Wonosobo, Gatra.com - Dalam debat antar cawapres yang digelar oleh KPU RI, Minggu (21/1) malam dengan salah satu sub temanya adalah agraria. Cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka sempat menyebut akan meneruskan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), redistribusi tanah, hingga kebijakan satu peta (one map policy) untuk mengatasi masalah kepemilikan tanah.
Sedangkan cawapres nomor urut 3, Mahfud MD mengatakan bahwa, belum ada satu pun sertifikat redistribusi untuk pengembalian klaim-klaim atas tanah.
Diketahui redistribusi tanah adalah pembagian tanah yang dikuasai oleh negara tanah yang telah ditegaskan menjadi obyek landreform, diberikan kepada petani penggarap yang telah memenuhi persyaratan sesuai PP Nomor 224 tahun 1961. Tanah pemberian itu disebut pula tanah redis, penerima akan mendapat sertifikat hak milik (SHM) namun tidak boleh diperjualbelikan.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Hadi Tjahjanto menyampaikan bahwa, sejak tahun 1961, tepatnya setelah terbitnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) hingga tahun 2014 atau selama 53 tahun, program Redistribusi Tanah baru mencapai 2,79 juta bidang. Sementara dari tahun 2015-2023 atau dalam delapan tahun, capaiannya sudah mencapai 2,96 juta bidang.
Hal ini disampaikan Hadi Tjahjanto, sebelum kegiatan penyerahan 3.000 sertifikat tanah program PTSL oleh Presiden Joko Widodo di Alun-Alun Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Jumlah tersebut tentunya berbanding terbalik dengan klaim Mahfud MD yang saat ini masih menjabat sebagai Menko Polhukam.
"Selama periode pemerintahan Presiden Jokowi, telah terjadi akselerasi redistribusi tanah yang merupakan bagian dari program Reforma Agraria ini. Setiap tahunnya rata-rata kami mengeluarkan (sertifikat redistribusi tanah) sebanyak 424.000 bidang. Artinya ini sudah bagus, sistemnya sudah bagus dibandingkan tahun 1961 sampai 2014 tersebut. Ini merupakan akselerasi pelaksanaan Reforma Agraria khususnya Redistribusi Tanah,” kata Hadi Tjahjanto, Senin (22/1).
Kemudian, lanjut Hadi, pihaknya harus berkoordinasi dengan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) serta Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk memohon agar diberikan penguasaan tanah yg berada di kawasan hutan.
"Ada 21.385 desa, ada tiga hutan yang kami minta supaya dilepas diserahkan ke rakyat. Harus koordinasi dengan Kementrian LHK. Kemudian kami juga meminta koordinasi dengan KKP untuk menyelesaikan masalah yang hidup di atas perairan. Saya menyampaikan berdasar data dan masyarakat yang menerima," ungkap mantan Panglima TNI ini.
Menurut dia, reforma agraria bukan hanya dilakukan oleh Kementrian ATR/BPN saja, harus bersinergi dengan Kementfian LHK dan KKP. Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dan 2020-2024, target Redistribusi Tanah adalah 4,5 juta hektar.
Dari jumlah tersebut, tanah obyek yang bersumber dari eks Hak Guna Usaha (HGU), tanah telantar dan tanah negara lainnya targetnga adalah memiliki target 0,4 juta ha. Sedangkan capaian saat ini sebanyak 2.269.859 bidang tanah dengan luas 1.432.928,91 ha atau sebesar 358,23%, jauh melampaui target.
Sementara itu, tanah objek yang bersumber dari Pelepasan Kawasan Hutan memiliki target 4,1 juta hektar. Saat ini capaian untuk TORA yang bersumber dari Pelepasan Kawasan Hutan baru mencapai 774.416 bidang tanah dengan luas 379.621,85 Hektare atau sebesar 9,26%.
"Yang dilaksanakan Kementerian ATR/BPN adalah Redistribusi Tanah dari eks HGU ini sudah kita laksanakan melebihi target hingga 358,23 persen. Sisanya adalah pelepasan kawasan hutan, namun baru 1,7 juta hektare. Tahun 2024 kita akan tingkatkan sinergi bersama kementerian terkait,” pungkas Hadi Tjahjanto.