Home Internasional Perang 100 Hari Hamas-Israel: Pertempuran Sengit di Gaza, 24.000 Warga Palestina Tewas

Perang 100 Hari Hamas-Israel: Pertempuran Sengit di Gaza, 24.000 Warga Palestina Tewas

Gaza, Gatra.com - Tank dan pesawat Israel terus menyerang sasaran di Gaza selatan dan tengah dan terjadi baku tembak sengit di beberapa daerah 
memasuki hari ke 100 sejak serangan 7 Oktober yang dipimpin Hamas.

Reuters, Senin (15/1) melaporkan, layanan komunikasi dan internet terputus selama tiga hari berturut-turut, sehingga mempersulit pekerjaan kru darurat dan ambulans yang berusaha membantu orang-orang di daerah yang dilanda pertempuran.

Pertempuran terkonsentrasi di kota selatan Khan Younis, tempat Hamas mengatakan pejuangnya menyerang tank Israel, serta di Al-Bureij dan Al Maghazi di Gaza tengah, tempat militer Israel menyebut beberapa militan tewas.

Militer Israel mengatakan pasukannya menghancurkan beberapa lubang roket yang digunakan Hamas untuk menembakkan rudal ke Israel.

Selama 24 jam terakhir, Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan adanya tambahan 125 orang telah tewas dan 265 orang terluka, sehingga menjadikan jumlah total korban tewas sejak dimulainya perang menjadi hampir 24.000 orang, dan lebih dari 60.000 orang terluka.

Berbicara melalui tautan video pada sebuah konferensi di Istanbul, pemimpin Hamas Ismail Haniyeh memuji serangan pada 7 Oktober yang dilakukan oleh para pejuang kelompok tersebut di komunitas Israel di sekitar Jalur Gaza, menewaskan lebih dari 1.200 orang dan menyandera sekitar 240 orang, menurut penghitungan Israel.

“Kami bukan pencari perang. Kami adalah pencari kebebasan,” katanya, seraya mengatakan serangan itu sebagian merupakan respons terhadap blokade Israel selama bertahun-tahun di Jalur Gaza, yang dikuasai Hamas sejak tahun 2007.

Militer Israel mengatakan pihaknya telah beralih ke fase baru. Perang tersebut, terfokus pada ujung selatan wilayah tersebut, dimana hampir 2 juta orang kini berlindung di tenda-tenda dan akomodasi sementara lainnya, setelah tahap awal berpusat pada pembersihan ujung utara termasuk Kota Gaza.

Di Jalur Gaza utara, para pejabat kesehatan mengatakan serangan udara Israel menewaskan seorang jurnalis lokal, sehingga meningkatkan jumlah jurnalis yang terbunuh dalam serangan Israel menjadi lebih dari 100 orang, menurut kantor media pemerintah Gaza.

Dalam sebuah pernyataan pada 16 Desember, sebagai tanggapan atas kematian seorang jurnalis di Gaza, tentara Israel mengatakan IDF tidak pernah, dan tidak akan pernah, dengan sengaja menargetkan jurnalis.

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menepis seruan gencatan senjata, dan mengatakan Israel akan terus melakukan serangan sampai mencapai kemenangan penuh atas Hamas. 

Namun pihak militer mengatakan, pada fase perang berikutnya akan terjadi operasi yang lebih bertarget terhadap para pemimpin dan posisi militer gerakan tersebut.

Di perbatasan utara Israel dengan Lebanon, di mana terjadi baku tembak skala kecil antara pasukan dan pejuang milisi Hizbullah yang didukung Iran, militer Israel mengatakan telah membunuh empat militan bersenjata yang mencoba melintasi perbatasan.

Dikatakan beberapa rudal anti-tank ditembakkan ke Israel utara, salah satunya menghantam sebuah rumah di komunitas Kfar Yuval, menewaskan satu orang dan menyebabkan sejumlah korban lainnya.

Perang di Gaza juga memicu kekerasan di Tepi Barat yang diduduki Israel. Para pejabat kesehatan Palestina mengatakan pasukan Israel membunuh tiga warga Palestina, termasuk seorang anak laki-laki berusia 14 tahun, dalam dua insiden terpisah di Hebron dan Jericho di Tepi Barat.

Militer Israel mengatakan dua warga Palestina di dalam mobil menabrak salah satu pos pemeriksaan di dekat Hebron dan melepaskan tembakan ke arah pasukan yang mengejar. 

“Mereka terbunuh akibat tembakan balasan,” kata pernyataan militer. Belum ada komentar mengenai kematian anak laki-laki berusia 14 tahun di Jericho.

Di Rafah di Jalur Gaza selatan, Nana, seorang siswa sekolah menengah berusia 17 tahun yang mengungsi dari Gaza utara, mengatakan perang selama 100 hari mengubah hidupnya secara terbalik.

“Kami menuntut pendudukan tidak hanya untuk mengakhiri perang tetapi juga kompensasi atas kerusakan psikologis akibat pengungsian dan kesulitan yang dialami,” katanya.

67