Jakarta, Gatra.com- Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Ferry Latuhihin, mengapresiasi penampilan cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka dalam debat yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jumat (22/12) malam. Sebagai pemimpin muda, Gibran telah menunjukkan kualitas dirinya dalam debat tersebut.
"Di luar perkiraan banyak orang, Gibran dengan begitu lincahnya, dengan begitu cerdas dan lugasnya memaparkan visi misinya. Dengan cantiknya merespons pertanyaan-pertanyaan dan menjawabnya juga sangat tajam. Sehingga skornya dibanding paslon 01 dan 03, yang on the top Mas Gibran," kata Ferry dalam Diskusi Evaluasi Debat Cawapres yang digelar di Markas TKN Fanta HQ, Jakarta, Sabtu (23/12).
Ferry mengatakan, selama ini Gibran telah dipandang sebelah mata oleh lawan. Meski menjabat sebagai Wali Kota Solo, Gibran dianggap minin pengalaman dan belum matang berpolitik. Namun faktanya, Gibran justru mampu menguasai panggung debat cawapres melampaui pesaingnya.
Namun apa yang disampaikan Ferry tidak sepenuhnya benar. John Muhammad, Peneliti Senior Indonesia Data Insight, mengatakan data yang disuguhkan Gibran pada Debat Cawapres 22 Desember 2023 penuh dengan scamming.
“Scamming adalah sebuah trik penipuan yang lebih tepatnya diterjemahkan sebagai trik konfidensi dengan cara mengeksploitasi kombinasi kelemahan karakter korbannya, seperti: sifat mudah percaya, naif, mudah kasihan, sombong, percaya diri, tidak bertanggung jawab, dan keserakahan. Nah, Gibran telah mempraktikan trik konfidensi tersebut dengan memaparkan sejumlah data dan fakta palsu yang tidak berbasis bukti,” kata John sebagaimana dikutip insight.id.
John mengatakan tipuan Gibran langsung gagal setelah diklarifikasi netizen sesaat setelah debat berakhir. “Untung banget, kita memiliki masyarakat kelas menengah yang julid. Kreatifitas netizen Indonesia luar biasa hingga dapat melakukan tracking data atas apa yang diungkapkan cawapres nomor 2 dan kemudian memproduksi sejumlah meme, membantu memberikan pencerahan kepada masyarakat,” katanya.
Dari pantauan di internet, dapat ditemukan di meme yang tersebar di twitter dan tayangan tiktok, diantaranya klaim data wisatawan Solo mengalahkan wisatawan Jogja, klaim investor IKN yang antri, dan klaim sanitasi masyarakat kota Solo yang telah bagus dan terkelola dengan baik.
Selain melakukan klaim tidak berbasis bukti, John juga menilai bahwa Gibran telah melanggar salah satu kode etik dalam berdebat, yaitu: penanya harus memberikan pertanyaan wajar dan jelas yang berkaitan langsung dengan perdebatan.
“Ada panduan mendasar dalam kompetisi debat yang berlaku secara umum bahkan internasional, yakni sebuah buku yang berjudul Competitive Debate: Rules and Techniques, diterbitkan pada tahun 1957, dan ditulis George M. Musgrave. Dalam buku ini terdapat 10 aturan fundamental dalam berdebat terutama yang bersifat kompetitif. Pada poin keenam tertulis: ‘In the questioning period, the questioner may ask any fair, clear question that has a direct bearing on the debate.’ Nah, Gibran melanggar prinsip ini saat menanyakan istilah Carbon Capture Storage dan SGIE pada lawan debatnya karena tidak menjelaskan lebih detail.”
John juga menyayangkan terjadinya pelanggaran ini, seharusnya moderator yang ditunjuk KPU kurang paham itu. Mestinya moderator tidak boleh membiarkan hal ini terjadi dan sebaliknya, harus memaksa Gibran menguraikan pertanyaannya. Bahkan, lawan debatnya berhak untuk tidak menjawab jenis pertanyaan semacam ini dan meminta pertanyaan ini didiskualifikasi. Menurut John, untuk selanjutnya, KPU harus merevisi aturan debat dan meluruskan acuannya dengan standar internasional atau akademis.
“Debat calon presiden dan calon wakil presiden adalah perhelatan tertinggi dalam sebuah kompetisi debat. Debat pada kelas teratas ini akan menjadi acuan bagi debat-debat penting lainnya di daerah, seperti di tingkat Gubernur, Walikota dan Bupati. Bahkan, Gibran justeru telah memberikan teladan yang buruk pada kaum muda jika praktik semacam ini dibiarkan. KPU tidak boleh membudayakan hal ini. Pada debat berikutnya, tidak boleh hal seperti ini terulang kembali,” katanya.
Secara keseluruhan, John menilai performa Gibran dalam berdebat telah membuka mata publik akan praktik culas dan curang yang dilakukannya. John bahkan memuji keterampilan manipulatif Gibran dibandingkan ayahnya, Presiden Joko Widodo.
“Terus terang saya kagum dengan keterampilan manipulatif Gibran jika dibandingkan Jokowi. Dia (Gibran) jauh lebih meyakinkan dalam mempraktikkan scamming dan lebih kejam dalam memanfaatkan celah aturan. Bahkan, dia mampu menunjukkan teknik pleasing atau memberikan rasa aman atau nyaman pada korban, yang lazim dalam praktik scamming di akhir debat, yakni dengan memuji-muji lawan debatnya. Dia seperti seorang natural born scammer,” katanya.