Jakarta, Gatra.com - Pada Desember 2023 lalu, indeks risiko penangkapan ikan illegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur atau IUU Fishing (IUUF) diterbitkan oleh Global Initiative ATOC dan Poseidon. Di mana dalam laporan tersebut, Indonesia berada diperingkat nomor 6.
Angka tersebut merefleksikan status penanganan IUUF Indonesia yang staknan dari segi kerentanan, integrasi dan pengawasan. Selain itu, beberapa tahun terakhir isu IUUF ini masih menjadi persoalan di Indonesia karena praktiknya berlanjut, ada ancaman terhadap lingkungan, ekonomi dan social. Sehingga laporan ini meningkatkan relevansi keberlanjutan.
Peneliti Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Fecilia Nugroho menyebutkan, latar belakang Report IUUF Indeks ada empat. Yakni tren produksi perikanan global stabil di angka 90 miliar ton per tahun. Melibatkan tenaga kerja di perikanan hingga 2020 lebih dari 38 miliar orang bekerja di sektoy perikanan tangkap dan bisnis hulu hingga hilir.
“Ada tata kelola yang lemah sehingga menyumbang pada penurunan stok perikanan, dengan dampak lingkungan, social dan ekonomi,” kata Felicia pada Kamis (25/1).
“Enam tahun terkahir di report ini disampaikan bahwa diperkirakan bahwa 11 sampai 19% perikanan tangkap yang dtiagnkapa dari laut terindikasi IUUF, atau 10-26 ton ikan yang ditangkap melalui praktik-praktik yang tidak ramah lingkungan, tidak teregulasi dan tidak tercatat. Kerugian US$10 billion and US$23 billion,” lanjutnya.
Indikator yang digunakan laporan itu di antaranya pasar menilai asal usul seafood yang di konsumsi, badan perdagangan dengan menghindari risiko masuknya ikan dari sumber illegal ke negara, standar sertifikasi dengan menilai asal-usul seafood (tracability). Serta negara/organisasi menilai risiko IUU dengan melakukan benchmarking kinerja.
Upaya Pemerintah Mencegah dan Berantas IUU Fishing di Indonesia
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Tim Kerja Pembinaan dan Pengembangan Pengawasan Sumber Daya Perikanan Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan perikanan (KKP) Hedhi Sugrito Kuncoro, menjelaskan bahwasannya keragaman sarana dan prasarana pengawasan ada 34 unit kapal pengawas, 2 unit pesawat patroli, 91 unit speedboat dan URC. Juga terdapat 14 pangkalan pengendali PSDKP.
Dukungan teknologi dalam pengawasan terbagi berbagai titik di Indonesia. Beberapa cara penggunaan teknologi dalam pengawasan dengan adanya monitoring, alert dan dashboard. Pemerintah menghargai hasil kajian/riset sebagai bentuk wake-up call sebagai upaya untuk terus berkomitmen dan meningkatkan kinerja pencegahan dan pemberantasan IUU Fishing.
“Tentunya ini tidak bisa dilakukan sensdiri tapi smeua unsur. Pengawasan perikanan dalam hal ini pemberantasan IUU Fishing merupakan bentuk hadirnya pemerintah dalam mewujudkan tujuan pengelolaan perikanan, termasuk meratifikasi dan mengadopsi seluruh instrument internasional di bidang perikanan,” jelas Hedhi.
Pengawasan yang efektif harus dilakukan dalam bentuk tindakan pencegahan, pembinaan maupun represif dalam bentuk pengenaan sanksi serta dukung dengan sistem pengawasan IUUF yang baik dan berbasis teknologi informasi. Pengawasan IUUF juga membutuhkan peran serta masyarakat (dalam cangkupan luas, termasuk unsur perguruan tinggi, masyarakat sipil) untuk mengawasi dan menyampaikan laporan kepada pejabat yang berwenang.
Reporter: Myla Lestari