Jakarta, Gatra.com - Para ilmuwan Indonesia dinilai masih perlu banyak berperan dalam pentas internasional. Tak heran bila hingga kini belum ada yang berkesempatan memenangkan hadiah Nobel. Alih-alih meraih penghargaan tertinggi itu, para ilmuwan Indonesia kerap digambarkan hidup dalam ekosistem, budaya riset, kelembagaan dan dukungan dana yang kurang mendukung.
“Pasangan capres-cawapres Ganjar-Mahfud akan membuat terobosan, agar ada Generasi Z dan Alpha bisa meraih Nobel sebelum Tahun Emas Indonesia 2045,” ujar Wakil Ketua TPN Ammarsjah Purba, di Jakarta, Sabtu (27/1).
Menurut Ammar, para Ilmuwan atau periset masih terbenam dalam kungkungan birokrasi dan kerumitan prosedur administrasi dan pelaporan keuangan. Kenyataannya Hadiah Nobel lebih sering diraih para ilmuwan dari segelintir negara seperti Amerika Serikat, negara-negara kawasan Eropa Barat, termasuk Jepang.
Negara-negara itu, setidaknya, punya dua faktor yang mendukung ilmuwannya yakni ekosistem dan kesejahteraan. “Kita sudah sama-sama tahu, insentif bagi peneliti di negara-negara tersebut, terbilang besar. Itu sebabnya banyak diaspora peneliti Indonesia yang lebih memilih tinggal di sana, ini yang harus kita hindari, bagaimana periset Indonesia bahagia dan betah bekerja di negeri sendiri,” kata Ammar.
Bagi pasangan Ganjar-Mahfud, ilmu pengetahuan dan teknologi adalah isu yang penting, meski membutuhkan waktu lama untuk memetik hasilnya, karena merupakan kerja penelitian yang butuh ketekunan. Generasi baru, utamanya Generasi Z dan Alpha adalah harapan bagi imajinasi masa depan, agar mampu menjadi periset berkelas Nobel pada Indonesia Emas 2045.
Menurut Ammar, salah satu jalan dalam mencetak periset unggul adalah kemudahan akses pendidikan bagi generasi baru. Capres Ganjar Pranowo adalah figur yang tak mengenal lelah memikirkan dan mencari solusi bagi pendidikan, terlebih bagi mereka yang tidak mampu secara finansial. Ikhiarnya antara lain adalah menjawab keluhan atas kereportan urusan administrasi pertanggungjawaban keuangannya daripada substansi risetnya.
“Ada beberapa hal dalam kultur akademik di Indonesia yang harus diperbaiki, agar bisa menggapai hadiah Nobel. Dalam hal kesejahteraan, Mas Ganjar dan Prof Mahfud akan meningkatkannya, mengingat anggaran riset Indonesia adalah yang terendah di antara negara anggota G20, yaitu 0,28% dari PDB pada 2020,” jelas Ammar.
Pada seabad kemerdekaan, ada mimpi besar, salah satu warganya bisa meraih Nobel, dan lembaga riset (BRIN) mampu menghasilkan insan unggul dan kompeten di bidangnya. Pasangan Ganjar-Mahfud siap menghadapi tantangan untuk memajukan iptek.
“Mas Ganjar dan Prof Mahfud firm soal ikhtiar memajukan iptek, karena iptek berorientasi jauh ke depan. Bila kita hanya biasa-biasa saja dalam mengelola iptek, dikhawatirkan Indonesia juga bisa gagal memetik bonus demografi,” kata Ammar lagi.