Home Gaya Hidup Berdialog dengan Alam: Pameran Foto Dialektika Flora Rikin

Berdialog dengan Alam: Pameran Foto Dialektika Flora Rikin

Jakarta, Gatra.com - Fotografer Flora Rikin mengadakan pameran foto tunggal di Cemara 6 Galeri, Jakarta. Pameran bertajuk “Dialektika” tersebut berlangsung mulai tanggal 14 hingga 27 Januari 2024.

Lewat pameran tunggalnya ini, Flora Rikin menyajikan 16 karya fotografi lanskap yang dibuat pada 2014, 2016, 2018 dan 2019. Beberapa di antaranya menampilkan sekelompok atau sebatang pohon yang berdiri di tengah hamparan salju. Disajikan dalam balutan warna hitam-putih, nuansa kontemplatif terasa pada seluruh foto yang dipamerkan.

Baca Juga: Melukis Sejarah: Pameran Karya Langka Kartono Yudhokusumo di Komunitas Salihara

Begitu memasuki ruang pamer, pengunjung akan langsung melihat seri foto -di bagian awal presentasi- yang di dalamnya banyak terkandung unsur bidang kekosongan. Sebuah pohon yang berdiri di tengah hamparan salju putih belaka. Pohon itu berdiri, bersendiri.

Makin diikuti satu persatu, muncullah objek-objek lain. Pohon tersebut ditampilkan dalam kelompoknya dan bidang kekosongan makin berkurang. Kemudian muncul objek rumah, ombak pecah, hingga presentasi ini dipungkasi oleh satu karya besar yang menjadi satu-satunya karya dengan objek manusia. Manusia itu digambarkan berdiri sendiri, di satu sudut, dikelilingi kabut dan pepohonan.

Pengunjung melihat karya fotografri Flora Rikin di Pameran Dialektika (Gatra/Hidayat Adhiningrat P.)

Direktur Cemara 6 Galeri, Dr. Inda Citraninda Noerhadi, mengatakan bahwa Flora Rikin merekam pengalamannya berdialog dengan alam dan ingin membagikannya kepada publik. Percakapan dengan dunia alam benda yang demikian mengingatkannya pada karya-karya cat air Timoer Bjerkness, yang kebetulan masuk dalam koleksi museum di Cemara 6 Galeri.

“Dengan merekam dialognya dengan dunia alam benda, Timoer dan Flora tidak mengobjektifikasi subyek gambar mereka. Mereka memposisikan subyek gambar mereka dalam posisi yang setara. Alam benda mengingatkan mereka akan posisi manusia dalam kehidupan,” ucap Inda Citraninda Noerhadi.

Flora Rikin pada pameran ini mengeksplorasi penerapan filosofis dialektika sebagai pencarian kebenaran. Pemeriksaan transformasi ini mempunyai banyak bentuk, termasuk inferensialisme, logika rekursif, logika penculikan, materialisme, dan teori kritis.

Pameran yang judulnya diambil dari kata dialog ini alhasil menjadi pagelaran foto berbentuk dialog visual yang terjadi antara subjek dan fotografer. Monograf Flora Rikin merupakan hasil perbincangan mendalam yang melibatkan semua pihak yang terlibat dalam penyusunannya serta fotografer dan subjeknya.

Kurator Pameran, Andang Iskandar, mengatakan bahwa pameran Dialektika ini menampilkan 16 foto dari sang seniman yang sebenarnya merupakan hasil proses kurasi yang cukup panjang. "Dari 40 foto menjadi 16 setelah diseleksi," katanya di Cemara 6 Galeri, Sabtu, (13/1).

Flora Rikin dalam pembukaan pameran DIalektika, Cemara 6 Galeri (Gatra/Hidayat Adhiningrat P.)

Lebih lanjut Andang mengatakan dialektika secara etimologis dekat dengan dialog, percakapan, atau melalui percakapan. Dialog adalah bagian dari keseharian sebagai makhluk yang tumbuh dan dibangun dengan percakapan kisah-kisah, narasi, dan cerita yang diterima dan disampaikan sebagai cara untuk memahami diri dan realitas.

"Begitu pula fotografi dengan kemampuannya untuk merekam dan menghadirkan kembali realitas sering menjadi medium untuk menyampaikan kisah, cerita, narasi personal," katanya.

Karya foto menjadi bagian dari apa yang akan diceritakan, dikisahkan oleh fotografernya dan merupakan hasil dari proses dialog, percakapan antara diri dengan objek, foto, pemandangnya, serta diri sendiri.

Baca Juga: Di JIPFest 2023 Sepuluh Fotografer Muda Bicara Demokrasi

Seperti diketahui, fotografi telah menjadi media baru di medan seni rupa kontemporer sejak awal Abad XX. Bersama dengan sejumlah media baru lainnya, seperti video dan performans, fotografi menjadi media yang sering dipilih oleh perempuan perupa karena tidak memiliki beban sejarah seperti lukisan dan patung.

Selama ratusan tahun, lukisan dan patung telah menjadi representasi male gaze, yang memandang perempuan dan dunia alam benda sebagai objek. Cara pandang demikian bukan hanya cara pandang dunia seni rupa, melainkan dunia lama secara keseluruhan.

Tidak seperti male gaze, female gaze bersifat subjektif (unik). Segala sesuatu memiliki kekhasannya masing-masing sehingga satu pandangan tidak bisa sepenuhnya mewakili pandangan lainnya. Pameran fotografi Dialektika oleh Flora Rikin, boleh dibilang, menjadi salah satu pintu bagi publik untuk memasuki female gaze yang unik tersebut.

272