Jakarta, Gatra.com – Rektor Universitas Sahid (Usahid) Jakarta, Dr. Marlinda Irwanti Poernomo, S.E., M.Si., mengatakan, akan menindak tegas siapapun civitas akademika Usahid yang melakukan kekerasan seksual di kampus.
“Harpan sebagai rektor, mudah-mudahan zero kekerasan, tetapi kalau itu terjadi maka saya tidak akan memberikan toleransi terhadap siapa pun itu, apakah itu dosen, tenaga pendidik, atau para mahasiswa yang melakukan kekerasan seksual di kampus,” kata Marlinda usai melantik Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekersan Seksul (Satgas PPKS) Usahid di Kampus Usahi, Jakarta, Kamis (11/1).
Pembentukan dan pelantikan Satgas PPKS ini, lanjut Marlinda, sebagai bentuk keseriusan Usahid Jakarta dalam melaksanakan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penangan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
“Karena bagaimanapun kita harus menciptakan kampus yang aman, nyaman, dan tidak ada kekerasan seksual,” tandasnya.
Dengan adanya Satgas PPKS ini, lanjut dia, Usahid Jakarta bisa menanggulangi, memberikan dorongan atau encourage, perlindungan, serta menyosialisasikan penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Ia menjelaskan, tugas dan kewenangan Satgas PPKS Usahid sesuai ketentuan Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 Pasal 34 Ayat (1), di antaranya melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (edukasi dan penanganan laporan), pelayanan dan dukungan korban, penyusunan kebijakan, kerja sama dan koordinasi dengan lembaga terkait seperti kepolisian, kesehatan, dan hukum.
“Saya akan minta turun ke fakultas-fakultas menyosialisasikan tugas-tugas dan wewenang Satgas PPKS, sosialiasi tentang UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, kemudian melakukan encourage mahasiswa, tendik [tenaga pendidik], dan dosen untuk paham apa yang disebut kekerasan seksual,” katanya.
Sedangkan untuk anggota Satgas PPKS-nya, ujar Marlinda, terdiri dari berapa unsur atau elemen di Kampus Usahid. Mereka menjadi Satgas setelah lulus seleksi yang lumayan panjang, dimulai dari seleksi berkas, pelatihan LMS dari Kemendikbudristek, uji publik, dan wawancara.
“Kita punya 6 fakultas, kemarin uji publik, fit and propertest, fakultas masing-masing mencalonkan. Kemudian dari mahasiswa, dari fakultas, dari dosen dan tendik,” katanya.
Satgas PPKS terdiri dari unsur dosen, tendik, dan mahasiswa sesuai aturan yang ditetapkan LLDIKTI Wilayah III Kemendikbudristek RI. Adapun Satgas PPKS USAHID yang dilantik 17 orang, yaitu Dr. Dessy Sunarsi, S.H.,MM (Ketua); Sri Nursanti, S.Sos., M.Si (Sekretaris) dengan anggota dari unsur Dosen: Dr. Gloria Angelika, S.Pd., M.Si; Hamidatun, S.Tp.,M.Si; Dewi Gita Kartika, S.Tr. Par., M.Par; Dra. Nurul Haniza, M.Si; dan Yusia Wulandari, ST., M.Sc.
Sedangkan anggota dari unsur mahasiswa, yakni Muhammad Ardan, Muhammad Adhi Pranata, Siti Josinta Malik, Ripat Abdurahman, Rabbani Qariansyah, Halimah Tusa’diyah, Ailsa Mustika, Shavira Hasanah, Siva Oktaviani, dan Firda Silta Maulani.
Selain melantik Satgas PPKS Usahid, Marlinda bersama Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Ratna Susianawati, meresmikan Pos Sahabat Perempuan dan Anak (Pos SAPA) Usahid.
Pelantikan Sagtas PPKS dan peresmian Pos SAPA tersebut, kata dia, merupakan upaya Usahid memegang teguh komitmen guna menjadikan kampus bukan hanya sebagai pusat pembelajaran, tetapi juga sebagai tempat yang aman dan bebas dari kekerasan seksual.
Terlebih lagi, kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi telah menjadi perhatian serius. Dengan melihat angka alarm dari Kemendikbud Ristek, pada tahun 2022 tercatat lebih dari 2.200 kasus kekerasan seksual di Indonesia, 67% di antaranya terjadi di perguruan tinggi.
Fenomena mahasiswa yang tidak menyadari status mereka sebagai korban atau pelaku, kurangnya tempat untuk meminta pertolongan, dan kepercayaan rahasia yang minim, merupakan salah satu pemicu pembentukan Satgas PPKS dan Pos SAPA di Usahid.
