkan AHA sebagai tersangka setelah menemukan dua bukti permulaan yang cukup dari hasil pemeriksaan intensif dikaitkan dengan bukti lain yang ditemukan.
“Tim penyidik berkesimpulan bahwa telah ditemukan alat bukti yang cukup, saksi AHA ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka,” katanya.
Kuntadi menjelaskan, kasus dugaan korupsi penjualan logam mulia emas di butik tersebut, yakni sekitar tahun 2018, tersangka AHA selaku GM PT Antam Tbk secara berturut-turut melakukan pertemuan dengan tersangka Budi Said (BS) untuk membicarakan perihal rencana pembelian logam mulia oleh BS.
“Dengan perlakuan khusus, tersangka AHA mengubah pola transaksi sehingga membuat tersangka BS seolah-olah mendapat potongan harga atau diskon,” ujarnya.
Setelah itu, akhirnya disepakati bahwa pembelian logam mulia tersangka BS akan dilakukan di luar mekanisme yang ditetapkan oleh ketentuan PT Antam Tbk dengan maksud agar tersangka AHA mendapat keleluasaan dalam proses pendistribusian pengeluaran logam mulia dari PT Antam Tbk.
“Bahkan, tersangka AHA dapat mengirimkan emas sebanyak 100 kg kepada tersangka BS meskipun tanpa didasari surat permintaan resmi dari Butik Emas Logam Mulia 01 Surabaya,” ujarnya.
Guna menutupi adanya penyerahan emas kepada tersangka Budi Said yang dilakukan di luar mekanisme yang ada, tersangka AHA membuat laporan yang seolah-olah menunjukkan kekurangan stok emas tersebut sebagai hal yang wajar.
“Akibat perbuatan tersangka AHA dan tersangka BS, PT Antam Tbk diduga mengalami kerugian senilai 1.136kg emas logam mulia atau kurang lebih senilai Rp1,266 triliun jika dikonversikan dengan harga emas per hari ini,” katanya.
Atas perbuatan tersebut, Kejagung menyangka AHA melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kejagung Tetapkan Tersangka Budi Said
Sebelumnya, Kejagung menetapkan crazy rich dan pengusaha property mewah asal Surabaya, Budi Said (BS), sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan kewenangan dalam penjualan logam mulia atau emas di Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01 Antam.
“Setelah dilakukan pemeriksaan dan dikaitkan dengan alat bukti lain yang ditemukan, tim penyidik berkesimpulan bahwa telah ditemukan alat bukti yang cukup. Selanjutnya, saksi BS [Budi Said] ditingkatkan statusnya sebagai tersangka,” kata ?Kuntadi, Kamis (18/1).
Kejagung langsung menahan atau menjebloskan tersangka Budi Saidke sel Rumah Tahanan (Rutan) Negara Salemba Cabang Kejagung. Budi Said ditahanselama 20 hari ke depan, terhitung sejak 18 Januari sampai dengan 6 Februari 2024.
“Guna kepentingan penyidikan, tersangka BS [Budi Said] dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung,” katanya.
Kuntadi menjelaskan, kasus ini berawal terjadi pada Maret–November 2018, tersangka Budi Said bersama dengan beberapa oknum pegawai PT Antam Tbk., telah merekayasa transaksi jual-beli emas logam mulia atau emas, yakni harga yang ditransaksikan dilakukan di bawah yang ditetapkan oleh PT Antam Tbk.
“Untuk melancarkan aksinya tersebut, tersangka BS [Budi Said]dan oknum pegawai PT Antam Tbk. tidak melakukan mekanisme transaksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga oknum pegawai PT Antam Tbk. dapat menyerahkan logam mulia kepada tersangka melebihi dari jumlah uang yang dibayarkan.
Guna menutupi kekurangan jumlah logam mulia emas pada saat dilakukan audit oleh PT Antam Tbk pusat, tersangka Budi Said bersama dengan EA serta oknum pegawai PT Antam, yakni EK, AP, dan MD telah merekayasa dengan membuat surat palsu.
“Surat palsu yang seolah-olah membenarkan adanya pembayaran dari tersangka BS [Budi Said] kepada PT Antam Tbk.,” katanya.
Berdasarkan surat palsu tersebut, lanjut Kuntadi, seolah-olah PT Antam Tbk. masih memiliki kewajiban menyerahkan logam mulia kepada tersangka Budi Said. Bahkan atas dasar surat tersebut, tersangka Budi Said mengajukan gugatan perdata.
Perbuatan tersangka Budi Said dan beberapa oknum di atas diduga merugikan PT Antam Tbk senilai 1.136 Kg (1,1 ton) emas logam mulia, yang jika dikonversi dengan harga emas per Kamis (18/1/2024) sekitar Rp1,266 triliun.
Kejagung menyangka Budi Said melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.