Purworejo, Gatra.com- Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, kembali melaksanakan kegiatan Simulasi Pemantapan Pemungutan dan Penghitungan Suara serta Penggunaan Sirekap dalam Pemilihan Umum Tahun 2024.
Kegiatan simulasi dilaksanakan di TPS 1 Desa Jogoresan, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo, Rabu (31/01). Total 281 pemilih yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), 2 pemilih yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), dan 4 pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK) di TPS 1 Desa Jogoresan.
Ketua KPU Kabupaten Purworejo, Jarot Sarwosambodo mengatakan simulasi bertujuan untuk memberikan pemantapan kepada masyarakat umum termasuk penyelenggara tentang proses pemungutan, penghitungan dan penggunaan sirekap pada Pemilu 14 Februari 2024.
"Simulasi akan memberi gambaran nyata pelaksanaan pemungutan suara, penghitungan dan penggunaan SIREKAP bagi penyelenggara yang bisa dioperasikan secara online maupun offline dalam kondisi tidak ada sinyal seluler. Apa yang disimulasikan hari ini, kelak akan ditularkan kepada KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara), sehingga mereka kelak bisa menyelenggarakan pemungutan suara di TPS dengan baik," ungkap Jarot.
Jarot menambahkan, Desa Jogoresan dipilih sebagainlokais simulasi karena dianggap siap untuk kegiatan. "Kami memang mencari TPS yang DPTnya lebih dari 250 dan yang siap. Mengenai kesiapan penyelenggara Pemilu mulai dari KPPS, PPS hingga PPK sudsh siap. Kami sudah menyelenggarakan Bimtek KPPs juga. Instruksi dari KPU, teman-teman PPK silakan memanfaatjan momentum yang tersisa untuk terus belajar dengan metode apa pun yang penting ada pembahasan mengenai regulasi dan penyelenggaraan Pemilu," kata Jarot.
Lanjutnya, PPS bisa berkoordinasi dengan PPK jika ada hal-hal yang masih belum dipahami. Simulasi ini juga menjadi bagian dari komitmen KPU Purworejo dalam mewujudkan pemilu inklusif. TPS dalam Pemilu 2024 harus ramah disabilitas.
Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Kabupaten Purworejo, Margareta Ega Rindu S mengatakan, simulasi kali ini menghadirkan Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), dan Daftar Pemilih Khusus (DPK) sebagai pemilih serta beberapa pemilih penyandang disabilitas tuna netra dan pengguna kruk (alat bantu jalan).
DPTb adalah pemilih yang karena kondisi tertentu, tidak bisa menggunakan hak pilihnya di TPS di mana warga tersebut tercatat sebagai DPT. Sedangkan DPK adalah warga yang belum terdaftar sebagai pemilih di DPT manapun.
"Simulasi dimulai pukul 07.00 WIB dilanjutkan dengan pemungutan suara sampai dengan pukul 13.00 WIB. Secara khusus bagi pemilih DPK memberikan hak suara pukul 12.00 WIB sampai dengan 13.00 WIB," tutur Rindu.
Ia melanjutkan, TPS yang ramah disabilitas untuk tinggi meja bilik suara 75 cm, tinggi meja kotak suara 35 cm dan lebar pintu minimal 90 cm. Apalabila TPS di bangun di ruangan tertutup agar menghindari tangga.
Dalam simulasi, katanya, jenis surat suara yang digunakan ada lima jenis, yakni surat suara Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden, DPD, DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Surat suara yang digunakan juga spesimen dan berbeda dengan surat suara yang dalam Pemilu 2024.
Menurutnya, ada hal baru dalam Pemilu 2024 yang dituangkan dalam Keputusan KPU RI Nomor 66 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara.
Antara lain warga yang pindah domisili dan sudah memiliki KTP baru namun belum mengurus pindah memilih, tetap dilayani di TPS sesuai alamat KTP sebagai DPK. "Yang bersangkutan tetap mendapatkan lima jenis surat suara. Tapi jika sudah mengurus pindah memilih, statusnya jadi DPTb," ucapnya.
Dalam simulasi ini, ada 2 orang warga, lali-laki dan perempuan yang terpaksa tidak bjsa mencoblos karena terlambat datang ke lokasi. Keduanya datang sekutar pukul 13.08 WIB dan belum melakukan absensi.
"Sebelumnya saya tidak diberi tahu batas waktunya. Tadi pagi jam 08.00 WIB saya sudah datang, karena masih ramai dan ngantri panjang, saya pulang. Jam 10.00 WIB saya datang lagi, masih penuh saya pulang lagi. Sekarang datang sudah tutup. Saya belum absen juga tadi, soalnya tidak tahu kalau harus absen dulu," tutur Mahmudin (45), warga RT 2 RW 1 Desa Jogoresan.
Pengalaman ini, kata Mahmudin akan dia jadikan pelajaran agar besok saat pencoblosan tanggal 14 Februari ia tidak kehilangan hak pilihnya. "Kalau besok (14 Februari), saya akan ikut antri biarpun panjang antriannya supaya nggak terlambat. Menurut saya, karena hak pilih harus dilaksanakan. Ini (simulasi) jadi pengalaman supaya tidak telat saat pencoblosan," kata Mahmudin.
Memang menyukseskan Pemilu yang menurut banyak pihak di era kerusakan demokrasi, perlu disiplin untuk menyelamatkan suara Anda.