Jakarta, Gatra.com - Kementerian Agama terus berupaya untuk dapat memberikan akses pengetahuan, terutama dalam memahami kitab suci, bagi para penyintas disabilitas.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk terus mendukung dan mengembangkan program-program inklusi, tidak hanya kepada disabilitas netra, namun perluasan juga diberikan kepada kawan tuli.
“Untuk memudahkan akses disabilitas netra, Kemenag telah menyiapkan kitab suci dalam bahasa Braille. Sementara untuk memudahkan akses kawan tuli, disiapkan juga kitab suci dalam bahasa isyarat,” ujar Menag Yaqut.
“Kami berharap kehadiran kitab suci dengan bahasa Braille bisa menjadi jembatan yang menghubungkan disabilitas netra dalam memahami kitab suci mereka. Demikian juga kitab suci bahasa isyarat diharapkan bermanfaat bagi kawan tuli,” sambung Gus Men.
Dikatakan Yaqut, Kementerian Agama saat ini sudah menerbitkan Mushaf Al-Qur’an Braille dalam bentuk cetak 30 juz dan Mushaf Al-Qur’an Isyarat berbentuk digital dan cetak 15 juz. Selain itu, telah disusun juga Dhammapada Braille bagi umat Buddha berupa cetak dan Ayat Alkitab Bahasa Isyarat bagi umat Kristen dalam bentuk video.
“Kita akan terus memperbanyak ini agar semakin memudahkan akses sahabat disabilitas dalam memahami kitab sucinya, termasuk kitab suci agama-agama lainnya,” kata Gus Men.
“Tidak hanya kitab suci, Kemenag ke depan juga akan perluas akses sahabat disabilitas terhadap ilmu pengetahun melalui penyediaan literasi keilmuan dalam huruf Braille, baik umum maupun agama,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) Abdul Aziz Sidqi. Dia mendukung upaya penguatan inklusivitas atau penghargaan atas eksistensi keberbedaan dan keberagaman, salah satunya dengan menghadirkan Mushaf Al-Qur’an Bahasa Braille dan Bahasa Isyarat.
Braille merupakan representasi taktil atau tekstur (nilai raba dari suatu permuakaan benda seperti kasar, halus, licin dan sebagainya) dari simbol alfabet dan numerik dengan menggunakan enam titik untuk mewakili setiap huruf dan angka. Ini digunakan oleh individu tunanetra untuk membaca buku dan majalah dalam bentuk cetak yang terlihat. Sarana ini memastikan akses mereka terhadap informasi dan pengetahuan manusia.
Aziz menjelaskan, sejak 1974 hingga 1983, Kementerian Agama telah berperan aktif mengembangkan penggunaan huruf Braille bagi Tunanetra. Upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan standardisasi Al-Qur’an Braille dalam forum Musyawarah Kerja Ulama Ahli Al-Qur’an.
Forum tersebut membuahkan hasil berupa ditetapkannya Al-Qur’an Braille sebagai salah satu Mushaf Standar Indonesia (MSI) melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) NO. 25 tahun 1984.
“Mushaf Standar Braille kemudian ditetapkan sebagai MSI melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 25 Tahun 1984. Kemudian disusul dengan lahirnya Instruksi Menteri Agama Nomor 07 Tahun 1984 tentang Penggunaan Mushaf Standar, maka sejak saat itulah seluruh penerbitan Mushaf Braille di Indonesia mengacu pada Mushaf Standar Braille,” jelas Aziz.