Home Regional Biogas Berbahan Tongkol Jagung: Harapan Warga Lombok Barat di Tengah Naiknya Harga Gas LPG

Biogas Berbahan Tongkol Jagung: Harapan Warga Lombok Barat di Tengah Naiknya Harga Gas LPG

Lombok Barat, Gatra.com - Di siang yang terik itu Muhammad Amaq Kardi, melepas letihnya sembari mengusap buliran-buliran keringatnya. Ia baru saja selesai panen jagung dibantu keluarganya di lahan jagung seluas 40 are tersebut.

Warga Dusun Bakong, Desa Lembar, Kecamatan Lembar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat itu memang aktivitasnya bertanam jagung.

Dari hasil panennya, tidak ada satupun tersisa. Mulai dari akarnya, batang, daunnya, biji jagungnya hingga tongkolnya semuanya bisa dimanfaatkan dan bernilai ekonomis.

Namun masih ada yang merisaukannya, karena tongkol jagungnya selama ini lebih banyak terbuang, ketimbang pemanfaatannya.

“Tongkol jagung selama ini sudah dimanfaatkan untuk pembakaran pembuatan tahu-tempe ataupun pengembag biakan anakan jamur tiram, namun hanya sebagian kecil saja. Belum bisa dimanfaatkan untuk bahan alternatif lain. Sisa limbah tongkol jagung yang masih banyak kadang terbuang percuma saja, sebagai tumpukan sampah dan ada juga yang kita bakar,” aku Kardi ditemui di areal lahan jagungnya di Dusun Bakong, Jumat (5/1).

Belakangan kegelisahan Kardi sedikit berkurang, setelah dia menerima kabar bahwa di dusunnya akan dibangun Pabrik Pabrik ”Compressed Biogas” atau CBG, yang akan mengolah tongkol jagung menjadi biogas. 

Pabrik ini ditargetkan beroperasi mulai awal 2025 mendatang.

Kegembiraan itu juga diungkapkan Marlini, warga Kebun Buncit masih di Desa Lembar. Rupanya akan ada di bangun Pabrik biogas yang akan mengolah tongkol jagung di Lombok Barat khususnya.

“Saya sendiri senang akan rencana pembangunan pabrik biogas ini, karena harapan kami nanti bisa bekerja dan mengurangi pengangguran teman-teman kami di sini,” tuturnya.

Harapan sama juga diungkapkan Nengah Mangku (60) masih warga setempat. Menurut dia, pabrik ini nantinya diharapkan selain bisa menampung tenaga kerja untuk anak-anaknya, juga limbah jagung seperti tongkol jagung bisa dimanfaatkan untuk energi biogas.

“Apalagi kami dan sekeluarga bertani jagung menjadi andalan kami sepanjang tahun di sini, selain padi yang hanya bisa dilakukan sekali setahun. Kalau jagung bisa 2-3 kali setahun. Lahan kami kan lahan kering tadah hujan, pengairan sangat sulit. Kami berharap jagung jadi penyelamat ketahanan keluarga dan jagung limbahnya semua bisa dimanfaatkan,” ujarnya menambahkan.

Pabrik Compressed Biogas yang akan mengolah tongkol jagung menjadi biogas itu sudah dilakukan ground breaking pembangunannya pada (17/8/2023) lalu di Dusun Bakong, Desa Lembar, Kabupaten Lombok Barat. Mulai pembangunan diresmikan mantan Gubernur dan Wagub NTB Zulkieflimansyah- Rohmi Djalilah, yang waktu itu bersama Koordinator Investasi dan Kerja Sama Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM,  Trois Dilisusendi, Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid, Chairman Kaltimex Group KK Ralhan selaku pemilik pabrik, dan Direktur Utama PT Gerbang NTB Emas (GNE) Samsul Hadi.

Koordinator Investasi dan Kerja Sama Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Trois Dilisusendi menjelaskan, pabrik CBG di Lombok Barat akan mengisi kebutuhan gas elpiji untuk industri dan komersial di NTB. 

Trois mengatakan NTB diharapkan dapat menjadi mandiri energi serta mendukung pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), dalam percepatan target nol emisi karbon.

 “Ini merupakan capaian awal. Nanti akan ada serangkaian proses. Pabrik ini adalah bentuk upaya bersama untuk memanfaatkan potensi biomassa, yakni berupa limbah tongkol jagung yang memang tersedia melimpah di NTB,” kata Trois.

Trois menekankan, Pemerintah Indonesia punya dua komitmen utama yang harus dicapai dalam menindaklanjuti upaya mitigasi perubahan iklim. Diantaranya kontribusi nasional yang ditetapkan atau nationally determinate contribution (NDC), yang menunjukkan target pengurangan emisi pada 2030 sebesar 31,9 persen melalui skenario ‘business as usual’ dan upaya sendiri.

Berikutnya target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 43,2 persen pada 2030 dengan memanfaatkan bantuan internasional.

Menurut Trois, perlu upaya masif untuk mewujudkan komitmen itu dengan mengoptimalkan penggunaan EBT dalam mencapai target bauran EBT yang hingga akhir 2022 ini baru mencapai 12,3 persen.


Berdasarkan kajian awal, kata Trois, NTB punya potensi besar di sektor biomassa dari limbah pertanian, terutama tongkol jagung yang mencapai 180.000 ton.

”Sejauh ini, tongkol jagung sebagai bahan pakan campuran ternak. Dengan teknologi, bisa dimanfaatkan jadi CBG,” ujar Terios.

Pemanfaatan CBG, kata Trois, bisa digunakan sebagai bahan bakar kendaraan, memenuhi kebutuhan energi di sektor industri dan komersial, serta potensi substitusi elpiji sehingga meningkatkan rasio kemandirian energi di elpiji.

Pemerintah pusat, kata Trois, juga terus mendukung pemanfaatan biogas. Terutama mendorong semakin banyak pihak untuk mengembangakan biogas, misalnya kebijakan pengadaan biogas sebagai bahan bakar lain.

Mantan Gubernur NTB H Zulkieflimansyah sendiri mengatakan, pabrik CBG mewakili dua isu penting, yakni industrialisasi dan zero waste. Dua hal itu juga menjadi bagian tak terpisahkan dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

”Kita harus mulai meningkatkan kapasitas dengan berani mengolah apa yang kita punya, termasuk limbah menjadi produk yang mempunyai nilai tambah, seperti tongkol jagung menjadi CBG,” kata Bang Zul sapaan akrab Zulkieflimansyah.

Menurut Zulkieflimansyah, Pemerintah Provinsi NTB siap mendukung penuh upaya-upaya terkait pembangunan berkelanjutan, termasuk dengan hadirnya pabrik CBG di NTB. ”Kalau ada masalah (bisnis komunitas dan investasi), kami siap membantu,” kata Zulkieflimansyah.

Demikian juga dengan mantan Wagub NTB Hj Sitti Rohmi Djalillah menilai, NTB punya sumber daya EBT yang besar. Tidak hanya sampah, tetapi juga surya, angin, geotermal, kemudian arus laut, dan air.

Potensi itu yang kini dimaksimalkan NTB untuk mencapai target ambisius nol emisi karbon pada 2050 atau sepuluh tahun lebih awal dari target nasional 2060.

”NTB sudah siap betul dan sangat yakin. Siap dengan regulasi di provinsi. Tentu harus ada dukungan semua pihak dan komitmen dari pemerintah pusat juga,” tandas Ummi Rohmi sapaan akrabnya.

228