Home Politik Jokowi Digugat dI PTUN soal Nepotisme, Gibran: Ya, Silakan

Jokowi Digugat dI PTUN soal Nepotisme, Gibran: Ya, Silakan

Jakarta, Gatra.com - Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut dua Gibran Rakabuming Raka menjawab singkat perihal digugatnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan keluarga di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas dugaan nepotisme.

Gibran mempersilakan pihak-pihak yang ingin menggugat Jokowi dan keluarganya.

"Iya silakan," ujar Gibran saat ditemui di Warakas, Jakarta Utara, Selasa (16/1).

Sebelumnya, Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara menggugat Presiden RI Joko Widodo dan keluarganya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Jumat (12/1).

Gugatan TPDI dan Perekat Nusantara yang dilayangkan dengan klasifikasi perkara Perbuatan Melawan Hukum (PMH) ini teregister di Kepaniteraan PTUN Jakarta dengan nomor 11/G/TF/2024/PTUN.JKT.

Perwakilan penggugat, Petrus Selestinus, menjelaskan, gugatan ini diajukan lantaran Presiden Jokowi dinilai telah melakukan nepotisme untuk membangun dinasti politik yang bertentangan dengan TAP MPR No.XI/1998, Undang-Undang (UU) dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik.

“TPDI dan Perekat Nusantara melihat nepotisme dinasti politik Presiden Jokowi telah berkembang sangat cepat, sehingga telah menjadi ancaman serius terhadap pembangunan demokrasi,” kata Petrus.

“Secara absolut akan menggeser posisi kedaulatan rakyat menjadi kedaulatan nepotisme dinasti politik Jokowi yang berpuncak di Mahkamah Konstitusi dan Lembaga Kepresidenan,” ucapnya.

Petrus menilai, reformasi yang dibangun selama 25 tahun telah diruntuhkan oleh nepotisme dinasti politik Jokowi, hanya dalam waktu satu tahun terakhir yang dapat dilihat dari sikap dan perilaku presiden.

Hal ini, menurut dia, merupakan bentuk pengkhianatan terhadap reformasi yang belum maksimal diwujudkan setelah 25 tahun berjalan.

Bahkan, nepotisme ini tidak hanya menguasai suprastruktur politik di eksekutif dan legislatif, tetapi juga menguasai, bahkan menyandera lembaga yudikatif dalam hal ini, Mahkamah Konstitusi (MK) selaku Pelaksana Kekuasaan Kehakiman.

“Ketika Anwar Usman Ketua MK saat itu menjadi ipar Presiden Jokowi. Inilah yang membuat MK kehilangan kemerdekaan dan kemandiriannya,” kata Petrus. 

“Apa yang terjadi dengan MK selama Anwar Usman menjabat Ketua MK, telah meruntuhkan wibawa dan mahkota MK,” ucapnya.

Petrus menilai, kemerdekaan dan kemandirian MK yang dijamin oleh Pasal 24 UUD 1945 dirusak hanya demi kepentingan nepotisme dinasti politik yang melanggar TAP MPR No.XI /MPR/1998 dan UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Ia mengatakan, daya rusak dari nepotisme dinasti politik adalah peran kedaulatan rakyat sebagai hal paling esensi dalam demokrasi menjadi korban.

Hal ini terjadi lantaran kedaulatan rakyat kehilangan peran penentu dalam politik negara, peran kedaulatan rakyat bergeser menjadi kedaulatan nepotisme dinasti politik.

“Artinya, manakala nepotisme dinasti politik Jokowi dibiarkan berkembang dan beranak-pinak ke seluruh sentra kekuasaan, hingga ke supra struktur politik di pucuk pimpinan lembaga negara (eksekutif, legislatif, yudikatif), maka secara absolut kedaulatan rakyat akan bergeser menjadi kedaulatan nepotisme dinasti politik Jokowi lewat ‘demokrasi seolah-olah’,” papar Petrus.

“Jika itu yang terjadi, maka kita sesungguhnya telah kembali kepada sistem hegemoni kekuasaan politik di-era orde baru, era dimana terjadinya pemusatan kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab pada Presiden/Mandataris MPR yang berakibat tidak berfungsinya dengan baik lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara, tidak berkembangnya partisipasi masyarakat dalam kontrol terhadap pemerintah,” ucapnya.
 

80