Jakarta, Gatra.com - Debat Capres Ketiga yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Senayan, Jakarta pada Minggu (7/1) disambut sejumlah akademisi. Para mahasiswa, mengaku senang melihat para kandidat yang beradu argumentasi ihwal pertahanan Indonesia.
Menteri Luar Kampus Universitas Krisnadwipayana, Gema Marbun menilai Capres Prabowo Subianto kurang gereget dalam berdebat. Padahal, tema pertahanan ini seharusnya makanan sehari-hari Prabowo sebagai Menhan.
"Tapi jangan lupa dibalik 01 dan 03 juga pasti ada jenderal di belakangnya. Misalnya, dari pihak Ganjar itu wakil TPN-nya Andika Perkasa, pasti ada bisikan-bisikan mengenai kekurangan Menhan," kata Gema dalam keterangan yang diterima pada Senin (8/1).
Menurut Gema, yang menarik dari sesi debat adalah selain substansi dan gagasan, seperti biasa Capres Anies Baswedan dan Prabowo saling serang personal seperti mengungkit luka lama. Sedangkan, Anies dan Ganjar Pranowo terkesan berkesinambungan mengenai masalah siber.
"Itu yang luput dari 02, karena memang banyak sekali kasus yang menyatakan bahwa sistem keamanan di Indonesia itu di bawah standar. Menurut saya itu yang seharusnya menjadi concern penting untuk dibahas," katanya.
Presiden Mahasiswa Universitas Jayabaya, Ridho Ramdhani menilai sikap pemimpin itu sangat menentukan arah negara karena kondisi geopolitik sekarang tidak pasti. Sehingga, dirinya sangat ingin mendengar, Indonesia mau dibawa ke arah yang mana.
"Pak Prabowo luput bahwa keadaan internasional sekarang dipenuhi oleh eskalasi konflik militer sehingga sudah saatnya Indonesia memihak. Belum lagi konflik Natuna dan laut China Selatan apakah kita akan ke China atau Amerika?" ungkapnya.
Kemudian, Capres Prabowo menafsirkan imperialisme sebagai bentuk agresi militer. Padahal, kondisi sekarang dianggap berada di neo imperialisme. Indikatornya, terdapat ratifikasi oleh parlemen dalam kesepakatan ekonomi yang sangat tidak berpihak kepada masyarakat. Ia menyarankan, Prabowo mengubah definisi imperialisme, karena Indonesia tidak butuh imperialisme masa lalu.
Sementara, mantan Ketua DPM Unindra, Usman Ohoiwuy tidak sependapat dengan argumentasi Capres Prabowo yang menyampaikan bahwa Indonesia harus melanjutkan politik non-blok. Memang, katanya, soal cyber security ini perlu dibahas lebih lanjut karena perang hari ini banyak mengambil informasi data dari dunia maya.
"Kemudian mengenai Hubungan Internasional tadi Pak Prabowo menekankan bahwa ekonomi itu yang terpenting kalau bicara Internasional. Saya sedikit merivisi Pak Prabowo bahwa Indonesia ketika hadir di rapat Internasional itu bukan semata-mata hanya membahas mengenai keuntungan saja tapi kita juga harus terlibat dalam menyelesaikan masalah bangsa-bangsa," katanya.
Koordinator Pusat BEMNUS, Muksin Mahu menyimpulkan, mahasiswa harus bisa konsisten mengadakan diskusi, yang dalam hal ini konteksnya merespons gagasan-gagasan capres. Beda pilihan adalah hal yang wajar akan tetapi jangan sampai mempengaruhi untuk subjektif melihat suatu masalah.
"Diskusi, konsolidasi, hingga aksi harus tetap dilaksanakan sebagai bentuk pengawalan hal-hal ideal. Menciptakan demokrasi yang sehat juga merupakan tanggungjawab kita kaum muda," ucapnya.