Jakarta, Gatra.com – Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Ketut Sumedana, mengatakan, FG ditetapkan sebagai tersangka karena diduga berperan mengondisikan paket-paket pekerjaan proyek pembangunan jalur kereta api Besitang–Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017–2023 senilai Rp1,3 miliar.
“Sehingga pelaksanaan lelang paket pekerjaan sesuai dengan kehendaknya,” kata Ketut di Jakarta, Rabu (24/1).
Ketut menjelaskan, Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung menetapkan FG sebagai tersangka setelah memeriksa yang bersangkutan sebagai saksi pada Selasa (23/1).
Penyidik memeriksa pemilik PT Tiga Putra Mandiri Jaya, FG; bersama dua orang saksi lainnya, yakni Direktur PT Triputra Andalan, PB; dan Direktur PT Tiga Putra Mandiri Jaya, ZZZ, untuk enam orang tersangka.
Penetapan status tersangka terhadap FG yang merupakan pemilik PT Tiga Putra Mandiri Jaya ini setelah Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) mengantongi bukti permulaan yang cukup berdasarkan proses pemeriksaan saksi-saksi dan alat bukti yang telah diperoleh.
Kejagung langsung menahan tersangka FG di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari ke depan terhitung mulai tanggal 23 Januari sampai dengan Februari 2024.
Ketut menjelaskan, sesuai konferensi pers petenetapan 6 orang tersangka pada Jumat (19/1/2024), kasus posisinya bahwa pada tahun 2017–2019, Balai Teknik Perkeretaapian Medan telah melaksanakan Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang–Langsa dengan nilai kegiatan sebesar Rp1,3 triliun.
Dalam pelaksanaan proyek tersebut, tersangka FG diduga kuat memiliki peranan untuk mengondisikan paket-paket pekerjaan, sehingga pelaksanaan lelang paket pekerjaan sesuai dengan kehendaknya.
“Secara teknis, proyek tersebut tidak layak dan tidak memenuhi ketentuan karena sama sekali tidak dilakukan Feasibility Study (FS) atau studi kelayakan, serta tanpa adanya penetapan trase jalur Kereta Api oleh Menteri Perhubungan (Kemenhub).
“Akibat perbuatan tersangka FG bersama tersangka lainnya, besar kemungkinan proyek tersebut tidak dapat digunakan,” ujarnya.
Sedangkan untuk jumlah kerugian keuangan negara dari proyek senilai Rp1,3 triliun ini, lanjut Ketut, Tim Penyidik Pidsus Kejagung masih melakukan penghitungan dengan berkoordinasi secara intensif kepada pihak-pihak terkait.
“Tidak menutup kemungkinan proyek ini dikategorikan sebagai total loss karena tidak dapat digunakan sama sekali,” katanya.
Adapun enam tersangka yang sebelumnya ditetapkan Kejagung pada Jumt (19/1/2024), yakni NSS selaku pengguna anggaran dan kepala Bali Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2016-2017 dan AGP selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) proyek tersebut dan mantan kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017-2018.
“AAS dan HH, keduanya selaku PPK [Pejabat Pembuat Komitmen], RMY selaku Ketua Kelompok Kerja Pengadaan Konstruksi 2017, serta AG selaku direktur PT DYG juga selaku konsultan perencanaan dan konsultan supervisi pekerjaan,” ujar Kuntadi, Direktur Penyidikan Pidsus Kejagung.
Kejagung langsung menahan keenam orang tersangka tersebut selama 20 hari ke depan mulai dari 19 Januari sampai dengan 7 Februari 2023 untuk kepentingan proses penyidikan. Tersangka AAS, RMY, dan HH ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejagung, AG di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, dan NSS dan AGP di Rutan Salemba.
Kejagung menyangka ketujuh orang tersebut melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.