Jakarta, Gatra.com - Wakil Rektor bidang Komunikasi dan Bisnis Universitas Diponegoro (UNDIP), Budi Setiyono menilai, ketiga calon presiden (capres) 2024 belum memberikan penawaran atau solusi terhadap persoalan-persoalan demokratis yang saat ini sedang dirasakan masyarakat.
Budi mengatakan, para capres dan calon wakil presiden mestinya memastikan bahwa, apabila mereka terpilih nantinya sebagai kepala dan wakil kepala negara apa langkah-langkah yang serius dalam membenahi berbagai masalah, ketidak konsistenan, ketidak kesinkronan, ketidak pastian. Dan juga belum terbentuknya masyarakat yang demokratis atas berbagai macam kelemahan yang masih eksis di Indonesia.
“Sebagai rakyat tentu tidak ingin proses-proses demokrasi yang sudah kita bangun secara bertahap berdarah darah berkeringat terus kemudian mengalami masalah,” kata Budi dalam acara Membangun Dialog, Menghadirkan Substansi: Mendorong Konsolidasi Demokrasi Indonesia Menuju Pemilu 2024, di Jakarta pada Minggu (17/9).
Budi juga menilai bahwa, saat ini publik masih bingung untuk mengeluarkan pilihan pada Pemilu 2024 mendatang. Sebab, pada kandidat belum menawarkan solusi yang konkret yang bisa dipastikan oleh masing masing kandidat untuk menyelesaikan berbagai persoalan tersebut.
“Yang saya khawatirkan memang adalah para kandidat kita itu terbentuk bukan atas dasar satu pemikiran ideologis jangka panjang yang subtantif, dalam menghadapi pemilu 2024, Tapi semata-mata adalah memikirkan tentang potensi yang elektoral,” jelasnya.
Sebab kata Budi, adanya ketidak sinkronan pada ideologi masing-masing partai yang berkoalisi salah satunya pada capres nomor urut 1 yaitu Anies Baswedan, di mana partai yang ada dibelakangnya adalah NasDem, PKB dan PKS. Sehingga, masyarakat belum mendapatkan kepastian terhapdap langkah-langkah stategis yang akan dilakukan parpol untuk mengatasi permasalahan di Indonesia.
“Secara ideologi sama sekali tidak bertemu, di ujung mana mereka itu menyatukan kesatuan paham terhadap bagaimana mengelola negara ini,” imbuhnya.
Hal tersebut juga terjadi pada koalisi yang mendukung capres nomor urut 2 yaitu Prabowo Subianto, yakni Gerindra, PAN, Golkar dan lain-lain. Budi juga mempertanyakan ideologi para partai besar tersebut dalam menyelesaikan persoalan-persoalan demokrasi.
“Tidak kalah serunya itu kosong tiga (Ganjar Pranowo) juga demikian PDI-P, P3 lalu Perindo dan lain sebagainya. Terus terang saya tidak habis pikir ideologi mereka tumbuhnya itu dari mana sehingga semuanya menjadi serba gado-gado dan rakyat seolah olah tidak punya alternatif diantara ketiga pilihan tersebut. Sehingga terus terang ini bagi kita di intelektual tentu menjadi satu garis kerisauan yang belum mendapatkan jawabannya,” ucarnya.
Lebih lanjut, Budi juga menjelaskan bahwa, salah satu masalah yang terjadi di Indonesia adalah penyediaan welfare state. Ia menilai sampai saat ini kesejahteraan rakyat di Indonesia masih belum ditemukan di berbagai macam kebijakan yang telah dibuat pemerintah.
Ia mencontohkan, di negara Barat, Pemerintah harus menghitung dan memastikan berapa besar uang yang harus didapatkan rakyatnya untuk hidup sejahtera. Jika ada rakyat dengan pendapatan yang kurang dari seharusnya, akan mendapatkan subsidi dari pemerintah sehingga rakyat dipastikan bisa hidup sejahtera.
“Nah kemudian kalau ada model konsepsi kesejahteraan kita akan mampu mengatasi korupsi, mengatasi sampah yang menggunung, mengatasi kemacetan. Karena kalau rakyat ingin mendapatkan kepastian perlindungan kesejahteraan dari negara maka ia harus taat kepada hukum tidak boleh melanggar seenaknya sendiri, tidak boleh buang sampah sembarangan, tidak boleh korupsi, bila mereka melanggar akan melakukan pelanggaran hukum maka mereka bisa kehilangan jaminan kesejahteraan tersebut,” ujarnya.