Jakarta, Gatra.com - Polri mengungkap motif AB (30), tersangka kasus dugaan menyebarkan ujaran kebencian (hate speech) melalui media sosial TikTok terkait pemakaman Lukas Enembe. AB melakukan tindak pidana itu dengan alasan ekonomi.
"[Motif] masih didalami, tapi sementara ekonomi, sama engagement sama followers-nya. Karena kan followers-nya di atas 100 ribu," kata Kasubdit 1 Dittipidsiber Bareskrim Polri, Kombes Jefri Dian Juniarta, saat dikonfirmasi pada Rabu, (3/1).
Jefri mengatakan, pelaku setiap hari mengomentari isu lewat konten-konten yang diunggah di TikTok. Bahkan tersangka AB itu pernah di-endorse atau mempromosikan produk dan dibayar.
Namun, Jefri belum menyebut pasti jumlah uang yang diterima tersangka dari endorsement itu.
"Dia pernah sekali di-endorse keterangan dari penyidik. Pernah dibayar berapa ribu lah. Dia mencari engagement dengan followers-nya lah, karena dia sudah nyiapin wig, kaca mata. Kan wig dan kacamata sudah kita sita juga," ungkap Jefri.
Di samping itu, polisi memastikan AB membuat konten video yang mengandung unsur ujaran kebencian terkait pemakaman mantan Gubernur Papua Lukas Enembe seorang diri. Kasus ini masih didalami.
AB adalah pemilik akun media sosial TikTok @Presiden_Ono_Niha yang mengunggah konten video yang dapat menimbulkan rasa kebencian terhadap aksi yang dilakukan oleh pendukung Lukas Enembe pada saat pelaksanaan penjemputan dan pemakaman Lukas Enembe di Papua.
Polisi menyita satu unit handphone, wig, kaus, blazer, dan kacamata yang digunakan oleh tersangka AB di dalam videonya.
AB diringkus di Kebon Jeruk, Jakarta Barat, pukul 21.30 WIB, Sabtu, 30 Desember 2023. Dia telah ditahan. Proses hukum ini adalah wujud komitmen Siber Polri dalam menjaga ruang siber dari konten negatif yang berpotensi merusak persatuan bangsa
AB dijerat Pasal 45A Ayat (2) juncto Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 16 juncto Pasal 4 huruf B angka 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi RAS dan Etnis dan/atau Pasal 156 KUHP. Dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.