Jakarta, Gatra.com – Ketua Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Balikpapan, Ardiansyah, menyampaikan, ada tiga layanan hukum cuma-cuma atau gratis yang dapat diakses oleh masyarakat dari kalangan kurang mampu atau miskin.
“Layanan hukum yang sifatnya cuma-cuma itu di dalam hukum positif kita maupun keseharian sebagai advokat, itu terdapat beberapa macam layanan hukum,” kata Ardiansyah ketika menjadi narasumber dalam Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) DPC Peradi Jakarta Barat (Jakbar) bekerja sama dengan UPN Veteran Jakarta Angkatan III secara daring pada Jumat malam (15/12).
Ia menyampaikan, bantuan hukum cuma-cuma secara konvensional terdiri dari tiga, yakni probono, prodeo, dan bantuan hukum. Ketiganya mempunyai perbedaan dan karakteristik tersendir, mulai dari pihak pelaksana hingga sumber anggaran atau dananya.
“Probono adalah bantuan atau pelayanan hukum yang dilakukan atau diberikan oleh advokat untuk kepentingan umum atau pihak yang tidak mampu, dengan kata lain dilakukan secara cuma-cuma,” ujarnya.
Setiap advokat mempunyai tanggung jawab untuk memberikan layan hukum atau akses keadilan dan kesamaan di hadapan hukum bagi masyarakat yang tidak mampu. Ini merupakan kewajiban bagi seorang advokat dengan tidak menerima honorarium alias memberikan layanan hukum gratis.
Sedangkan prodeo, adalah layanan hukum gratis yang diemban atau diberikan oleh negara kepada seluruh warga negara, khususnya yang tidak mampu. Ini dilaksanakan oleh advokat atau organisasi bantuan hukum yang ditunjuk oleh pengadilan.
Prodeo ini, kata Ardiansyah, pada intinya adalah pembebasan biaya di pengadilan. Misalkan pembebasan biaya dalam perkara pidana bagi terdakwa yang tidak mampu.
Pemberian perodeo juga bisa dilakukan dalam perkara perdata yang ditempuh oleh warga negara yang tidak mampu. Untuk mengajukan gugatan atau permohonan yang dilakukan oleh orang tidak mampu atau miskin bisa diberikan prodeo.
“Maka pengadilan bisa membebaskan biaya bagi orang itu. Anggarannya itu melalui Mahkamah Agung (MA) yang disalurkan oleh pengadilan setempat, pengadiln negeri, pengadilan agama, PTUN, dan seterusnya,” kata dia.
Adapun bantuan hukum, lanjut Ardiansyah, ini juga merupakan tanggung jawab negara untuk memberikan akses keadilan dan persamaan di hadapan hukum kepada seluruh warga negara pencari keadilan dari kalangan miskin.
“Pelaksanaannya dilakukan oleh organisasi atau pemberi bantuan hukum yang ditunjuk oleh pemerintah. Karena ditunjuk pemerintah, ini juga dilakukan advokat atau organisasi bantuan hukum dan anggarannya melalui APBD atau APBN,” katanya.
Lebih lanjut Ardiansyah menjelaskan dasar hukum pemberian probono di Indonesia, di antaranya Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma.
“UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, Kode Etik Advokat, Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengdilan, dan Peraturan Peradi Nomor 1 Tahun 20210 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma,” katanya.
Adapun ruang lingkup pemberian probono adalah dalam proses peradilan atau litigasi dan di luar peradilan. “Probono tidak hanya tentang tanggung jawab profesi advokat, tetapi lebih dari itu, gerakan probono sebagai pilar penting dalam pemenuhan akses keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia,” katanya.