Jakarta, Gatra.com - Sidang praperadilan atas penetapan tersangka mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej resmi dimulai. Dalam pembacaan gugatannya, tim kuasa hukum Eddy Hiariej membeberkan sejumlah alasan penetapan tersangka terhadap Eddy dinilai tidak sah.
Salah satu poin yang digarisbawahi adalah timeline antara penetapan tersangka terhadap Eddy Hiariej dan pernyataan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Tim kuasa hukum menilai pernyataan Alex ke publik merupakan penggiringan opini publik.
“Saudara Alexander Marwata telah menyebarkan hoax tentang posisi pemohon (Eddy Hiariej) sebagai tersangka pada tanggal 9 November 2023 tersebut dengan harapan terjadi penggalangan opini di masyarakat untuk mentersangkakan pemohon,” ucap salah satu kuasa hukum Eddy Hiariej di Ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jakarta, Senin (18/12).
Patut diketahui, KPK secara resmi mengumumkan Eddy Hiariej sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap Rp 8 miliar pada Kamis (7/12).
Tim kuasa hukum menilai pernyataan Alexander Marwata yang memberikan keterangan kepada publik terkait status tersangka Eddy sebelum adanya pengumuman resmi dari KPK merupakan upaya “pemaksaan” agar Eddy dapat ditersangkakan.
Dalam keterangannya pada Kamis (9/11) lalu, Alex mengatakan surat penetapan tersangka untuk Eddy Hiariej sudah mereka tanda tangani sekitar dua minggu lalu atau sekitar Kamis (26/10) lalu.
Tim kuasa mantan Wamenkumham ini pun mempermasalahkan terbitnya Surat Perintah Penyidikan tertanggal 24 November 2023. Dalam surat tersebut, penyidikan disebutkan dimulai pada tanggal 27 November 2023.
Penasehat hukum menilai surat penyidikan ini tidak sah karena sebelumnya Alexander Marwata telah memberikan keterangan ke publik pada 9 November 2023. Penyidikan ini dinilai melanggar KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 130/PUU-XIII/2015 tentang pemberitahuan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP).
“Terdapat ketidakpastian hukum terhadap Pemohon (Eddy Hiariej) atas penetapan tersangka sebagai salah satu upaya paska yang dimintakan Praperadilan,” jelas kuasa hukum Eddy Hiariej.
Kuasa hukum menilai penetapan tersangka terhadap Eddy Hiariej tanpa prosedur merupakan langkah yang cacat yuridis atau bertentangan dengan hukum. Untuk itu,kuasa hukum percaya status tersangka Eddy Hiariej patut dibatalkan.
“(Meminta agar majelis hakim) menyatakan tidak sah dan tidak berkekuatan hukum mengikat penetapan tersangka terhadap para Pemohon oleh Termohon (KPK),” ucap kuasa hukum Eddy Hiariej.
Saat ini, Eddy Hiariej sudah ditetapkan sebagia tersangka. Ia diduga menerima suap sebesar Rp 8 miliar dari Direktur PT Cipta Lampia Mandiri (PT CLM) Helmut Hermawan untuk membuka pemblokiran atas hasil RUPS PT CLM yang terblokir dalam sistem adminitrasi badan hukum (SABH) Kemenkumham karena akibat dari sengketa internal PT CLM.