Jakarta, Gatra.com - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto membandingkan program Ganjar-Mahfud dengan program makan siang gratis yang diusung oleh Prabowo-Gibran. Hasto mengatakan, seluruh program yang diusung Ganjar-Mahfud berbasis pada pengalaman pasangan calon (paslon) yang mereka usung.
Hasto pun membandingkan total anggaran Rp 400 triliun untuk program makan siang yang diusung Prabowo-Gibran dengan 21 program yang diusung Ganjar-Mahfud.
“Kalau program makan gratis itu pun dengan susu impor itu mencapai lebih dari Rp 400 triliun, bandingkan dengan program kerakyatan Pak Ganjar dengan jangkauan bansos atau Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang lebih luas,” ucap Hasto Kristiyanto saat konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Selasa (2/1).
Hasto pun menjabarkan sejumlah program-program yang diusung Ganjar-Mahfud. Misalnya, janji untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja; program “Satu Keluarga Miskin, Satu Sarjana”; program “Beli Tanah, Dapat Rumah”, dan salah satu program andalan Ganjar-Mahfud, “KTP Sakti”. Hasto mengatakan, program-program yang total ada 21 program ini diperkirakan akan membutuhkan anggaran hingga Rp 506 triliun.
“Sehingga, sejak awal (Ganjar-Mahfud) dalam merancang program itu dengan efisiensi dengan pemberdayaan perekonomian nasional,” jelas Hasto.
Ia pun membandingkan program makan siang gratis Prabowo-Gibran dengan program yang baru saja PDIP lakukan. Pada Sabtu (30/12/2023) lalu, Hasto dan jajaran PDIP lainnya sempat blusukan ke Malang, Jawa Timur. Saat blusukan, Hasto pun membagikan tiga telur pindang kepada masyarakat.
Hasto mengatakan, daripada program makan sianh gratis dan pembagian susu yang ia sebut menggunakan bahan ekspor, pembagian telur yang ia lakukan lebih bermanfaat bagi masyarakat.
“Kalau Pak Prabowo dengan susu gratis itu impor, kemarin kita membagi telur yang diproduksi oleh rakyat sendiri,” kata Hasto.
Ia mengatakan, pembagian telur ini pun dikonsultasikan terlebih dahulu dengan ahli gizi. Hasto menegaskan, program-program yang mereka jalankan berbasis riset dan tidak hanya mempertimbangkan efek elektoral saja.