Sukabumi, Gatra.com - Nama politisi Maruarar Sirait jadi sorotan publik baru-baru ini karena resmi keluar dari PDIP dengan mengembalikan Kartu Tanda Anggota (KTA).
Banyak yang menafsirkan tindakan ini untuk mewakili Jokowi yang juga diminta untuk mengembalikan KTA oleh elite-elite PDIP. Hal itu dikuatkan dengan pernyataan Maruarar yang menyatakan ikut gerbong Jokowi.
Belakangan, hengkangnya Maruarar dari PDIP pada Senin (15/1) lalu, dinilai akibat terpapar virus Jokowi oleh rekan-rekan seperjuangannya. Salah satunya, dikatakan oleh Kader PDIP Kabupaten Sukabumi, Agung Munajat.
Agung mengaku banyak mendapat cerita dari Iwan Siswo, teman setia Maruarar. Bang Iwan, begitu Agung memanggilnya, merupakan seorang penyusun buku Panca Azimat Revolusi yang juga salah satu kader PDIP.
"Saya paham betul mengenai perkawanan antara si Ara (Maruarar) dan Bang Iwan Siswo. Mereka seperti langit dan bumi. Saya mengerti persis bahwa mereka berdua teman kuliah satu angkatan tahun 1988 di FISIP Universitas Parahyangan Bandung, sekaligus satu jurusan Hubungan Internasional," katanya dalam keterangan yang diterima pada Kamis (25/1).
Menurut Agung, Maruarar pernah mengajak Bang Iwan untuk tinggal satu kamar indekost selama satu tahun. Hingga akhirnya, pemilik indekost berkeberatan Bang Iwan tinggal di kamar itu bersama Maruarar lantaran selalu menyalakan musik rock and roll dengan volume maksimal.
"Gandeng kalau kata Orang Sunda. Bang Iwan Siswo ini dipanggilnya si Noel oleh kawan-kawannya di Unpar," ucap Agung.
Ia mengakui, Maruarar Sirait adalah sosok anak yang pintar, sementara Bang Iwan orang bodoh. Maruarar lulus lebih dulu, sedangkan Bang Iwan baru lulus setelah delapan tahun kuliah.
"Si Ara ini orang baik sementara Bang Iwan orang paling bandel, nakal, dan terkenal sangat jahat semasa kuliah di kampus Unpar," ujarnya.
"Tapi dalam politik orang baik itu tidak diperlukan, politik itu diperlukan kejujuran dan kesetiaan serta tegak lurus atas instruksi partai. Komitmen di atas segalanya," tambah lelaki yang juga Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Sukabumi Bidang Politik itu.
Ia menyebut, Bang Iwan pernah jadi asisten pribadi Maruarar selama lima tahun pada 2004-2009. Saat itu, Bang Iwan yang membantu Maruarar baik di parlemen maupun di partai.
Bahkan pada saat Maruarar menjadi pengurus DPP PDIP sebagai Ketua Bidang Pemuda Mahasiswa dan Olahraga, Bang Iwan lah yang menjadi sekretaris eksekutif standby di Kantor DPP di Lenteng Agung, Jakarta. Bang Iwan juga pernah menjadi Tim Sukses Tunggal ayahnya Maruarar, Almarhum Sabam Sirait dalam pemilihan legislatif di Provinsi Kalimantan Tengah. Almarhum Sabam Sirait adalah salah satu deklarator PDIP ketika fusi partai di zaman Soeharto.
"Jadi, Bang Iwan ini sempat bertanggung jawab terhadap kemenangan, sampai kesehatan dan keselamatan nyawa Alm. Sabam Sirait ketika itu, walau hanya diupah Rp100 ribu per hari, Bang Iwan maju terus tiada gentar, tiada takut, tanpa pamrih. Itu faktanya," ucap Agung.
Selain itu, dirinya mengungkapkan fakta bahwa pada saat Maruarar sudah menjabat sebagai Ketua DPP PDI Perjuangan sekaligus anggota DPR RI, Bang Iwan hanya berpangkat Ketua Ranting Setiabudi, Jakarta Selatan.
"Selain itu, sekarang katanya si Ara memiliki rumah di Jalan Diponegoro, Bang Iwan setelah full-penuh atas komitmen politiknya selama lima tahun membantu si Ara, sampai sekarang pun rumah nggak punya, mobil nggak punya, motor nggak punya, tabungan pun nggak ada. Nomor rekening bank saja juga nggak punya. Kasihan Bang Iwan," jelas Agung.
Namun demikian, kesetiaan Bang Iwan kepada PDIP tidak pudar sedikit pun. Bahkan Bang Iwan yang dikenal sebagai penyusun buku Panca Azimat Revolusi ini tidak pernah berpikir atau terlintas sedikitpun untuk keluar dari PDIP. Insting Agung menyatakan bahwa prinsip Bang Iwan sesungguhnya adalah pengemban amanat penderitaan rakyat.
"Meski dalam buku yang prolognya langsung oleh Ketua Umum Ibu Megawati Soekarnoputri, Ketua DPR RI Puan Maharani, Ribka Tjiptaning serta Epilognya oleh Sabam Sirait dan tidak mendapatkan kemewahan buktinya dirinya tetap berpegang teguh pada prinsip partai, yakni tetap mengemban amanat penderitaan rakyat," tegasnya.
Agung mengaku miris setiap melihat betapa kontrasnya Bang Iwan dan Maruarar. Kondisi itu digambarkannya seperti serial televisi Rich Man & Poor Man.
"Tapi saat mengetahui cerita sesungguhnya dan sebenarnya dari Bang Iwan, saya jadi tahu bahwa si Ara tidak ada apa-apanya, saya tahu rahasianya," ucap Agung.