Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tujuh orang tersangka hasil kegiatan tangkap tangan dugaan tindak pidana korupsi berupa pemberian hadiah atau janji untuk mendapatkan pengadaan barang dan jasa serta pemberian izin di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara.
Ketujuh tersangka adalah Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba (AGK), Kadis Perumahan dan Pemukiman Adnan Hasanudin (AH), Kadis PUPR Daud Ismail (DI), Kepala BPPBJ Ridwan Arsan (RA), Ramadhan Ibrahim (RI) selaku ajudan serta dua swasta Kristian Wuisan (KW) dan Stevi Thomas (ST).
“AGK dalam jabatannya selaku Gubernur Maluku Utara ikut serta dalam menentukan siapa saja dari pihak kontraktor yang akan dimenangkan dalam lelang proyek pekerjaan,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di gedung merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (20/12).
Untuk menjalankan misinya tersebut, AGK kemudian memerintahkan AH selaku Kadis Perumahan dan Pemukiman, DI selaku Kadis PUPR dan RA selaku Kepala BPPBJ untuk menyampaikan berbagai proyek di Propinsi Maluku Utara.
Adapun besaran berbagai nilai proyek infrastruktur jalan dan jembatan di Pemprov Maluku Utara mencapai pagu anggaran lebih dari Rp500 miliar di antaranya pembangunan jalan dan jembatan ruas matuting-rangaranga, pembangunan jalan dan jembatan ruas saketa-dehepodo.
“Dari proyek-proyek tersebut, AGK kemudian menentukan besaran yang menjadi setoran dari para kontraktor. Selain itu, AGK juga sepakat dan meminta AH, DI dan RA untuk memanipulasi progres pekerjaan seolah-olah telah selesai diatas 50 persen agar pencairan anggaran dapat segera dicairkan,” ungkap Alex.
Di antara kontraktor yang dimenangkan dan menyatakan kesanggupan memberikan uang yaitu KW. Selain itu ST juga telah memberikan uang kepada AGK melalui RI untuk pengurusan perijinan pembangunan jalan yang melewati perusahannnya.
Teknis penyerahan uang melalui tunai maupun rekening penampung dengan menggunakan nama rekening bank atas nama pihak lain maupun pihak swasta.
“Inisiatif penggunaan rekening penampung ini adalah hasil ide antara AGK dan RI. Teknis penyerahan uang melalui tunai maupun rekening penampung dengan menggunakan nama rekening bank atas nama pihak lain maupun pihak swasta. Inisiatif penggunaan rekening penampung ini adalah hasil ide antara AGK dan RI,” jelasnya.
Buku rekening dan kartu ATM tetap dipegang oleh RI sebagai orang kepercayaan AGK. Sebagai bukti permulaan awal, terdapat uang yang masuk ke rekening penampung sejumlah sekitar Rp2,2 miliar.
Uang-uang tersebut kemudian digunakan diantaranya untuk kepentingan pribadi AGK berupa pembayaran menginap hotel dan pembayaran dokter gigi.
Selain itu AGK juga diduga menerima uang dari para ASN di Pemprov Maluku Utara untuk mendapatkan rekomendasi dan persetujuan menduduki jabatan di Pemprov Maluku Utara dan temuan fakta ini akan didalami KPK lebih lanjut.