Home Nasional UII Kecam Jokowi Usai Menkopolhukam Mundur, Rektor Sebut Bukan karena Mahfud Guru Besar UII

UII Kecam Jokowi Usai Menkopolhukam Mundur, Rektor Sebut Bukan karena Mahfud Guru Besar UII

Sleman, Gatra.com – Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid, menegaskan UII netral kendati salah satu Guru Besar Fakultas Hukum UII, Mahfud MD, menjadi cawapres. UII membebaskan civitas akademikanya menggunakan hak konstitusional memilih capres-cawapres sesuai hati nurani.

“Itu (jadi cawapres) hak konstitusional Prof. Mahfud dan semua warga negara yang dicalonkan harus kita dukung lewat konstelasi yang sehat dan adil. Konstelasi yang jujur, adil, demi kebaikan bangsa,” katanya usai pembacaan pernyataan sikap akademisi UII, Kamis (1/2).

Menurut Fathul, pembacaan pernyataan sikap ini juga tak berhubungan dengan keputusan mundur Mahfud sebagai Menkopolhukam yang disampaikan pada Rabu (31/1) siang.

Mundurnya Mahfud disambut baik UII, karena menjadi bukti bahwa aparatur pemerintahan harus berhenti menyalahgunakan kekuasaan dengan tidak mengerahkan dan tidak memanfaatkan sumber daya negara untuk kepentingan politik praktis.

“Hal itu (tidak mundur dari jabatan) tidak akan menjamin netralitas dan tidak menjamin bahwa tidak ada penyalahgunaan sumber daya negara untuk kepentingan politik praktis yang mementingkan golongan tertentu,” katanya.

Fathul menyatakan bahwa dari sisi etika sudah jelas bahwa presiden harus berdiri di seluruh anak bangsa. Menurutnya, presiden tidak boleh memihak, menjaga netralitas, dan lebih penting lagi menjadi contoh semua aparatur negara.

“Presiden kita minta menjadi contoh yang baik untuk semuanya. Rakyat semakin cerdas, dan saya yakin rakyat memiliki preferensi mana yang harus dipilih untuk menjamin Indonesia di masa akan datang menjadi bangsa yang lebih adil, lebih sejahtera, dan bermartabat,” jelasnya.

Dalam pernyataan sikapnya, selain meminta Presiden Jokowi netral, UII menyerukan DPR dan DPD aktif mengawasi dan memastikan pemerintahan berjalan sesuai koridor konstitusi dan hukum, serta tidak membajak demokrasi yang mengabaikan kepentingan dan masa depan bangsa.

145