Amman, Gatra.com - Nama Tower 22 mendunia setelah tiga personel angkatan bersenjata Amerika Serikat tewas di pos logistik terpencil di perbatasan Yordania-Suriah itu.
U.S. Central Command mengumumkan pada Ahad lalu bahwa tiga tentara AS tewas dan sedikitnya 34 lainnya terluka dalam sebuah serangan sekelompok pesawat tak berawak pada Sabtu sore 20 Januari 2024 yang menargetkan Tower 22.
The Islamic Resistance in Iraq, sebuah kelompok payung dari grup-grup bersenjata yang didukung Iran di wilayah tersebut, mengklaim serangan tersebut, dan mengatakan bahwa serangan tersebut merupakan respon atas dukungan AS terhadap perang Israel di Gaza.
Berikut ini catatan Al Jazeera tentang serangan pesawat tak berawak dan lokasi serangan:
Apa itu Tower 22 dan di mana lokasinya?
Tower 22 terletak di timur laut Yordania, dekat dengan perbatasan dengan Irak dan Suriah.
Informasi publik tentang pos logistik kecil itu terbatas. Namun, menurut laporan media, Tower 22 berfungsi sebagai pusat pasokan untuk garnisun AS di dekatnya, al-Tanf, yang terletak di seberang perbatasan di Suriah.
Setidaknya 350 tentara Angkatan Darat dan Angkatan Udara AS juga ditempatkan di sana. Tidak jelas jenis senjata apa yang disimpan di pos terdepan itu dan jenis pertahanan udara yang digunakan.
Sejak awal perang Suriah pada tahun 2011, Washington telah menghabiskan ratusan juta dolar untuk membantu Amman membangun sistem pengawasan yang rumit yang dikenal sebagai the Border Security Programme (Program Keamanan Perbatasan) untuk membendung penyusupan pejuang bersenjata dari Suriah dan Irak.
Al-Tanf, yang terletak di jalan raya Baghdad-Damaskus, telah menjadi kunci dalam perang melawan kelompok bersenjata ISIL (ISIS). Juga mengambil peran sebagai bagian dari strategi AS untuk menahan penumpukan militer Iran di Suriah bagian timur.
Saat ini sekitar 2.500 tentara AS ditempatkan di Irak dan 900 lainnya ditempatkan di timur laut Suriah.
Yordania memiliki pakta keamanan yang erat dengan AS dan merupakan salah satu dari sedikit sekutu regional yang mengadakan latihan ekstensif dengan pasukan Amerika. Tentara Yordania adalah salah satu penerima terbesar pembiayaan militer luar negeri Washington.
Apa yang kita ketahui tentang serangan pesawat tak berawak di Yordania?
Tewasnya tiga anggota militer AS dalam serangan pesawat tak berawak di Tower 22 merupakan yang pertama sejak Israel melancarkan kampanye militernya yang brutal di Gaza pada 7 Oktober lalu dan memicu tanggapan dari kelompok-kelompok bersenjata regional.
Serangan udara tanpa awak tersebut menargetkan tempat tinggal di Tower 22 dan melukai 34 tentara, beberapa di antaranya mengalami luka ringan atau trauma otak, menurut laporan media. Militer AS mengatakan bahwa setidaknya delapan tentara yang terluka diterbangkan keluar dari Yordania untuk menjalani perawatan.
Yang menjadi pertanyaan para ahli adalah mengapa pertahanan udara di pos tersebut gagal mendeteksi pesawat tak berawak.
Identitas para tentara yang tewas dalam serangan itu belum dirilis.
Bagaimana reaksi pemerintahan Biden?
Presiden Biden mengatakan bahwa ia akan meminta pertanggungjawaban pelakuk serangan.
"Meskipun kami masih mengumpulkan fakta-fakta dari serangan ini, kami tahu bahwa serangan ini dilakukan oleh kelompok-kelompok militan radikal yang didukung oleh Iran yang beroperasi di Suriah dan Irak," kata Biden dalam sebuah pernyataan.
Iran membantah berada di balik serangan tersebut. "Iran tidak memiliki hubungan dan tidak ada kaitannya dengan serangan terhadap pangkalan AS," misi Teheran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Senin yang diterbitkan oleh kantor berita pemerintah IRNA.
"Ada konflik antara pasukan AS dan kelompok-kelompok perlawanan di wilayah tersebut, yang saling membalas serangan."
Apakah ada serangan lain terhadap kepentingan AS di wilayah tersebut?
Serangan terbaru ini terjadi di tengah meningkatnya risiko meluasnya perang Gaza seiring dengan meningkatnya ketegangan dan menyebarnya ketegangan di wilayah tersebut.
Lembaga pemikir nirlaba yang berbasis di AS, Institute for the Study of War, melaporkan bahwa milisi-milisi yang didukung Iran telah melancarkan lebih dari 170 serangan yang menargetkan pangkalan-pangkalan AS di Irak dan Suriah sejak perang Israel di Gaza setelah serangan Hamas yang mematikan pada tanggal 7 Oktober.
Pada tanggal 21 Januari, Komando Pusat AS mengatakan bahwa kelompok-kelompok yang didukung Iran menyerang pangkalan udara Ain al-Assad di Irak.
Perlawanan Islam di Irak telah mengaku bertanggung jawab atas puluhan serangan terhadap pangkalan-pangkalan yang menampung pasukan AS di Irak dan Suriah.
Kelompok ini mengatakan pada hari Minggu bahwa mereka akan melanjutkan serangan-serangannya sebagai respon terhadap "pembantaian yang dilakukan oleh entitas Zionis [Israel] terhadap rakyat kami di Gaza" di "benteng-benteng musuh." Israel telah diseret ke Mahkamah Internasional oleh Afrika Selatan atas tuduhan genosida yang dilakukan di Gaza.
Kelompok Hizbullah Lebanon telah terlibat dalam baku tembak lintas batas yang mematikan dengan Israel, sementara Houthi Yaman telah melakukan beberapa serangan terhadap kepentingan AS dan Israel. Pada hari Senin, Houthi mengatakan bahwa mereka meluncurkan sebuah roket ke arah kapal perang AS, Lewis B Puller, ketika kapal tersebut berlayar melalui Teluk Aden sehari sebelumnya. Serangan-serangan tersebut telah mengganggu salah satu rute pelayaran tersibuk di dunia.
Kelompok-kelompok tersebut - yang merupakan bagian dari apa yang disebut "poros perlawanan" - telah menargetkan Washington atas dukungan militernya kepada Israel dalam perang di Gaza.
Melaporkan dari Teheran, Resul Serdar dari Al Jazeera mengatakan bahwa Iran tidak menginginkan eskalasi regional.
"Para pejabat Iran tahu bahwa konfrontasi militer langsung dengan Israel juga berarti perang dengan AS yang dapat menjadi perang yang mematikan bagi Iran," katanya.
Meskipun Washington telah mempertahankan sikap resminya bahwa mereka tidak berperang di wilayah tersebut, mereka telah melakukan pembalasan terhadap kelompok-kelompok yang didukung Iran di Irak dan Suriah dan melakukan serangan terhadap kemampuan militer Houthi di Yaman.
Colin Clarke, peneliti senior di Soufan Group, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa serangan-serangan ini menunjukkan bahwa ada "perang regional".
"Tidak dapat disangkal lagi. Pasukan AS telah terbunuh dan AS akan merespons dengan tegas, apakah itu di Iran yang sebenarnya atau terhadap proksi Iran di berbagai negara tempat mereka beroperasi," katanya kepada Al Jazeera.