Mataram, Gatra.com - Lembaga kajian sosial politik Nusa Tenggara Barat (Mi6) memprediksi Pemilihan Gubernur (Pilgub) NTB November 2024 mendatang, akan diwarnai perang bintang kader parpol yang maju sebagai Calon Kepala Daerah. Diprediksi, para kandidat akan bertarung bertarung habis-habisan dan all out demi menjaga marwah partai pengusung maupun menghargai dukungan loyalis votternya.
Sementara itu, Direktur Lembaga Sosial Politik dan Kajian Kebijakan Publik NTB, Bambang Mei Finarwonto ramai kemunculan para calon akan terjadi pasca gelaran Pileg dan Pilpres 2024. Karena menurutnya, saat ini partai politik masih akan melihat peta dan mapping politik perolehan Kursi di Parlemen hasil Pileg 2024.
"Bisa jadi belum munculnya calon kepala daerah ini karena parpol sedang di sibukkan oleh Pemilihan Legislatif dan Pilpres. Sehingga konsentrasi dan energi politiknya difokuskan di dua moment tersebut," kata Bambang dalam keterangannya Sabtu (6/1).
Meskipun demikian, pada akhirnya nanti konstestan calon kepala daerah yang tampil akan terseleksi lewat mekanisme politik dan dukungan. keriuhan yang muncul saat ini, sambung Bambang, masih ia maknai sebagai motivasi para kandidiat maupun parpol untuk test the water atau untuk menaikkan posisi tawar semata.
Selain itu, terseleksi kontestan Pilgub NTB 2024 nantinya tidak terlepas dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain, popularitas kurang menarik perhatian pemilih, rekam jejak atau jam terbang yang kurang mumpuni, elektabilitas tidak naik, budget yang tipis kering, terakhir timbulnya kesadaran parpol untuk mengusung kadernya.
"Semisal PDIP jauh-jauh hari sudah merekomendasi kadernya tampil di berbagai tingkatan Pilkada di NTB tahun 2024 mendatang," beber dia.
Disamping itu, Bambang melihat fenomena minimnya calon kepala daerah baru baik dari kader parpol maupun non partai menyongsong Pilgub NTB 2024 akhir-akhir ini yang tidak mencerminkan giroh sebagai petarung yang 'serius'.
Bambang mengatakan, kalaupun hari ini energi dan konsentrasi politik Parpol tercurah di momentum pileg dan Pilpres tentu ini bagian dari strategi Parpol untuk menaikkan elektabilitas yang tercermin dari raihan Kursi di Parlemen baik tingkat II , kabupaten/kota, Provinsi maupun Pusat / DPR RI.
"Makin besar jumlah perolehan kursi di Parlemen secara signifikan , tentu akan berkorelasi terhadap posisi tawar politik dalam kontestasi Pilkada serentak, November/September 2024 mendatang, khususnya dalam menentukan papan satu atau papan dua," ujar dia .
Bambang pun melanjutkan, kalaupun saat ini sudah dimunculkan beberapa nama yang digadang-gadang bakalan maju dalam Pilgub NTB 2024 , Mi6 menganggap itu sebatas asumsi dan rumor sesaat sebatas entertain politik semata.
"Kecuali nama calon tersebut sudah di endors oleh Parpol secara definitif , seperti PDIP misalnya yang menetapkan beberapa kadernya tampil dan maju dalam pilkada serentak 2024," imbuh Ddu.
Selanjutnya mantan Eksekutif Daerah Walhi NTB melanjutkan Mi6 memprediksi dalam gelaran Pilkada NTB Serentak tahun 2024 akan banyak Parpol yang mengusung Kader Ideologis tampil dan maju dalam Pilgub NTB sebagai bagian dari kaderisasi dan jenjang karier politik. Parpol sepertinya dalam Pilgub NTB enggan merekom Calon Kepala Daerah diluar Kadernya. Hal ini tentu untuk meminimalisasi resiko politik dibelakang hari.
"Partai Politik makin menyadari pentingnya meraih dan merebut kekuasaan politik untuk memperkuat legacy dan citra baik di mata rakyat dan konstituennya " tandas Didu.
Ia menggaris-bawahi bahwa tidak mudah memenangi Pilgub NTB 2024 bagi siapapun yang tampil sebagai Calon Kepala Daerah karena Lanskap jauh berbeda dibanding Pilgub 2018 silamnya. Salah satu terdapat 2,1 Juta Pemilih Pemula/ Swing Votter/ Gen Z , Milenial yang perlu di yakinkan utk memilih dan datang ke TPS .
Untuk diketahui, pada Pilgub NTB 2018 silam , suara tidak sah sebesar 84. 361. Dari total pemilih 2,6 jutaan. Sementara Pileg 2019, suara yang tidak sah maupun pemilih golput di pulau lombok berkisar hampir 700 ribuan. Jumlah suara tidak sah dan golput berpeluang digarap dalam Pilkada/Pemilu 2024.
"Menggarap suara tidak sah dan pemilih Golput diawal akan menghindarkan kandidat baru ditahap awal langsung head to head dengan petahana. Dengan menghindari head to head di fase awal dengan petahana, kandidat baru tidak akan terjebak pada pola menyiram garam dilautan saat bersosialisasi atau sia sia," tukas dia.