Jakarta, Gatra.com - Indonesia bisa menjadi pemimpin dalam diplomasi di percaturan global dengan memanfaatkan keunggulan industri baterai kendaraan listrik atau electronic vehicle. Bahan mentah yang melimpah, terutama nikel yang merupakan unsur vital dan membuka ruang kekuatan diplomasi.
Penjelasan itu disampaikan Wakil Ketua TPN Ammarsjah Purba Kamis, (11/1) di Jakarta. Sebagaimana diketahui Ganjar Pranowo dalam perdebatan antar Calon Presiden yang berlangsung 7/1/2024 lalu menyampaikan soal industri baterai bagi kendaraan listrik.
“Mas Ganjar juga menyatakan, produksi baterai EV bisa menaikkan posisi tawar Indonesia di level global, bisa menjadi alat diplomasi agar Indonesia semakin diperhitungkan, ini penting untuk dicatat,” ujar Ammar kepada Gatra.com.
Hal ini adalah ujud visi jauh ke depan soal transisi energi dan perubahan iklim. Bumi ini harus diselamatkan dari ancaman pemanasan global, yang salah satu caranya adalah dengan penggunaan kendaraan listrik secara massif.
Kendaraan listrik butuh baterai yang lebih ramah lingkungan ketimbang enerji fosil , artinya ada ruang bagi Indonesia untuk memimpin dalam transisi energi, dan memberi kontribusi signifikan dalam mitigasi krisis iklim. Pengembangannya ada dalam paket pembangunan industri baterai di dalam negeri.
Ada empat unsur logam sebagai komponen baterai kedaraan listrik, salah satunya adalah nikel, yang sumber dayanya melimpah. Selain nikel, ada beberapa unsur logam lain sebagai komponen baterai, yaitu bauksit, kobalt, mangan dan lithium. Dari keempat logam tersebut, yang sementara belum tersedia di Indonesia, adalah lithium.
Di Indonesia saat ini belum ditemukan ceruk potensial bijih litium, masih pada fase indikasi. Namun untuk nikel dan kobalt, Indonesia adalah salah satu negara dengan cadangan terbesar di dunia, termasuk juga mangan, yang ladangnya tersebar di NTT.
“Secara singkat bisa dikatakan, adanya potensi pasar mobil listrik, disertai cadangan (utamanya) nikel dan kobalt yang melimpah, kita boleh optimis, dalam lima atau sepuluh tahun mendatang, Indonesia dalam posisi menentukan dalam industri baterai dan mobil listrik, sebagaimana diharapkan Mas Ganjar,” kata Ammar.
Percepatan pemakaian kendaraan listrik (electric vehicle) telah menjadi tren global, bagian dari program transisi energi skala besar, untuk menggantikan kendaraan berbahan bakar energi fosil (BBM). Emisi yang dihasilkan kendaraan berbasis energi fosil, merupakan salah satu pemicu fenomena perubahan iklim.
Kesadaran tentang dampak perubahan iklim, yang salah satunya adalah pemanasan global, semakin menguat saat KTT Iklim (COP-21) 2015 di Paris, yang menghasilkan Kesepakatan Paris. “Inti Kesepakatan Paris adalah, bagaimana komunitas internasional bisa berkolaborasi, agar suhu bumi tetap dijaga, sebagai ikhtiar mencegah terjadinya pemanasan global serta bencana kemanusiaan. Pasangan Ganjar-Mahfud sudah siap dalam program transisi energi, termasuk upaya mitigasi krisis iklim,” kata Ammar lagi.