Dalam kesempatan tersebut, Usahid juga meneken MoU kerja sama dengan Perhimpunan Masyarakat Tolak Pornografi dan Yayasan Pulih. Kerja sama dijalin karena membutuhkan peran berbagai elemen lain untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual di kampus.
Ia menjelaskan, dengan menggandeng berbagai instansi dan lembaga, Usahid ingin menciptakan pendekatan holistik yang melibatkan aspek psikologis, sosial dan hukum untuk secara efektif mencegah dan menangani kekerasan seksual di lingkungan kampus.
“Kalau nanti prosesnya akan dibawa ke ranah hukum, maka perlu kerja sama juga dengan yayasan-yayasan bantuan hukum,” katanya.
Kemudian, kalau ada korban kekerasan seksul di kampus, harus dilakukan asesmen psikologis sehingga Usahid menjalin kerja sma dengan yayasan-yayasan yang mempunyai bidang psikologis.
“Rumah aman Kementerian PPPA juga ada atau selter-selter apabila misalnya mereka tidak aman dan nyaman, nanti bisa kerja sama,” katanya.
MoU ini merupakan bentuk kolaborasi dan sinergi agar Satgas PPKS Usahid bisa bekerja dengan baik dan maksimal. “Dari UNJ kita hadirkan karena kampus ini sudah mendirikan Satgas dari 2021 karena waktu itu pernah ada kasus,” katanya.
Usahid menghadirkan Satgas PPKS UNJ untuk belajar bagaimana pelaksanaan penanganan kasus yang telah dilakukan di sana. Ini agar Satgas PPKS Usahid memahami bagaimana langkah-langkah yang harus dilakukan kalau misalnya terjadi kasus dugaan kekerasan seksual.
“Kan tidak hanya scan barcode anak laporan, berapa lama proses laporan itu kemudian harus ditindaklanjuti. Kemudian apa tindak lanjut dan wewenangnya Satgas dan sebagainya, sehingga kita tidak sekadar melantik Satgas, hanya sekadar euforia tetapi tidak ada tindak lanjut dari Satgas PPKS itu,” katanya.
Guna menyosialisasikan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, lanjut Marlinda, pihaknya kemudian menggelar seminar bertajuk “Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dalam Ruang Lingkup Perguruan Tinggi”.
Seminar tersebut menghadirkan narasumber yang kompeten yaitu Psikolog Senior Yayasan Pulih, Ika Putri Dewi, S.Psi; Ketum Perhimpunan Masyarakat Tolak Pornografi, Azimah Subagijo, S.Sos., M.Si., MBA; Pusat Penguatan Karakter Kemendikbud RI, Pebi Sukamdani; dan Kasatgas PPKS UNJ, Dr. Ikhlasiah Dalimoenthe, M.Si.
Seminar ini merupakan panggung untuk memahami isu kekerasan seksual secara mendalam, yang akan memberikan pengetahuan dan pengalaman mengenai hak-hak korban, tindakan preventif yang dapat diambil dan peran aktif civitas akademika untuk menciptakan lingkungan kampus yang aman dari kekerasan seksual.
“Ada perwakilan dari 5 SMA yang hadir. Kemudian ibu guru, BEM. Anak SMA ini sebenarnya mau mendaftar kuliah di sini, minimal mereka paham kampus Usahid ini aman dan nyaman untuk mereka kuliah,” katanya.
Seminar ini sangat baik juga untuk siswa dan siswi SMA karena Permendikburistek itu berlaku juga tidak hanya di kampus, tetapi juga di sekolah-sekolah agar mereka aman dan nyaman belajar.
“Jadi buat guru-gurunya tambah pengetahuan bagaimana di sekolah-sekolah itu aman dan nyaman, jauh dari kekerasan seksual,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, ada tiga dosa besar di lingkungan pendidkan, yakni intoleransi, bullying, dan kekerasan seksual. “Kita harus ikut andil agar tiga dosa besar di lingkungan pendidikan ini tidak terjadi di manapun, khususnya di Usahid Jakarata.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA, Ratna Susianawati, menyampaikan, siapapun yang menjadi korban kekerasan seksual harus berani melapor. Masyarakat juga harus mengubah paradigma bahwa korban kekerasan seksual bukan aib. “Kami kampanye bernai bersuara,” katanya.
Ketua Pelaksana Seminar dan Pembentukan Sagtas PPKS Usahid, Abdullah Ali Sjafri, menyampaikan, pihaknya menyediakan sejumlah barkot di sejumlah titik dalam kampus Usahid untuk memudahkan korban kekerasan seksual melaporkan kejadian yang menimpanya kepada Satgas PPKS.