Jakarta, Gatra.com - Dalam debat ketiga, Calon Presiden Nomor Urut 2, Prabowo Subianto menyatakan rencana pembelian 12 pesawat tempur Mirage 2000-5 bekas dari Angkatan Udara Qatar. Langkah ini menandai upaya serius dalam meningkatkan kesiapan tempur TNI AU.
Prabowo menekankan pentingnya usia pemakaian alutsista, bukan hanya kondisinya, dalam konteks perlengkapan militer dan keamanan, termasuk pesawat terbang dan kapal perang.
Menjawab pertanyaan mengenai keputusan membeli pesawat bekas dibandingkan pesawat baru, Prabowo menggarisbawahi bahwa pesawat Mirage 2000-5 yang dimaksud masih memiliki masa pakai 15 tahun. Prabowo juga menyoroti lamanya waktu pengiriman dan pengoperasian pesawat baru, yang bisa memakan waktu hingga tujuh tahun.
"Jadi pesawat Mirage 2000-5 yang ada di Qatar, yang rencananya akan kita akuisisi itu usia pakainya masih 15 tahun. Dan teknologi ini mengarah kepada yang lebih canggih," tegas Prabowo Subianto dalam debat Capres ketiga di Istora Senayan pada Minggu (7/1).
Dalam menjelaskan kebijakan ini, Prabowo mengutip pendekatan Soekarno, Presiden pertama Indonesia, yang memanfaatkan alutsista militer untuk mengatasi masalah di Hindia Barat.
Prabowo juga menambahkan bahwa banyak negara menggunakan alutsista bekas namun fungsional, dengan lebih dari separuh alutsista tempur merupakan peralatan yang telah digunakan kembali.
Kementerian Pertahanan, menurut Prabowo, akan mempertimbangkan kualitas dan jam terbang dalam membeli pesawat tua, dengan prioritas utama memberikan perawatan terbaik bagi prajurit TNI. Faktor lain seperti pandemi Covid-19, situasi di Ukraina, serta kenaikan harga pangan dan bensin juga menjadi pertimbangan dalam keputusan ini.
Prabowo mendorong diskusi lebih lanjut mengenai pertahanan Indonesia di antara para calon presiden. Ia menegaskan bahwa kondisi alutsista bekas yang digunakan masih bagus dan bukan barang usang.
Dalam debat ketiga, Prabowo menanggapi pertanyaan dengan menekankan bahwa sebagian besar alutsista di berbagai negara adalah bekas, tapi masih muda.
“Saya bersedia mengundang Pak Anies di tempat yang Pak Anies suka. Kita diskusi, saya akan bawa data yang sebenar-benarnya. Jadi barang-barang bekas menurut saya itu menyesatkan untuk rakyat. Tidak pantas profesor ngomong gitu karena dalam pertahanan hampir 50% alat-alat di mana pun adalah bekas, tapi usianya masih muda," jelas Prabowo.
Menanggapi hal ini, Ahli Hubungan Internasional dan Ekonomi Politik Internasional dari Universitas Tidar, Bonifasius Endo Gauh Perdana membenarkan bahwa proses penciptaan alutsista memerlukan waktu yang cukup lama.
Ia menjelaskan, berdasarkan data dari CSIS menyatakan bahwa AS, sebagai salah satu produsen alutsista terbesar, memerlukan waktu 29 bulan untuk produksi domestik. Ditambah lagi, proses persetujuan kongres AS untuk ekspor alutsista memakan waktu signifikan.
Menurut Bonifasius, negara adidaya seperti AS sering kali meragukan ekspor perangkat keras pertahanan yang baru dikembangkan, dengan kecenderungan mengizinkan penjualan hanya peralatan pertahanan bekas. Hal ini membuat negara-negara pembeli, termasuk Indonesia, sering kali hanya dapat memperoleh alutsista bekas.
"Kesimpulannya, pembelian pesawat tempur Mirage 2000-5 bekas oleh Indonesia merupakan pendekatan pragmatis yang diambil oleh Prabowo Subianto," katanya.
Keputusan ini didasarkan pada pertimbangan usia pemakaian alutsista, efisiensi waktu, dan kondisi global saat ini. Langkah ini menunjukkan upaya Indonesia dalam memodernisasi alutsista militer sambil mempertimbangkan faktor praktis dan ekonomi.